"Mas makan disini ya, setengah aja.."
Terdengar familiar? Ya itu dialog yang sering saya pakai ketika mampir ke Warteg favorit saya, dulu bisa hampir setiap hari saya makan di warteg favorit saya tapi semenjak pandemi, durasi berkunjung saya paling sebulan 2 sampai 3 kali saja.
Yaa, saya sering memesan makan dengan porsi setengah karena saya mengukur kapasitas mengunyah saya, yaa saya tipe orang yang makan sedikit tapi sering :)
Porsi sebuah makanan biasanya bisa kita ukur dengan kemampuan perut dan tingkat kelaparan kita, jika kita sedang lapar-laparnya dan perut kosong sejak pagi, maka porsi makan kita bisa dua kali sampai tiga kali ukuran porsi normal kita, dan itu wajar sih.
Tapi bagaimana jika porsi pekerjaan kita yang kita takar?
Saya termasuk orang yang memiliki kepribadian mau tuntas, rasanya kalau pekerjaan digantung atau belum tuntas seperti ada yang mengganjal. Tidak puas dan kurang sreg, gemes dan pengen cepet bereskan permasalahannya.Â
Yaa saya sering merasa sikap saya ini cukup menganggu bukan cuma orang lain tetapi saya sendiri, dan kadang saya pun heran karena saya suka sekali memaksakan diri untuk benar-benar sampai selesai sebuah pekerjaan.
"Ingat ada porsi kita ada porsi orang lain.." Seorang sahabat mencoba mengingatkan supaya saya gak terlalu memaksakan diri ikut terlibat dalam project yang berjalan. "Mereka kan anak muda tau lah bagaimana mengerjakannya.." Ujar sahabat saya..
"yaa betul, team saya memang muda tapi kan kerjaan harus digarap supaya bisa selesai cepat."Â
"Iya biarkan aja sih, toh nanti juga beres.."Â bantahnya lagi..
"Betuulll tapi kan.."Â Dan begitu seterusnya saya mencoba membantah setiap ucapan sahabat yang mencoba meminta saya lebih rileks dan tidak terlalu mikirin hal yang orang lain belum tentu mikirin.