Mohon tunggu...
DW
DW Mohon Tunggu... Freelancer - Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Setiap Waktu adalah Proses Belajar, Semua Orang adalah Guru, Setiap Tempat adalah Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ketika Minggu Rasa Senin

27 November 2017   08:47 Diperbarui: 27 November 2017   09:49 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Koq buka laptop lagi..?".. "Janjinya hari minggu ini mau ajak anak-anak renang?".. "Kamu sudah lama gak ke rumah Ibu (mertua), kapan mau kesana? Hari ini aja yuk mumpung kamu libur"..

Jiaaaah itulah kalimat yang keluar dari sang istri ketika melihat suaminya berkutat dengan pekerjaan dihari minggu.

Yaa beberapa orang menerapkan prinsip yang kuat dalam hidupnya, ketika hari libur mereka datang, mereka lepaskan semua atribut pekerjaan mereka, bahkan jika ada telepon masuk dari rekan sekerja pun mereka tidak akan angkat, mereka seolah hidup diplanet lain yang disebut dengan planet libur :)

Pekerjaan adalah Kehidupan, Kehidupan adalah Pekerjaan.Hal ini menjadi dilema buat saya, terlebih dengan status bekerja diindustri pelatihan Sumber Daya Manusia. Kesibukan kami lebih padat diweekend (sabtu dan minggu), dimana permintaan pelatihan lebih banyak disabtu minggu, karena client hanya bisa mengumpulkan karyawannya di saat weekend.

Sebenarnya saya bukanlah orang yang baru terjun didunia pelatihan, ini adalah tahun ke-7 saya ada didunia ini. Dan bukanlah hal yang baru istri saya melihat saya kerja di hari minggu, namun situasinya berbeda. Dalam 2 bulan terakhir ini (Oktober, November) saya hampir tidak ada waktu libur, setiap hari saya kerja, bahkan tidak jarang dalam sebulan hanya 5 hari ada di Jakarta. Dan begitu saya kabari bahwa ada client yang rescheduling dan saya ada di Jakarta sabtu minggu ini, daan akhirnya saya dapat liburrr.. maka air muka istri saya berubah. Dia seperti mendapat bonus, dia senang karena anak-anak bisa seharian dengan ayahnya.

Rencana disusun efektif mungkin, mulai dari olah raga pagi, berenang dan diakhiri dengan kunjungan ke mertua.. hmmmm..

Yang istri saya tidak tahu adalah, saya membawa pekerjaan yang super banyak untuk bisa saya kerjakan dirumah.. saya hanya berpikir untuk segera mencicil pekerjaan, sehingga senin saya bisa lakukan hal yang lainnya. Ada perasaan bersalah ketika melihat istri harus berusaha mengerti dengan situasi saya. Namun pekerjaan ini pun penting bagi saya, pekerjaan ini bukan hanya menghidupi keluarga kami, pekerjaan ini juga menghidupi 2 keluarga lainnya yang menjadi tanggung jawab kami.

Mencoba menghibur diri sendiri dari situasi ini, saya yakinkan diri sata bahwa diluar sana ada jutaan orang yang bernasib sama seperti saya, ketika diperhadapkan oleh situasi Pekerjaan atau Keluarga, dan harus saya kuatkan diri bahwa keduanya penting, tidak bisa dipilih salah satu yang ada adalah bagaimana setiap orang mampu memanage waktu mereka dengan baik. Dan khusus saya, saya orang yang gagal mengelola waktu..

Mungkin karena komitmen saya terhadap pekerjaan atau jangan-jangan karena namanya yang seolah mencerminkan diri bahwa saya orang yang ber"DEDI"kasi terhadap tugas :(

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun