Tasyir merujuk pada praktik penetapan harga yang rendah atau murah oleh pihak tertentu, yang bisa berdampak pada pasar. Dalam konteks Fikih Muamalah, tasyir sering kali terkait dengan upaya untuk menjaga keadilan dan keseimbangan dalam transaksi ekonomi.
Secara etimologi, taysr berasal dari kata "yasara" yang berarti lembut, lentur, mudah, fleksibel, tertib, dan dapat digerakan, atau anonim dari kata 'usr yaitu kesulitan. 5 Para ulama ushul fikih berpendapat bahwa taysr adalah menjadikan segala sesuatu itu mudah dan dapat dikerjakan serta tidak menyulitkan.
Prinsip taysir juga tercermin dalam kaidah usul fikih al-masyaqqah tajlib al-taysir yang bermakna kesulitan menyebabkan adanya kemudahan. Artinya, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Prinsip-prinsip Tasyir dalam Pasar yang Adil :
1. Keadilan : Tasyir bertujuan untuk melindungi konsumen, terutama dalam situasi di mana harga pasar tidak terjangkau. Dalam pasar yang adil, penetapan harga harus mempertimbangkan kesejahteraan semua pihak.
2. Larangan Riba dan Penipuan : Tasyir harus dilaksanakan tanpa mengandung unsur riba atau penipuan. Penetapan harga harus transparan dan berdasarkan kesepakatan.
3. Keseimbangan Permintaan dan Penawaran : Dalam pasar yang adil, tasyir harus mempertimbangkan mekanisme dasar ekonomi, yaitu permintaan dan penawaran, agar tidak merugikan produsen atau konsumen secara ekstrem.
Contoh Penerapan Tasyir :
1. Harga Dasar untuk Kebutuhan Pokok : Pemerintah dapat menetapkan harga dasar untuk kebutuhan pokok seperti beras atau minyak. Misalnya, jika harga pasar beras melonjak tinggi, pemerintah bisa menentukan harga tasyir yang lebih rendah agar masyarakat tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Diskon untuk Produk Tertentu : Sebuah toko mungkin menawarkan diskon yang signifikan pada produk tertentu, seperti barang yang mendekati masa kedaluwarsa. Ini membantu mengurangi kerugian bagi penjual sekaligus memberikan kesempatan bagi konsumen untuk mendapatkan barang dengan harga lebih murah.