Sejumlah temuan kecurangan pemilu yang terjadi di masa kampanye Pemilu Serentak 2024 menunjukan banyaknya persoalan yang terjadi sejak tahap pencalonan hingga kampanye. Memasuki masa tenang, catatan pemantauan masyarakat sipil menemukan adanya dugaan penyalahgunaan fasilitas negara, persoalan netralitas aparatur negara, hingga praktik laten politik uang yang mendominasi dalam temuan kecurangan. Pelbagai masalah ini semakin memperjelas gejala kecurangan pemilu yang terjadi.
Pemantauan Kecurangan Pemilu
Kecurangan pemilu menjadi topik yang semakin memanas seiring dekatnya hari pemungutan suara 14 Februari 2024. Mencermati banyaknya kejanggalan, kontroversi, dan indikasi kecurangan pemilu pada setiap tahapan, dimulai dari penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah, proses pencalonan, hingga kampanye, Indonesia Corruption Watch (ICW), Themis Indonesia, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta organisasi masyarakat sipil lain mencoba mengumpulkan informasi kecurangan pemilu dengan dua metode. Pertama, menghimpun aduan publik melalui kanal kecuranganpemilu.com. Kedua, melakukan pemantauan dan liputan jurnalistik kepemiluan. Metode kedua dilakukan dengan berkolaborasi bersama jaringan masyarakat sipil dan jurnalis di 10 daerah.
Sejak diluncurkan pada 7 Januari 2024, terdapat 49 aduan publik dalam kecuranganpemilu.com.[1] 27 aduan diantaranya yang terdapat unsur pelanggaran pidana pemilu diteruskan oleh Themis Indonesia kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sebelumnya, pada 23 Januari 2023 ICW, Themis, AJI Indonesia bersama dengan koalisi masyarakat sipil lain seperti Perludem, Pusat Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Lokataru menyampaikan laporan atas dugaan penyalahgunaan akun media sosial resmi Kementerian Pertahanan untuk kampanye pasangan calon Prabowo-Gibran kepada Bawaslu RI.[2] Hasilnya, aduan tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat materil tanpa adanya penjelasan lebih lanjut dari Bawaslu.
Pemantauan di 10 Daerah
Koalisi masyarakat sipil bersama jaringan melakukan pemantauan kecurangan pemilu di 10 provinsi yaitu, Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur. Pemantau mengumpulkan informasi dugaan kecurangan pemilu, baik melalui pemantauan lapangan ataupun penelusuran informasi di sosial media dan pemberitaan media. Pemantauan lapangan yang mulai dilakukan sejak 25 Januari 2024 ini tidak mencakup semua daerah, melainkan sebagian besar di ibu kota provinsi ataupun kabupaten/ kota lain yang masih terjangkau oleh pemantau.
Hingga 10 Februari 2024, terdapat setidaknya 53 masalah dan dugaan kecurangan pemilu yang ditemukan dan telah diverifikasi secara mandiri.[3] Temuan terbanyak berkaitan dengan pileg (22 dugaan) dan disusul temuan terkait pilpres (21 dugaan). Sisanya merupakan kombinasi keduanya dan terdapat pula dugaan pelanggaran penyelenggara pemilu yang tidak secara spesifik terkait pileg/ pilpres. Misalnya yaitu terkait dengan dugaan pemotongan honor bimbingan teknis Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tasikmalaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H