Mohon tunggu...
Dedy Helsyanto
Dedy Helsyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

@dedy_helsyanto

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ridwan Kamil Menolak Halus Deddy Mizwar Melalui Instagram?

11 April 2017   11:42 Diperbarui: 11 April 2017   19:30 7509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Akun instagram Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil selalu ramai dikomentari netizen. Namun pada, Senin (10/4) kemarin, keramaian akun Kang Emil, sapaan akrabnya bukan disebabkan dari banyolannya yang senantiasa menyinyir kaum jomblo. Tetapi, Kang Emil memposting foto komedian yang pernah aktif di OVJ dan kini di Ini Talkshow yakni Entis Sutisna alias Sule.

Foto Sule yang diposting Kang Emil, bak pejabat negara. Pada foto tersebut, Sule memakai jas dan peci hitam serta dasi yang berwarna merah dengan background bendera Merah Putih. Di postingan ini Kang Emil bertanya kepada netizen yang bunyinya “Kalo saya berpasangan ama Kang Sule gimana? *survei”. Pertanyaan ini lumrah adanya, mengingat Kang Emil merupakan salah seorang bakal calon Gubernur di Pilkada Jawa Barat 2018 nanti.

Banyak dari kita, termasuk saya awalnya mengira ini hanya becandaan dari Kang Emil. Namun, saya teringat bahwasannya politik itu dapat diartikan sebagai bahasa yang penuh simbol. Dari situ pun muncul pertanyaan apa arti di balik postingan Kang Emil ini?.

Nama aktor atau komedian yang dihubungkan dengan Kang Emil sesungguhnya tidak hanya Sule seorang. Ada nama lain yang cukup gencar diberitakan akan berpasangan dengan Kang Emil, ialah Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar atau yang biasa disingkat Demiz (Incumben). Namun dari penelusuran yang dilakukan, antara Sule dan Demiz ini lebih banyak mempunyai posisi yang berbeda dalam hubungannya dengan Kang Emil di Pilkada Jawa Barat nanti. Apa bedanya?. Kita bahas Sule terlebih dahulu.

Munculnya nama Sule di Pilkada Jawa Barat, bukan pertama kalinya. Pada tahun 2012, Sule juga pernah ditawari oleh berbagai pihak atau partai politik (parpol) untuk ikut dalam kontestasi. Namun, Sule yang sering menjadi juru kampanye (jurkam) di beberapa pilkada, seperti Purwakarta dan Tasikmalaya dengan tegas menolaknya. Pada waktu itu Sule mengatakan "Memang ada beberapa pihak yang menawari saya menjadi bakal cawagub. Tapi saya nggak berminat sebab tugas gubernur dan wakil gubernur itu berat”, katanya.

Menjelang Pilkada Jawa Barat 2018 ini juga, Sule yang namanya masuk di berbagai hasil survei masih tetap pada pendiriannya, yakni menolak untuk dicalonkan. Sule menjelaskan, penolakannya dilatarbelakangi rasa syukur terhadap pekerjaannya sekarang sebagai komedian. Selain itu Sule juga menerangkan telah belajar dari pengalaman sahabat-sahabat komediannya yang terjun ke dunia politik, seperti Andre Taulany dan Dicky Chandra. Lalu bagaimana dengan Demiz?.

Sebelum mengungkap perbedaan antara Sule dan Demiz dalam Pilkada Jawa Barat, kita lihat dulu secuil persamaan diantara keduanya. Pada Pilkada Jawa Barat 2013, Pengamat Politik, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (Aher) harus berterima kasih kepada Sule dan Demiz. Alasannya kedua aktor tersebut sangat membantu mendongkrak popularitas Aher dari pesaingnya ketika itu. Meskipun Sule dan Demiz mempunyai kelebihan untuk memenangkan calon gubernur, yang membedakannya ialah Sule masih tetap tidak berhasrat untuk berkuasa atau menjadi politisi tulen.

Sedangkan Demiz mempunyai garis pembeda yang terang benderang dengan Sule. Ini terlihat misalnya, ketika Kang Emil didukung oleh NasDem dan menyatakan siap berlaga di Pilkada Jawa Barat, Demiz yang diminta responnya oleh awak media, awalnya mengatakan tidak mau ikut-ikutan atau latah dahulu dan ingin fokus menyelesaikan tugasnya.

Menjadi lucu, tak lama berselang, Demiz menceritakan ketika bertemu dengan Presiden Jokowi, Demiz mengatakan kesiapannya jika berpasangan dengan Kang Emil, meskipun dalam suasana yang bercanda. "Saya bercanda dengan Pak Jokowi kemarin, beliau nanya bagaimana Pilgub. Menurut saya (kepada Joko Widodo) dari hasil survei saya dengan Kang Emil (Sapaan akrab Ridwan Kamil) tertinggi kalau kita bareng-bareng, jangan-jangan lawan kotak kosong," kata Demiz. Tak berhenti di situ, Demiz pun mengatakan, posisinya masih cair, belum ada yang pasti Siapa Jabar 1 dan Jabar 2 nya.

Naluri politisi Demiz juga terlihat dari sikapnya kepada parpol. Demiz tentu mengetahui bahwa Gerindra dan PKS mengaku “tutup pintu” untuk Kang Emil dan berencana akan mencalonkan kadernya atau Demiz sendiri. Menanggapi hal ini, Demiz pun mengayunkan perannya dengan menyatakan siap untuk dicalonkan. Dalam politik pandangan inkonsisten atau anomali seperti ini adalah hal yang biasa.

Yang menarik, Kang Emil dapat dikatakan amat jeli membaca kondisi ini. Melalui postingannya Kang Emil terkesan ingin menyampaikan pesan kepada calon pasangan, pemilih dan parpol pendukungnya. Sebagai pembuka atau awal, Kang Emil mengangkat nama Sule terlebih dahulu. Dari nama ini, peta politik, psikologis pendukung dan nama bakal pasangan calon,  yang dituju amat mendekati kepada Demiz yang rencananya di dukung PKS dan Gerindra. Ini berseberangan dengan Kang Emil yang dikabarkan akan didukung oleh parpol pendukung pemerintah atau bahasa media oleh Istana.

Analisis yang sederhana ini mungkin saja banyak salahnya atau banyak benarnya. Bisa saja lebih banyak benarnya daripada salahnya. Namun yang pasti, bahasa atau simbol politik di Pilkada Jabar yang ditunjukan oleh Kang Emil, Sule dan Demiz dengan rasa ringan, keninian serta bernas sangat menarik untuk terus diikuti.

Terakhir, kita akan mengetahui apakah Kang Emil memang menolak Demiz secara halus, atau justru Kang Emil akan memposting foto Demiz nantinya?. Hanya waktu yang dapat menjawab. Namun yang mesti diingat adalah Jurgen Habermas dalam The Structural Transformation of The Public Sphere (1991) mengatakan dalam konteks dunia kehidupan politik, kesadaran yang dibangun di dalamnya adalah kesadaran berhadapan dengan objek dan aktor-aktor politik lainnya di dalam ruang publik politik, yang di dalamnya dihasilkan aksi, persepsi dan opini-opini politik. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun