Dalam 2 hari ini saya mendapatkan banyak pelajaran karakter. Bahwa siapapun memiliki "sisi gelap"Â dalam dirinya, bahkan mereka yang dianggap tokoh dan public figure sekalipun.
Memang, tokoh dan public figure ini juga manusia yang tidak lepas dari hal-hal yang biasa manusia lakukan, seperti marah, menangis, dan bahkan teriak-teriak di publik area.Â
Namun, dengan embel-embel tokoh dan public figure inilah yang kurang bisa saya terima, dimana etika mereka? apakah mereka sadar kalau ada ribuan mata yang melihat tindak tanduk mereka.
Lucu dan menggelitik sih, mereka kadang suka bicara, kesuksesan mereka karena kerja keras mereka. Tapi tingkah lakunya tidak selayaknya orang yang berproses dengan kerja keras. Mereka mau diperlakukan seperti bintang, tapi mereka tidak menunjukan attitude kebintangan mereka.
Mereka yang sering berdiri diatas panggung, memberikan ceramah tentang bagaimana sikap menjadi orang yang sukses pun tidak 100% menjalankan apa yang mereka ucapkan, bisa dikatakan lebih banyk kalimat itu menjadi kalimat pemanis ketika mereka disorot oleh camera.Â
Saya bisa simpulkan, bahwa karakter itu adalah DNA asli. Mereka yang karakter rakus, ditutupi dengan topeng apapun rakusnya tidak akan hilang. Mereka yang pemarah, tidak akan lihat tempat dan waktu, mereka akan marah jika sesuatu yang mereka mau tidak didapatkan.Â
Ini menegaskan bahwa Bicara dan Berbuat, Dua Hal Berbeda.
Dalam dunia public speaking, saya lebih mengapresiasi para praktisi yang "gagap" bicara, karena mereka memang tidak pandai bercakap-cakap, mereka pandai berbuat. Mereka taunya kerja, bukan bicara.
Mereka yang bisa bicara, belum tentu (dan kebanyakan) akan berbuat yang sama seperti yang diucapkan.
Mereka yang pandai melakukan, sering tidak pandai berbicara.
Hmmm..
DW