[caption id="attachment_220248" align="aligncenter" width="464" caption="viva.co.id"] [/caption]
Sebenarnya bukan hal yang mengejutkan ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan cekal dan menetapkan status tersangka terhadap Menteri Pemuda Olahraga (Menpora) yang juga kader partai Demokrat Andi Alfian Mallarangeng (AAM) dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pusat pelatihan olahraga Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Penetapan tersebut didasarkan pada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang menduga AAM melakukan beberapa pelanggaran undang-undang, yaitu:
1.diduga membiarkan Sekretaris Menpora ketika itu Wafid Muharram melaksanakan wewenang Menpora. Wafid menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Andi. Tindakan Wafid itu diduga melanggar PMK 65/PMK.02/2012.
2.AAM juga membiarkan Wafid menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 50 miliar tanpa ada pendelegasian dari Andi. Tindakan Wafid dinilai melanggar Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Atas tindakan membiarkan itu, Andi kembali dianggap melanggar PP Nomor 60 Tahun 2008.
BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan berbagai pihak dalam proyek Hambalang. Indikasi kerugian negara sampai pemeriksaan per 30 Oktober 2012 mencapai Rp 243,66 miliar. Dari pelanggaran yang dilakukannya, AAM pun terancam kurungan penjara 20 tahun lamanya dan denda Rp. 1 miliar.
KPK Terlambat
AAM ditetapkan sebagai tersangka 16 bulan atau hampir 1,5 tahun lamanya terhitung dari awal proses penyelidikan yang dilakukan KPK sejak Agustus 2011, atau pada masa pimpinan KPK Jilid II. Selanjutnya tepat pada 3 Desember 2012, pencekalan dan penetapan Andi sebagai tersangka baru diputuskan. Beberapa pihak menilai, keputusan ini seolah cukup menghabiskan waktu lama dan kental dengan maksud lain. Padahal dengan pemberitaan yang sangat massif di media dan menyentuh dugaan korupsi dilakukan oleh Kementrian, penanganan kasus ini dapat dijadikan prioritas oleh KPK.
Pengamat hukum Universitas PattimuraAmbon, George Lease, berpendapat "Sebenarnya terlambat keputusan yang diambil KPK itu, karena saat mantan bendahara umum DPP Partai Demokrat, M Nazaruddin, menyampaikannya sudah harus disikapi," Pertimbangannya dengan tetap menjunjung tinggi azas praduga tidak bersalah, namun kerugian negara miliaran rupiah proyek Hambalang itu proses hukumnya seperti kasus Bank Century.
"Jadi sebenarnya setelah dibeberkan nama sejumlah oknum diduga terlibat korupsi proyek Hambalang, maka KPK sudah harus bersikap sesuai tugas pokoknya,"
Skenario SBY
Penilaian keterlambatan KPK ini, banyak menimbulkan spekulasi. Hal ini didasarkan pada anggapan, banyak kasus yang ditangani KPK adalah skala kelas teri, dan mempertanyakan kasus kelas kakap yakni Century, yang sebenarnya klo diungkap, dapat dijadikan momentum pemberantasan korupsi mulai dari akarnya di negri ini. Ditambah lagi sebagian masyarakat menlai, dalam menangani satu kasus korupsi, KPK terkesan juga tidak menyelesaikan sampai ke akar-akarnya, ini terlepas dari keterbatasan KPK. Tetapi bicara good wiil KPK dan ekspektasi publik yang sudah sangat benci dengan korupsi, tidak bertemu frekuensinya.
Mungkin hampir semua dari kita mengingat janji Ketua KPK, Abraham Samad, yang mengatakan akan menuntaskan kasus century tepat pada waktu 1 tahun kepemimpinannya, namun sampai sekarang kita belum melihat tanda-tanda yang kuat untuk hal itu, KPK banyak dinilai terbawa atau dibawa dalam kegaduhan politik.
Maka tak ayal maksud lain dari penetapan status tersangka AAM, dianggap sebagai skenario SBY untuk pemilu 2014. Tingkat kepercayaan publik terhadap partai Demokrat sangat menurun dikarenakan beberapa kasus korupsi yang melibatkan kadernya, sebut saja Nazaruddin dan Angelina Sondakh. Ditambah lagi ketidakakuran antara SBY dan Anas Urbaningrum selaku Ketua Partai Demokrat. Mengingat pemilu 2014 akan dilakukan kurang lebih 1,5 tahun, menjadi rasional apabila SBY melakukan 2 hal, yaitu:
1.tindakan bersih-bersih dalam partainya, membuktikan kepada publik tentang komitmen anti korupsi dari partai Demokrat dan pemerintahannya
2.dan menyingkirkan siapa pun yang hendak menjadi matahari selain dirinya di atap demokrat.
Skenario tersebut dimulai dari pencekalan dan penangkapan AAM.
Membanggakan status Andi
Berbeda dari koleganya seperti Nazzarudin, Angelina Sondankh dan Anas Urbaningrum (AU), yang ketika namanya dilibatkan dalam dugaan kasus korupsi atau pelanggaran hukum, mereka dengan seribu alasan dan berbagai sumpah, mulai dari pocong dan monas, berkelit dan menolak namanya dilibatkan. AAM justru kebalikannya, ia mengambil sikap yang tenang dan terkesan dengan penuh kesiapan, tegar menghadapi masalah ini, alhasil pujian relatif lebih banyak datang ke AAM ketimbang KPK.
Di partai demokrat, AAM memang tidak dikenal prestasinya, di Menpora pun sama. Akan tetapi, siapa elit atau beberapa lapisan masyarakat yang tidak mengenal AAM dengan “Keloyalan” nya terhadap Istana atau SBY? Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie M. Massardie dan pengamat hukum Universitas Islam Negeri, Andi Syafrani, pernah mengatakan AAM adalah putra mahkota atau putra kesayangan SBY, ini didapat AAM karena keloyalannya yang siap pasang badan pada masa menjadi juru bicara (Jubir) SBY tahun 2004 lalu, karena itu AAM dihadiahi jabatan Menpora oleh SBY. Dengan posisi bargaining seperti itu, Adhie dan Syafrani menganggap KPK tidak akan mudah menangkap AAM, dan dugaannya salah, justru kita pun diherankan dengan fakta lapangan, pencekalan dan penetapan AAM sebagai tersangka tidak di gubris dengan perlawanan dari AAM sendiri maupun pihak Istana. Disinilah loyalitas AAM kembali terlihat.
Loyalty is faithfulness or a devotion to a person or cause. Dalam politik setia pada person yang berposisi sebagai patron itu wajar-wajar saja. Dalam suatu model persaingan politik yang zero sum game, faksi-faksi politik mengerucut pada loyalitas person. Dalam soal loyalitas, pemimpin sekaliber Nelson Mandela pun mengaku mengharapkannya.
Dan inilah yang sedang dilakukan AAM untuk SBY dan Demokrat. Dan disini juga lah skenario bersih-bersih dalam tubuh Demokrat sudah dimulai. Kita pun dapat bersiap terperangah dengan kejutan dari skenario bersih-bersih ala SBY ini. Mungkinkah AU akan mengikuti jejak yang sama seperti AAM, ataukah AU akan mundur dengan skenario Kongres Luar Biasa? Namun yang jelas sekarang, segelintir pihak membanggakan status tersangka dari AAM, karena kepentingan yang lebih besar.
Ini semua semata-mata hanya untuk satu tujuan, memenangi pemilu 2014 dan melindungi rezim yang diduga banyak melakukan kekeliruan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H