Mohon tunggu...
DW
DW Mohon Tunggu... Freelancer - Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Setiap Waktu adalah Proses Belajar, Semua Orang adalah Guru, Setiap Tempat adalah Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Money

Daya Beli Turun atau Prioritas yang Bergeser

11 Agustus 2023   10:41 Diperbarui: 11 Agustus 2023   13:46 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca Idul Fitri bulan April lalu indikator daya beli masyarakat cenderung menurun, khususnya di Juni dan Juli kemarin.
Bahkan di pertengahan agustus ini kita merasakan betul betapa sulitnya memutar uang belanja agar cukup dengan kebutuhan sehari-hari. Beberapa dari kita mungkin merasakan hal yang sama, penjualan UMKM yang merosot tajam, tabungan yang ada semakin terkuras karena pendapatan tidak sestabil sebelum Idul Fitri.

Betul memang kondisi ini tidak dialami oleh anda sendiri, setidaknya saya dan beberapa teman saya pun mengalami hal serupa. Rasanya gaji sebulan itu tidak cukup untuk sebulan, terlebih bobot pendapatan kami berdasarkan insentif penjualan, sehingga jika sepi jualan sudah pasti sepi pendapatan.

Tapi.. Apa yang salah yaa? Apakah memang uang sedang sulit dicari, pasar sedang lesu, atau apa?
JIka berkaca pada situasi pandemi tahun lalu, pendapatan kita masih baik-baik saja.. lalu mengapa pasca pandemi malah ada kesan "Hidup rasanya lebih susah..".

Yuk kita kupas secara faktor ekonomi. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai tren penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) secara beruntun disebabkan oleh persoalan daya beli masyarakat. Ia mengatakan daya beli masyarakat saat ini sedang menurun setelah jor-joran melakukan pengeluaran selama dua kali Lebaran. "Saya kira penurunan ini faktornya pertama ada persoalan di daya beli masyarakat, kemarin cukup tinggi sampai Juni karena ada faktor Lebaran, tapi setelah Lebaran kembali normal,". Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran Jakarta ini menduga menjelang pertengahan tahun ini, masyarakat sengaja menahan pengeluarannya. Dia mengatakan perilaku itu muncul karena masyarakat akan berhadapan dengan pengeluaran-pengeluaran rutin tengah tahun, seperti biaya awal masuk anak sekolah. Menurut dia, masyarakat yang paling menahan pengeluaran itu, adalah mereka yang memiliki pengeluaran di bawah Rp 5 juta. "Muncul siklus tengah tahun, jadi banyak tersedot ke situ," ujar Tauhid.

Analisa yang masuk akal, kita-kita sebagai orang tua memang sedang diphase habis-habisan buat pengeluaran biaya sekolah yang tidak lagi murah. Saya punya dua orang anak yang masuk ke jenjang pendidikan baru, yang satu SMP dan satu lagi SD. Biaya yang keluar tidak sedikit, untuk uang masuk, uang gedung, uang SPP, seragam, buku, kegiatan, dll. Belum lagi hariannya, yang uang jajan, ongkos dan bekal makan siangnya. Sehingga sebagian besar alokasi pengeluaran kami lebih banyak ke urusan sekolah.

Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), mengungkapkan "Pada Juni 2023, ada kemungkinan masyarakat mulai menahan belanja. Dengan demikian, masyarakat kini lebih menyusun skala prioritas. Ini bisa menjadi hambatan pemulihan konsumsi". 

Iklim Juli dan Agustus kali pun sudah memasuki musim kemarau panjang, beberapa daerah mengalami gagal panen dan kekurangan komoditi makanan, yang membuat supply demand terganggu, dan berdampak pada kenaikan harga di pasar. Sehingga rupiah di dompet kita rasanya selalu tidak cukup jika belanja saat ini. Hampir semua bahan sembako mengalami kenaikan, telor dan daging ayam mulai langka di pasar. 

Yaa kompleksitas kehidupan ini harus kita hadapi, kita mau mengeluh seperti apa juga tidak merubah keadaan. Berat? pasti sangat berat, kolaborasi dengan pasangan (suami dan istri) untuk bisa bertahan melewati siklus ini. Lakukan hal yang bisa dilakukan, kencangkan ikat pinggang, tekan biaya-biaya yang tidak perlu. Jika memang selama ini sudah mengikat pinggang, lakukan hal lain misal mencoba berdagang cemilan di lingkungan rumah untuk bisa menambah pendapatan, meskipun tidak seberapa, namun bisa membantu keluarga kita bertahan hari itu. Kita harus bisa bertahan sehari demi sehari.

Kondisi ini tidak akan selamanya, kita pasti akan lewati kok, hanya memang menjadi terasa berat karena kondisi ini tidak merata. Ada yang masih baik-baik saja secara ekonomi, mereka masih bisa belanja sana sini, bahkan ganti mobil. Ada juga yang tidak terusik sama sekali dengan mahalnya harga-harga sembako saat ini, mereka santuy aja, karena jumlah nol di rekening mereka masih berjejer.

Yuk kita fokus pada diri kita.
Saran, kurangi deh scroll media social, karena konten-konten orang lain akan menganggu kita, kita mulai deh merasa bahwa hidup kita stuck dan ga seindah hidup orang lain. Dampaknya kita merasa lemah, merasa gak guna dan makin tenggelam dengan keadaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun