Mohon tunggu...
Dedy Helsyanto
Dedy Helsyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

@dedy_helsyanto

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Pak Beye dan Istananya Bisa Ditawar

13 Agustus 2010   09:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:04 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_225202" align="alignright" width="199" caption="Ilustrasi/Admin (Dok. Kompasiana)"][/caption]

Launching buku karya Wisnu Nugroho beberapa waktu lalu yang berjudul “Pak Beye dan Istananya” mempunyai kesan tersendiri, terutama bagi para kompasianer dirumah sehat ini. Dukungan dalam bentuk tulisan sangat banyak ditujukan kepada mas Inu (sapaan akrab) oleh para kompasianer, ada pula beberapa kompasianer yang kecewa kepadanya (mas Inu) berdasarkan satu pandangan yang berbeda tentunya. Ini hal wajar, mas Inu pun dapat menyikapinya dengan bijak masalah penilaian ini.

Setelah pelaksanaan launching bukunya, mas Inu kebanjiran undangan dari berbagai media (terutama televisi) untuk sedikit tanya jawab tentang bukunya yang dinilai akan fenomenal oleh Effendi Gazali (pakar komunikasi media). Buku yang sedikit unik ini di prediksi akan melebihi ketenaran dari buku “Gurita Cikeas” yang kontroversial beberapa waktu lalu, alasannya buku mas Inu menyajikan satu hal yang tidak penting, tapi tetap penting tentang seluk beluk Pak Beye dan Istananya yang mungkin banyak orang tidak tahu kondisi sebenarnya dibalik kesempurnaan dari berita yang biasa disajikan oleh media kebanyakan, dan buku ini pun berbeda dari buku-buku lain yang juga berbicara tentang Istana Kepresidenan yang sudah ada.

Mas Inu pun sempat ikut-ikutan curhat seperti ala Pak Beye dirumah sehat ini, curhat ini malah terkesan lucu dibalik sosok profesional dirinya sebagai wartawan istana yang biasa berhadapan dengan para pejabat eselon di istana. Ternyata mas inu pun punya rasa grogi yang berujung pada sakit perut seperti para kompasianer lainnya, saat diwawancara perihal bukunya oleh presenter terkenal yang namanya sudah tak asing lagi ditelinga kita, mungkin karena dia (mas Inu) biasa mewawancara, tapi pada satu saat diwawancara, mungkin tak terbiasa.

Kabar mengejutkan pun saya peroleh dari tulisan kompasianer lainnya, dalam tulisannya, dia menceritakan betapa sulitnya mendapatkan buku mas inu tersebut, dengan analisa kemungkinan buku tersebut sudah diborong oleh seseorang atau beberapa orang yang punya kepentingan terhadap buku tersebut. Rasa penasaran yang sangat besar hadir dalam benak saya yang notabenenya belum membaca isi buku mas inu pada waktu itu. Bayangan saya melayang kepada peristiwa yang dialami media cetak ternama, yang dalam terbitannya memublikasikan artikel berjudul rekening polisi gendut, lalu saya bertanya apakah buku mas inu akan mengalami hal yang sama. Tetapi logika saya menolak , karena buku ini hanya menampilkan persepsi berbeda dan unik tentang pak beye dan istananya. Dan saya pun berusaha untuk membuktikannya.

Pembuktian pun saya lakukan, saya mengunjung toko buku yang mas inu tunjuk dimana para kompasianer bisa mendapatkan bukunya tersebut. Toko buku yang ditunjuk mas inu langsung saya kunjungi, dan ternyata bukunya mas Inu berserakan karena kebanyakan, bisa dikatakan merem saja kita bisa dapatkan bukunya mas inu yang terjual bebas dan lepas di toko buku yang terkenal itu. Saya menyimpulkan mungkin penyebaran buku mas inu belum merata di seluruh toko buku yang ada di Indonesia.

Yang unik lagi dari buku mas Inu, ternyata buku itu bisa ditawar sebelum kita membelinya. Mana mungkin bukunya mas inu bisa ditawar apabila dijual ditoko buku yang terkenal tersebut. Tawar menawar biasa terjadi hanya dipasar atau di tempat-tempat tertentu yang identik lebih tradisional. Saya pun sudah membuktikannya kemarin, saat saya jalan-jalan sore sambil menunggu waktu berbuka, ada pandangan unik disekitar taman menteng. Dipinggir jalan taman menteng ada sebuah lapak yang menjual koran dan majalah, uniknyanya buku Pak Beye dan Istananya karya mas Inu turut hadir meramaikan beberapa buku yang dipajang oleh abang tukang loper tersebut.

Lalu saya bertanya berapa harga buku yang covernya berwajah pak beye itu, harga yang disebutkan abangnya sedikit lebih mahal dari harga yang dibandrolkan di toko buku terkenal yang tak bisa ditawar harganya. Setelah beberapa menit tawar menawar, akhirnya abangnya membuka harga buku tersebut yang sebenarnya berasal dari penerbit. Abangnya juga menambahkan informasinya, bahwa pak beye dan istananya tersebut sudah terjual sebanyak 5buku, dan itu dengan harga penjualan yang berbeda, dan keuntungan yang berbeda pula tentunya.

Dengan dipajangnya buku Pak Beye dan Istananya dipinggir jalan, dapat membantu para peminat buku tersebut untuk mendapatkannya dengan mudah, tanpa harus memarkirkan kendaraannya di toko buku yang tak bisa ditawar, ditambah juga PPN dan biaya parkir yang cukup lumayan. Selain itu buku mas Inu juga membantu meningkatkan pendapatan dari para abang loper koran dipinngir jalan, yang keuntungannya hanya seberapa dibanding toko buku terkenal.

[caption id="attachment_225209" align="aligncenter" width="300" caption="Pak Beye dan Istananya yang siap ditawar"][/caption]

[caption id="attachment_225211" align="aligncenter" width="300" caption="Si Abang Loper koran sedang menghitung pendapatannya"][/caption]

[caption id="attachment_225214" align="aligncenter" width="300" caption="Abang Lopernya malu-malu nih..."][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun