Mohon tunggu...
Dede Pangalila
Dede Pangalila Mohon Tunggu... -

Hospitality Industry

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

~ Dia hanya seorang manusia biasa ..., ~

2 Juni 2014   10:42 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:49 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14017073992087258124

foto en.tempo.co

Jujur ,,, saya memang pengagum Jokowi jauh sebelum figur ini lebih berkibar seperti sekarang. Waktu itu media mulai ribut bercerita tentang kiprah si walikota Solo. Walikota yang hobinya blusukan, tidak parlente, apa adanya tapi kemudian mampu mencetak rekor lewat hasil kinerja hingga bergaung kepelataran dunia. Walikota yang mulai mandi pujian, banjir penghargaan. Walikota yg lekat dekat dihati rakyatnya. Gara-gara berita-berita seperti itu ,,, Saya menjadi penasaran sampai-sampai saya sempat meluangkan waktu melancong ke Solo hanya ingin menyaksikan hasil karya walikota sederhana bertangan dingin ini. Jujur lagi ,,, ketika tiba di Solo saya tidak bisa melihat hal-hal yang menonjol secara fisik. Tentu saja, sebab perkembangan Solo tidak pernah saya pantau sebelumnya, sadar saya kemudian, jadi saya tidak bisa membedakan before - after'nya Solo. Hanya yang jelas,  saat itu,  yang langsung bisa nampak dipelupuk mata, saya melihat Solo yg bersih, teratur dan memang kota yang sejuk.

Tetapi baru beberapa jam saja saya berada dikota kekuasaan Jokowi waktu itu, sedikit demi sedikit mulai terkuak dan membuat saya perlahan demi perlahan makin terperangah. Saya kemudian diperhadapkan dengan kenyataan ....., ternyata Solo adalah kota yang penuh cinta. Rasa cinta yang penuh itu adalah rasa cinta penduduk Solo kepada sang Walikota. Rasa cinta yang terasa begitu kental, begitu hangat dan begitu tulus. Sungguh, sebenarnya saya tidak bertanya apa-apa ,,, tetapi sopir taksi, ibu-ibu penjual souvenir, pegawai hotel dimana saya menginap, satpam, pengatur parkir sampai teman saya sendiri seorang pengusaha lokal disana dengan nada yang merdu, mata berbinar-binar, mereka semua menceritakan kisah yang sama, kisah "sang walikota" mereka  bernama Joko Widodo ini..., lebih tepat kalau saya katakan mereka  mengungkapan isi hati dengan nada penuh rasa bangga dan penuh rasa syukur bahwa mereka adalah penduduk yang beruntung karena dikaruniai seorang Walikota yang super-duper hebat. Walikota berhati emas. Walikota yang berpikiran jernih dan bekerja dengan hasil yang sangat menyejukan hati rakyatnya. Lalu, harus saya akui, setelah sekian banyak cerita-cerita heroik yang sama itu saya simak, saya'pun menjadi sangat puas sekaligus rasa kagum saya semakin bertambah. Saya puas, karena akhirnya apa yang saya cari di Solo benar-benar saya temui kemudian. Apa, siapa dan bagaimana sosok seorang Jokowi yang sederhana tetapi telah menciptakan maha-karya lewat sepak terjangnya sebagai seorang walikota ini, terjawab sudah lewat rangkaian cerita para pencintanya dan pencintanya itu adalah penduduk serta rakyat si Walikota itu sendiri. Itu jadi bukti otentik. Saya merasa semakin kagum ..., sebab betapa tidak, seorang Jokowi hadir ketika ditempat-tempat lain, disaat itu bahkan sampai sekarang ...., posisi walikota kebanyakan (tidak semua)  sudah dianggap seperti posisi yang diduduki oleh sesosok drakula. Sosok penghisap kekayaan, ketenangan, kenyamanan kehidupan rakyat.  Secara untuk seorang walikota bernama Joko Widodo..., beliau malah dianggap sebagai malaikat yang dikirim dari nirwana untuk Solo, mungkin juga untuk Indonesia secara lebih luas. Sekali lagi kekaguman saya jadi semakin kental itu dikarenakan lebih tergambar jelas bahwa seorang Jokowi adalah seorang anak manusia yang bisa memegang teguh komitmen'nya dalam menjalankan tugas, seorang yang jujur, yang bersih dan memberikan bukti kerja yang benar, keringat yang halal disaat rasa percaya rakyat kepada pemerintah semakin luntur. Sebagai orang nomor satu di Solo dengan konsistensi yang tinggi dan kuat iman, begitu profesional, punya harga diri, Jokowi berbakti. Tidak tergoda dengan hingar-bingar maraknya segala macam bentuk penyelewengan ditingkat pemerintahan. Lebih hebat lagi, Joko Widodo tidak terpancing untuk ikut menodai karyanya dengan Korupsi yang lagi subur-suburnya dimana-mana. Padahal jelas,  sebagai walikota dia punya peluang untuk itu tentunya. Jokowi tetap bersih, tetap bekerja dan dengan hasil kerjanya ada, nyata ....., buktinya rakyatnya senang, rakyatnya tenang. Di Zaman banyak orang lagi serakah dan tergila-gila menjambret uang rakyat, Jokowi lahir sebagai penyegar. Itu yang benar-benar membuat saya terus-terusan berdecak kagum. "  Ternyata Tuhan masih menciptakan orang baik di bumi Indonesia ini, " kata teman saya si pengusaha lokal itu sambil menepuk pundak saya dengan seulas senyum lebar penuh bangga menatap saya. Tak ada lain, saya harus setuju dengan pernyataan itu.

Jelas sekali, rekam jejak atau goresan sejarah babak demi babak perjalanan seorang Joko Widodo selanjutnya, sudah menempatkan saya sebagai salah satu pengagumnya. Saya'pun dengan niat yang semakin sungguh-sungguh, mengikuti selangkah demi selangkah segala sesuatu yang dilakukan Jokowi dan akhirnya tentu membuat saya semakin suka dengan orang itu. Saya suka karena Jokowi tetap seorang manusia biasa. Itu yang paling mengagumkan saya, diantara semakin banyak kekaguman saya yang lain terhadap sosok Joko Widodo ini.  Joko tak pernah merasa perlu atau lebih tepatnya mau berubah dengan tiba-tiba membawakan dirinya sebagai seorang tokoh yang maha hebat. Seperti kebanyakan mereka-mereka yang kemudian dinobatkan sebagai petinggi negara di negeri ini. Baru berbuat sedikit, serasa sudah menjadi super jagoan, bahkan ada yang lebih gila ,... tidak berbuat apa-apa, sudah belagak Indonesia dia punya. Tadinya berasal dari anak kost, begitu jadi pejabat bahkan ada yang kemudian jadi wakil rakyat, mendadak sontak gayanya seakan-akan dia itu keturunan raja-raja yang ironisnya entah dari kerajaan mana ? Bisa jadi dia datang dari sebuah kerajaan dinegeri hayalan-dangkal'nya sendiri. Lalu rakyat hanya dianggap sebagai hulu-balangnya. Jokowi tidak begitu.

Tanpa sadar Jokowi membuat terobosan dengan cara yang tidak dibuat-buat. Tanpa sadar, Jokowi mendidik kita secara alamiah. Tanpa sadar, Jokowi jadi motivator untuk satu cara kerja yang benar. Tanpa sadar, Jokowi jadi panutan. Terlahir sederhana dia tetap sederhana. Di Solo, di Jakarta, Jokowi is Jokowi. Jokowi mendobrak kelakuan  kebanyakan para pejabat era sekarang yang sepertinya sudah menjadi 'trend' atau sudah merupakan satu keharusan kalau jadi petinggi memang harus berada ditinggi dan menjaga jarak dengan rakyat. Entah apa cara trend  itu ada didalam Undang-Undang yang tak tertulis atau itu memang protab yang sengaja di lebih-lebihkan atau itu  protokoler karang-mengarang ??? Entah ya ..., tidak jelas, tapi yang tampak sangat jelas hampir semua pejabat/petinggi negara berubah ajaib setelah mereka diberi kedudukan, anehnya mereka tak lagi merasa menjadi orang biasa - apalagi merasa sebagai rakyat biasa.

Rakyat sudah capek, lalu migrain, sekarang mual karena muak melihat lenggang-kangkung para petinggi yang begitu. Makanya munculnya sosok Jokowi yang sebenarnya cara kerjanya itu bukanlah hal yang sangat istimewa. Dizaman almarhum ayah saya, hampir semua orang yang bekerja, mereka bekerja seperti cara Jokowi. Penuh tanggung-jawab, turun kelapangan, ikut menyelesaikan pekerjaan bersama-sama. Tetapi karena dunia pejabat, sudah begitu rapuh dan busuknya bahkan bisa dikatakan hancur saat ini, maka gaya Jokowi yang kadang-kadang secara  tiba-tiba ada dilokasi dan beliau hadir tanpa nguing-nguing sirene, gerombolan sirkus dayang-dayang para kadis, muspida dan entah siapa lagi  juga tak ada, tidak bersama dia bahkan bisa-bisa Jokowi datang tanpa pengawalan resmi, juga tidak mustahil Jokowi muncul menggunakan transport umum, bukan dengan mobil yang harganya melewati jumlah gaji pokok 5 menteri. Menjadi sesuatu gebrakan besar-besaran, secara gaya kerja yang sedang berlaku saat ini, adalah gaya kerja pejabat manja, pejabat malas, pejabat dandan, pejabat resepsi melulu, pejabat jalan-jalan keluar negeri, pejabat nyolong dan tak mau buat banyak, bahkan malah ada yang tak mau buat apa-apa.  Lalu ...., ditambah lagi dengan kebiasaan seorang Jokowi jika tiba dilokasi kerja, dimana saja, dia  tidak mau dan tidak akan tinggal diam, selalu segera ikut ambil bagian, tidak hanya petatang-peteteng main perintah doang. Berdecak pinggang mainkan telunjuk magic, suruh sana-sini atau hanya cengar-cengir ribut sendiri dengan telepon genggam, entah dengan siapa dia bicara. Sungguh ...., semua gaya borjuis yang kadang-kadang mirip style boss-mafioso itu, tidak Jokowi lakukan. Itu sebabnya Jokowi menjadi tokoh yang sangat fenomenal. Bagaimana tidak fenomenal ? Joko widodo adalah sosok yang tidak terkontaminasi. Bisa menjaga kesederhanaannya. Bisa mencegah kesombongannya. Mampu mencurahkan semangat kerjanya serta tanggung jawabnya tanpa pudar. Punya kekuatan untuk tetap menjaga kejujurannya. Sekali lagi, kalau di zaman ayah saya almarhum berkarya, banyak tokoh seperti itu. Tetapi zaman itu, ethos kerjanya memang begitu. Jadi, Jokowi dengan cara kerja yang saya katakan tadi sebenarnya cara kerja yang lazim, seakan menyadarkan banyak orang bahwa saat ini ethos kerja'pun sudah berantakan, sudah teracuni. Makanya harus saya akui, Jokowi menjadi penyelamat dalam banyak hal yang benar.  Jokowi masih bisa setia, ulet, gigih mempertahankan cara kerja yang bermutu. Dia punya panggilan suara hati yang bersih bahwa kerja adalah tanggung-jawab dan tanggung-jawab menuntut pelaksanaan dan penyelesaian yang baik. Hampir tak ada lagi para pejabat yang punya suara hati seperti itu, saat ini. Kalau toh masih ada, hanya tinggal beberapa saja, mungkin diantaranya adalah : Abraham Samad, Dahlan Iskan, Anies Baswedan. Tidak heran, mereka mendukung Jokowi. Untuk itu, Jokowi memang tetap seorang yg istimewa, luar dari biasa.

Jokowi suka blusukan dan bukan gaya hidupnya nongkrong di kantor, terima tamu berduyun-duyun lalu sehari suntuk cuma ngobrol sampai sore dan setelah itu pulang tidur. Agenda kerja Jokowi dibuat kerja yang di agendakan, bukan hanya agenda saja, kerjanya tidak jelas. Hanya hadiri acara ini, acara itu, dari hotel ini ke hotel itu. Selalu parlente dan wangi dan semua mengkilap, dikelilingi para kadis, komplit dengan ajudan lalu ...., bikin apa ? Apa yang dikerjakan ? Tiba ditempat blusukan, Jokowi membumi. Tidak segan-segan masuk keluar gorong-gorong, tidak canggung manjat tembok, turun kekali, masuk lumpur, nyemplung diair. Peduli amat dengan baju, celana, sepatu. Jokowi tau, dia memang merangkak dari bawah. Dia rakyat biasa apa adanya. Dari dulu dia akrab dengan lumpur, dengan batu, dengan pasir. Dia akrab dengan pasar. Dia akrab dengan teriknya matahari dan lebatnya hujan. Dari dulu dia menggulung lengan bajunya, menggulung celananya dan bekerja ..... !!!

Lalu semua keistimewaan Jokowi itu, saya yakin telah mengundang banyak para petinggi lainnya jadi gerah, jadi begah. Tapi rakyat jadi bahagia. Dimata rakyat mulai menerawang secercah harapan ...., negeri kita mulai normal sebab ada Jokowi yang kini tampil wajar dan layak. Kehadirannya seakan memberi kepastian lagi, kepastian yang mengartikan bahwa pada hakikatnya seorang pejabat tinggi'pun, memang hanya manusia biasa, manusia apa adanya, bukan dewa dan bukan manusia istimewa yang tiba-tiba diturunkan entah dari planit mana  .... ?! Suatu kepastian bahwa mulai ada petinggi negara bertindak dengan pemikiran bahwa Petinggi negara itu sebuah amanah, itu tanggung-jawab dan harus dijalani dengan bekerja, bekerja yang serius, bekerja fokus dan benar dan ..., bekerja dengan jujur. Masalahnya selama ini, mana ada pejabat yang mau menerjang lumpur ? Mana mau kemeja, celana, sepatu yang harganya berkali lipat diatas UMR itu, rusak ??? Padahal sebenarnya,  inilah pejabat yang seharusnya, yang sesungguhnya. Pejabat'kan bekerja untuk rakyat, bekerja bersama rakyat. Pejabat'kan sebenarnya melayani rakyat dan bukan seperti situasi yang dibentuk sekarang ini, bahwa pejabat harus dilayani rakyat. Saking gemas, makanya mulai ada yang mengatakan  gaya Jokowi ini di'cap' sebagai pencitraan. Lalu ...., yang dianggap bukan pencitraan yang bagaimana ? Berdiri tampan, gagah, wangi di podium, lalu jualan kecap depan mikrofon ? Atau curhat dan semakin hari rakyat semakin tak paham lagi apa yang di curhat'kan atau malah ada pejabat yang nyanyi dan rakyat harus selalu tepuk tangan sesudah itu ..., apa begitu ? Berkemeja batik lengan panjang, gemerlap dengan jam tangan melingkar dipergelangan, kelap-kelip kemilau, pakai cincin berbatu sebesar biji salak. silau bercahaya, menggunakan sepatu yang ..., suiiit-suiiiit ...,  buatan italy, harganya jauh lebih tinggi dari gaji seorang guru honorer dan lebih tidak masuk akal lagi, gaya parlente nak-ajubilah itu, dikenangkan hanya untuk mengunjungi kelompok nelayan dipesisir pantai. Beginilah kalau pejabat berjiwa OKB - Orang Kaya Baru asal jangan Orang Kaya Bego'.

Sebenarnya sedihnya ..., sudah lama ketidak-adilan sosial seperti itu dipertontonkan pada rakyat sehingga rakyat secara tak sadar perlahan-lahan  jadi terbiasa, atau mungkin rakyat tak lagi ada daya harus berkata apa, walaupun tau sebenarnya semua itu suatu ketimpangan bukan keseimbangan. Lebih menyedihkan lagi, semua pagelaran semu seperti itu memberi dampak yang makin tidak sehat. Seakan menyebarkan virus hasrat atau mimpi yang makin menghancurkan, karena tentu saja, melihat gaya hidup mentereng para petinggi/pejabat negara, akhirnya jadi semakin banyak yang ngiler, kepincut  melihat betapa megahnya, betapa enaknya,  hidup orang-orang seperti itu. Tidaklah heran, beberapa tahun ini, jadi begitu banyak yang terpicu lalu berpacu, berlomba-lomba memburu, mengejar kursi, memburu kekuasaan. Seakan-akan tercipta cita-cita baru ,,,, menjadi pejabat. Itu bukan lagi tanda kesuksesan satu perjalanan karier, namun itu sudah menjadi tujuan pencapaian. Entah bagaimana caranya. Mau halal apa tidak, itu soal nanti. Mobil mewah, baju mahal, rumah megah dan selalu penuh dayang-dayang disekitar, kemudian dilayani, dihormati pula adalah dunia impian bagi banyak orang jadinya.  Bukan tanggung-jawab, bukan kerja dan kinerja, apalagi hasil kerja menjadi pejabat yang digandrungi. Itu malah mereka tidak perduli, sebab mereka lihat sendiri bahwa hasil kerja atau soal kinerja sangat bisa dimanipulasi. Wow ...., sekali lagi tidak heran, kalau menjadi pejabat tak bisa dipungkiri lagi ...., akhirnya  menjadi cita-cita yang paling laris. Mungkin saja, sudah mengalahkan cita-cita lainnya, seperti jadi dokter, Insinyur dsb'nya. Apalagi formula untuk itu tersedia. Banyak anak pejabat, entah apa isi otaknya, tiba-tiba jadi Bupati. Lebih mengerikan lagi, mulai ada yang terobsesi berat, lalu putus urat malu, dibangunlah dinasti ..., ini bener-bener gila. Menjadi pejabat atau petinggi negara saat ini kayaknya sudah dianggap sebagai rejeki-nomplok, bukan tugas atau tanggung jawab yang mulia lagi. Dan ternyata situasi yang sudah berlarut-larut seperti ini, entah sadar apa tidak, sudah menjadi satu pendidikan moral yang amat sangat salah, kepada masyarakat ..., ini satu pencucian otak yang kejam sebab mengikis pelan-pelan kebenaran dari harga sebuah perjuangan, kemurnian suatu keharusan kerja keras untuk pencapaian kesuksesan yang sesungguhnya dalam hidup dan bukan mengejar sukses yang semu. Menyedihkan memang ! Dan yang paling sangat menyakitkan ..., dibalik kemewahan itu semua, segala sesuatunya dikendalikan oleh dusta, oleh nafsu duniawi yang tak terkendali, oleh ketidak-jujuran dan membuahkan korupsi. Memporak-porandakan negeri ini. Membunuh karakter dan memecah-belahkan rasa persatuan lalu menyebarkan amarah, sakit hati, iri hati, dendam ...., buntut-buntutnya rakyat kecil yang menderita. Hak mereka diperkosa. Dan alhasil, sesuatu yang sangat mengerikan kini terjadi ...., semua keburukan ini ternyata berhasil mengajak rakyat atas nama mempertahankan hidup, demi perut yang lapar ..., akhirnya rakyat'pun mulai bisa dibeli. Moralnya ikut-ikutan digadaikan. Sudahlah tidak usah pikir yang ribet-ribet, jangan sok-sok idealis ...., kita butuh tunai sekarang, besok mau makan. Titik.

Lalu ....., sosok Jokowi hadir dan dia sangat tau Indonesia sudah teracuni. Saya tahu, Jokowi sadar akan hal itu dan saya yakin ...., Jokowi juga sangat tahu dan sekali lagi sangat sadar,  bahwa racun itu sangat berbahaya kalau dibiarkan terus menjalar, bisa membuat Indonesia ambruk dan berantakan, makanya racun itu adalah sesuatu yang paling utama, yang paling penting, yang paling harus diberantas lebih dahulu hingga tuntas. Dan itu yang membuat saya tak hanya lagi kagum pada Jokowi, tetapi sudah merasa bahwa saya dan banyak orang Indonesia yang merindukan perubahan yang beradab, perubahan yang benar, butuh orang yang bernama Joko Widodo ini.  Jokowi memang sudah mulai mendobrak itu semua. Lebih mengagumkan Jokowi merubahnya dengan cara-cara sangat manusiawi, tidak dengan teknologi tinggi dan ribet, tidak dengan formula atau mekanisme yang canggih, tidak dengan teori yang aneh-aneh. Simpel saja. Jadilah manusia biasa yang bekerja dengan benar. Diberinya keteladanan bahwa pejabat'pun bisa berpakaian biasa dan tak perlu gemerlapan. Petinggi negara'pun bisa masuk-keluar got, bisa terbenam di lumpur, boleh berkubang air banjir.  Datang ditengah rakyat dan melihat, mendengarkan dan sama-sama mencari jalan keluar dari satu persoalan. Itu saja. Mudah ...,  hanya butuh kesungguhan, hanya butuh ketulusan hati bekerja, hanya butuh kejujuran menjalankan tanggung-jawab, hanya butuh cinta pada negeri dan rakyatnya, hanya butuh ketakwaan dan tahu masih ada langit diatas langit. Jika semua pejabat dari dulu seperti itu ...., Indonesia pasti jauh lebih maju dari apa yang sudah dicapai sekarang.  Salah satu penyebabnya, jika para pejabat berkualitas yang menangani manajemen negara, maka kemungkinan besar orang-orang yang tidak bermutu yang hanya haus harta dan kuasa akan terkucilkan. Mereka pasti akan kalah bersaing karena memang tidak tahu kerja. Tidak seperti sekarang, ini malah yang baik terpojok pada sudut tak berdaya.

Sadar atau tidak sadar, Jokowi memproklamirkan dan tanpa gembar-gembor bahwa menjadi pejabat negara harus punya kualitas, punya integritas, punya loyalitas yang semua itu benar-benar dipaparkannya dalam bentuk kerja yang nyata tak hanya menjadi teori seperti hampir pada umumnya kelakuan para petinggi negara sekarang. Banyak ngomong, kerjanya ngaco.  Jokowi meyakini itu sekaligus dimulai dari dirinya sebagai contoh. Langkah-langkah Jokowi selama ini, tentu dengan harapan akan semakin banyak manusia Indonsia untuk  mau mulai berpikir,  untuk mau mulai mengambil posisi yang lebih pantas, lebih sehat bagi kepentingan bangsa dan negara. Semoga pelan-pelan akan terjadi perubahan, tidak lagi serapuh sekarang. Jokowi memberi pendidikan tentang keagungan seorang manusia dalam mengisi hidupnya untuk mencapai keberhasilan yang maksimal yang nantinya akan dipertanggung-jawabkan diakhir hayat. Seakan ingin membuat makin banyak orang bisa sadar bahwa hidup adalah satu perjalanan dan lakukanlah perjalanan itu dengan baik , dengan membuat banyak hal yang berguna bagi orang banyak. Sementara dengan porsinya sebagai seroang petugas rahyat, Jokowi seperti memberi pola, satu standar yang lebih benar, soal bagaimana seharusnya memangku satu jabatan dan sekaligus memberi contoh yang sangat dalam maknanya bahwa jadi pejabat tak perlu bermandikan kemewahan serta kemegahan harta tapi kemewahan serta kemegahan berkarya agar tidak membuat hati rakyat kosong. Bersih, jujur akan membuahkan hasil yang sangat indah untuk semua pihak.  Menjadi manusia biasa, bisa menciptakan hal-hal yang luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun