Menyerah hanya untuk orang yang lemah, berlaku bila yang diperjuangkan merasa diperjuangkan. -Aditia Nugraha. l
Ketika hari -hariku terbiasa sendiri, apa-apa aku lakukan dengan sendiri, pokoknya hidup mandiri adalah jalan ninjaku. Kemudian pada suatu hari, ada orang yang menarik perhatianku, wajahnya selalu terbayang dalam imajinasiku, di mataku dia adalah sosok yang paling sempurna.Â
Seperti kata peribahasa gayung bersambut, tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba dia menghubungiku, menanyakan kabarku, menanyakan kabar ibuku, menanyakan kabar binatang kesayanganku, disitu aku merasa aku makhluk yang paling beruntung yang ada di muka bumi ini.Â
Hari-hari berikutnya, aku lalui berdua bersamanya, bangun tidur ada yang ngucapin selamat pagi, setelah sekian lama aku hanya mendengar dari mbak-mbak kasir indomerit.Â
Kehidupanku berubah 180° mulai saat itu, mau makan teringat padanya, mau minum teringat padanya, bagiku dia lah jodoh yang selama ini aku dambakan dan aku sebutkan dalam setiap do'a do'aku. Dan dia pun sudah berjanji, akan selalu menemaniku dalam setiap senang maupun sedih, suka maupun duka.Â
Setiap waktuku aku curahkan padanya, apa yang dia butuhkan, aku penuhi tanpa ada rasa penyesalan. Apa yang dia inginkan, aku berikan tanpa terfikir akan ada pengkhianatan.Â
Aku selalu berfikir, bahwa dialah orang terakhir yang Tuhan berikan, untuk menghapus rasa kesepian yang selama ini aku jalani dalam keseharian.Â
Namun, tiba-tiba pada suatu hari aku tidak mendapat kabar darinya sama sekali. Aku mencoba menghubunginya, namun tak tanggapan walau hanya sepatah kata, maupun sepucuk surat.Â
Keesokan harinya, aku mencoba menghubunginya lagi dengan nomor yang berbeda yang telah dia berikan sebelumnya, katanya nomor tersebut adalah nomor darurat, apabila suatu hari aku tidak bisa mengubunginya melalui nomor yang biasa.Â
Pada saat itu, aku kira dia cuman mau mengerjain aku, yah walaupun pada akhirnya aku tetap menerimanya melihat sorot matanya yang terlihat bersungguh sungguh.Â