Berawal dari celotehan seorang anak ketika proses pembelajaran berlangsung. Istilah sleep call (sc) muncul. Anak tersebut dengan spontan menyampaikan bahwa temannya mengantuk karena tadi malam sudah sc. Sleep call apa itu? suara hatiku berbicara. Kalau diartikan per kata sleep artinya tidur dan call artinya panggilan/ menelepon. Jadi sleep call berarti menelepon sampai tidur. Ya Allah apakah benar itu artinya? Apakah anak-anak melakukan itu?. Ku simpan rasa penasaran itu sampai kegiatan pembelajaran selesai.
Bel istirahat berbunyi, tak banyak kata saya panggil anak yang berceloteh tadi. "Apa itu sleep call, ibu terus terang baru mendengarnya?" tanyaku penasaran.
" Itu bu menelepon sampai tertidur." jawabnya sambil tersipu malu.
Makin penasaran saya bertanya lagi" Kamu pernah sc?.
" Nggak bu, saya tidak pernah?" jawabnya.
"Oh iya terima kasih atas informasinya, maaf mengganggu istirahatnya ya" ucapku menutup obrolan.
Sesampainya di ruang guru, saya langsung membuka laptop, berseluncur di dunia maya mencari informasi tentang sc. Saya membaca beberapa tulisan dan waw cukup banyak yang membahas tentang sc. Sleep call bisa diartikan sebagai panggilan video atau panggilan suara yang dilakukan sampai larut malam atau sampai tertidur. Biasanya dilakukan oleh pasangan suami isteri yang terpisah jarak yang jauh. Sleep call mulai marak pada tahun 2020 ketika pandemi covid 19. Pembatasan aktivitas menyebabkan orang lebih banyak berkomunikasi melalui media sosial. Namun kini sc bukan milik pasangan suami isteri saja, remajapun banyak yang melakukannya.
Sleep call memiliki manfaat diantaranya mempererat hubungan pasangan. serta dapat mengatasi rasa kesepian. Sleep call bisa dijadikan alternatif berkomunikasi yang mudah dan murah. Namun sleep call juga memiliki bahaya yang harus diwaspadai diantaranya mengurangi jam tidur, cahaya ponsel dapat berakibat buruk bagi kesehatan mata, mempengaruhi kesehatan telinga , membuat ketagihan dan ketergantungan, meningkatkan resiko kanker karena radiasi yang dikeluarkan bahkan bisa meningkatkan resiko kebakaran jika ponsel menyala sampai pagi, dan bisa mengundang perbuatan yang melanggar norma dan etika.
Rasa penasaran saya semakin besar. Apakah anak-anak (SMA) melakukan sc juga? Akhirnya untuk menjawab rasa penasaran tersebut saya secara acak melakukan obrolan santai dengan beberapa anak laki-laki maupun perempuan yang mewakili di setiap kelas. Dari hasil obrolan bersama anak-anak, ternyata mereka umumnya mengetahui tentang sc. Biasanya mereka melakukan sc dengan pacarnya atau dengan teman yang sedang PDKT. Durasi waktu menelepon bervariasi antara satu sampai dengan tiga jam bahkan sampai mereka tertidur. Panggilan telepon terlebih dahulu bisa dimulai dari anak perempuan atau anak laki-laki. Mereka biasanya sc di dalam kamar dengan keadaan pintu yang tertutup. Dimulai lebih sering pada waktu orang tua mereka sudah terlelap tidur.
Hal yang dibicarakan ketika sc beragam mulai dari tugas sekolah, aktivitas mereka hari itu sampai kegiatan keseharian. Terkadang jadi membicarakan kekurangan teman-teman atau bahkan guru mereka. Awalnya banyak anak melakukan sc karena mereka merasa gabut tidak bisa tidur dan kesepian, akhirnya karena hanya ada ponsel di samping mereka maka sc merupakan jalan keluarnya. Mereka tidak perlu keluar rumah cukup tiduran di kamar bisa ketemuan dan ngobrol ngaler ngidul. Malam berikutnya terulang kembali seperti itu. Sleep call seolah-olah menjadi candu bagi mereka.
Ada beberapa anak yang diajak ngobrol sudah tidak lagi melakukan sc alasannya karena menyadari lebih banyak kerugiannya daripada keuntungannya. Menurut mereka sc hanya membuang-buang waktu dan mendekati hal yang kurang baik yang mengarah kepada pelanggaran etika dan norma. Memang dikhawatirkan awalnya membicarakan masalah keseharian ujung-ujungnya nyerempet hal-hal yang dilarang menurut agama. Pertama lewat suara, lalu lewat video selanjutnya hal yang tidak diinginkan bisa saja terjadi.
Sebagian besar anak-anak yang melakukan sc di rumahnya terdapat fasilitas internet. Â Adanya akses internet di rumah merupakan alasan lainnya mereka mudah melakukan sc ketika gabut. Mereka tidak khawatir dengan kehabisan kuota ketika sc. Akses internet di rumah-rumah yang menjangkau sampai ke pelosok desa sekarang ini memang mendukung berkembangnya sc pada anak-anak usia sekolah. Sayang, saya belum mendapatkan informasi apakah sc juga dilakukan oleh anak sekolah dasar.
Melihat banyaknya bahaya sc terutama untuk anak-anak lantas apa yang harus dilakukan para orang tua jika mengetahui anaknya kerap kali melakukan sc. Barangkali para orang tua harus lebih banyak berkomunikasi dengan tanpa menghakimi. Memberikan pengertian bahwa sc memiliki manfaat dan bahaya juga. Apalagi sebagai seorang muslim tentu kita mengetahui arti dari surah Al-'Ashr ayat 1-2 bahwa demi masa/waktu sungguh manusia itu berada dalam kerugian. Ini sebuah isyarat bahwa manusia harus pandai memanfaatkan waktu. Dengan mengajak mereka berdialog para orang tua akan bisa mencari jalan keluar jika anak-anak merasa gabut di malam hari. Diharapkan mereka akan melakukan aktivitas yang baik untuk perkembangan fisik dan mentalnya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H