Saya orang yang percaya, impian ibarat bahan bakar kehidupan.
Impian bisa membawa kita melaju dan membawa kita pergi jauh ke masa depan. Impian yang kuat mendatangkan harapan yang besar, harapan yang menghangatkan hati yang sedang berkecamuk, membuka peluang bahwa kita pantas menjadi seseorang yang bahagia.
Ada wejangan yang mengatakan; "Kebahagiaan sejati adalah mensyukuri apa yang ada hari ini, dan tidak membandingkan dengan orang lain". Saya mengamini kalimat ini, namun saya memaknai berbeda, saya bersyukur diberikan pelajaran oleh kehidupan sampai saat ini, namun saya ingin mengakhiri kehidupan saya nanti dengan impian yang saya miliki.Â
Apakah salah memiliki impian?
"Ah anda terlalu berambisi jadi manusia.." celetuk jiwa pesimis.
Apakah ambisi itu dosa? Lalu bagaimana ambisi itu terbesit dalam pikiran, bukankah Tuhan mengizinkan ambisi itu hadir?Â
Angan-angan dan impian itu hadir tidak sekonyong-konyong muncul, itu adalah hasil kristalisasi dari bentuk lain kehidupan yang ingin kita jalani sebagai manusia.
"Kamu yang sekarang aja udah banyak masalah, kenapa gak berfokus menyelesaikan masalah yang ada alih-alih mengejar impian?" Si pesimis menimpali. Betul, hari ini masalah yang ada pun tidak sedikit, masalah rumah tangga, anak-anak, utang, cicilan dan setumpuk masalah lainnya. Namun apakah masalah-masalah itu membuat kita dengan sengaja membekap impian kita? Kita biarkan impian kita mati perlahan-lahan?
Berkhayal dan bermimpi dua hal yang berbeda, kita bebas berkhayal besok akan ada satu kointainer penuh uang datang di depan pintu rumah kita. Kita akan senyum-senyum sendiri sembari menyeruput kopi di teras rumah dengan headset terpasang di telinga.. dan Zonk.
Namun tidak dengan impian. Impian itu bukan tentang khayalan kosong. Bahkan ada rasa takut ketika kita memikirkan menjalani impian itu. Adrenalinnya berbeda. Impian adalah ukuran diri kita di masa depan, eksplorasi potensi yang kita miliki, artinya kita mengukur diri berdasarkan kemampuan kita hari ini.
Memeluk impian agar tidak lepas ternyata jauh lebih sulit dari sekedar merangkai impian itu sendiri.
Saya memiliki impian, meskipun hari ini saya dihimpit kesulitan.
Saya percaya diri ini mampu mencapai impian itu, meski orang terdekat saya merasa saya tidak waras.Â
Bolak balik dia kembali menarik saya untuk sadar akan kondisi kami yang terhimpit, bolak balik dia sadarkan saya akan kewajiban yang tidak sedikit, dia minta saya jalani hidup ini apa adanya tidak perlu neko-neko.
Menjaga impian agar tidak hancur jauh lebih membutuhkan energi, karena kadang pasangan kita pun tidak percaya dengan impian kita.