Mohon tunggu...
Dedy Helsyanto
Dedy Helsyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

@dedy_helsyanto

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Bergaya Intelijen

25 Februari 2014   21:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:28 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13933121251758677759

[caption id="attachment_313952" align="aligncenter" width="624" caption="kompas.com"][/caption]

Hanya dalam tinggal hitungan bulan, pileg dan pilpres 2014 akan dilaksanakan. Semua peserta baik partai, caleg maupun capres serta cawapres semakin ketat dan kencang dalam menyiapkan dan melaksanakan strateginya. Tidak hanya sampai disitu, mereka pun berlaku seperti yang dikatakan Tsun Zhu, ahli perang China kenalilah diri mu, kenalilah musuh mu, maka dalam seratus pertempuran kamu tidak akan pernah kalah.

Strategi politik juga jamak dinilai bukanlah apa yang terlihat, tetapi sesungguhnya adalah yang tidak terlihat. Maka para peserta pemilu dalam hal ini, mencoba mencari tahu apa strategi sebenar-benarnya dari para kompetitor atau lawan politik yang ada.

Untuk mencoba mencari tahu itu, menjelang pemilu, menjadi lumrah apabila ada praktek memata-matai lawan politik diantara para peserta pemilu. Ini dapat dilakukan melalui beberapa hal, misalnya saja seperti mengirim utusan untuk menjadi bagaian dari tim sukses atau pemenangan dari lawan politik atau memecah lawan politik dengan membeli info dari orang dalam lawan politik. Dan terlebih dari itu, ada juga yang berpraktek politik seperti intelijen yang professional dengan memasang alat sadap.

Pengintaian Megawati (Ketum PDIP) dan Jokowi (Gubernur DKI Jakarta) yang juga kandidat capres tertinggi dari beberapa hasil survei, merupakan korban dari praktik politik bergaya intelijen yang saya paparkan diatas. Sementara waktu saya menyebut korban, karena belum ada alasan kuat bagi saya menerima argumen kasus yang dialami Megawati dan Jokowi adalah rekayasa atau buatan, karena hemat saya PDIP, Megawati dan Jokowi sampai dengan sekarang berada diatas angin untuk memenangi pemilu. Argumen yang bertentangan dengan saya, terlihat dibuat-buat dan sangat beresiko negatif bagi Megawati dan Jokowi apabila mereka melakukannya.

Praktik politik bergaya intelijen ini bukan hanya dapat dilakukan oleh politisi berlatar belakang sipil semata, tetapi juga dapat dilakukan oleh politisi yang berlatar belakang militer. Karena sejarah perpolitikan Indonesia sendiri, tak terlepas dari campurtangan militer yang dapat dikatakan mempunyai hubungan dekat dengan intelijen.

Masuknya militer sebagai aktor politik dalam sistem pemerintahan,mulai dari yang bersifat sementara sampai dengan pelaksanan sistem pemerintahan oleh militer atau pretorian adalah fakta yang tidak dapat kita nafikkan. Sebagai contoh dapat kita lihat pada tahun 1952 yang dimana konflik petinggi milliter dalam merebut pengaruh Soekarno. Sampai dengan transisi kekuasaan tahun 1965 melalui “Supersemar yang menjadi kotak pandora dan orde baru dibawah kekuasaan Jendral Soeharto tahun 70-80 an yang menduduki lembaga pemerintahan di eksekutif dan legislatif, kita mengenal Ali Moertopo yang banyak berperan dalam politik dengan predikat “bapak intelijen” sampai dengan sekarang.

Dari sejarah tersebut, sampai dengan sekarang beberapa penguasa terkadang juga masih memakai intelijen untuk kepentingan kelompok, golongan atau partainya. Di era reformasi, khususnya kepemimpinan Presiden SBY periode 2004-2009 dan 2009-2014, kita banyak membaca informasi dibeberapai media yang menerangkan SBY dicurigai memakai intelijen untuk mengawasi musuh-musuhnya.Sebagai contoh, dapat dilihat dari informasi yang dilansir surat kabar Australia The Age dan Sidney Morning Herald, bahwasannya SBY dituding mengerahkan intelijen untuk mengawasi gerak-gerik Wiranto dan Yusril Ihza Mahendra. Keduanya pun membenarkan berita tersebut dan mengaku kerap dimata-matai intelijen dalam menjalankan aktivitas, terutama menjelang musim politik pada 2004 lalu.

Hal ini pun diungkapkan oleh Gus Choi yang mengatakan “Saya sebelum dipecat di komisi I yang membidangi intelijen. Setelah Pak Susanto, kepala intelejen yang sekarang disuruh lebih banyak mengurus politik bukan untuk menjaga negara, hal itu yang membuat situasi bangsa menjadi kacau.”Pendapat Gus Choi ini juga sejalan dengan yang dikatakan sebelumnya oleh mantan Ketua BIN, Hendro Priyono “Intel zaman Pak Harto dan sekarang sama saja. Orangnya dia-dia juga."Hendro Priyono juga menambahkan, “dua per tiga dari keseluruhan intel negara masih merupakan wajah lama dan masih aktif sampai sekarang. Sepertiganya baru diisi oleh orang-orang baru. Dan yang mengetahui pola, dan teknik masih orang yang sama.” Dan Hendro Priyono berpesan, pemerintahan sekarang tidak boleh menggunakan kekuatan intelijen negara untuk memata-matai lawan-lawan politik.

Budaya politik ala Machavelli yang menghalalkan segala cara dengan memanfaatkan lembaga negara harus dihentikan.Badan intelijen haruslah diletakkan dengan posisi sebagai profesional yang menjalankan tugas untuk kepentingan umum, masyarakat banyak atau negara. Sikap dan keputusan seperti penolakan keterlibatan lembaga sandi negara dalam pemilu 2014 merupakan good wiil yang terus musti dikembangkan.

Di alam demokrasi, praktek pengintaian dan penyadapan terhadap Megawati dan Jokowi tidaklah bisa di tolerir. Praktek pengintaian dan penyadapan sendiri hendaknya dilakukan pada suatu hal yang mengancam keamanan nasional,seperti teroris, koruptor dan pengkhianat negara lainnya. Disinilah negara mempunyai hak untuk mengintai dan menyadap mereka agar mengetahui jaringan serta elit yang berperan. Bukan seperti sekarang, teroris langsung ditembak mati dan koruptor yang berada dibawah partai penguasa atau bahkan punya hubungan darah dengan penguasa mendapatkan perlindungan.

Megawati dan Jokowi yang tidak mengancam keamanan nasional harus dilindungi hak asasi nya. Para lawan politik Megawati dan Jokowi, siapa pun itu tidak dibenarkan melakukan pengintaian atau penyadapan, hanya dengan alasan untuk membaca strategi politik mereka. Berpolitiklah secara santun, karena mengintai dan menyadap strategi lawan politik bukanlah satu jaminan yg pertama dan utama memenangkan hati serta suara rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun