Mohon tunggu...
Deddy Rusdiana
Deddy Rusdiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Entrepreneur yang sedang belajar

pengajar, penulis entrepreneur, muslim,\r\ndeddyrus@gmail.com/pin bb: 2783A4CB \r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kalut (2)

2 September 2014   22:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:48 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Selepasnya dari pendidikan SMA intan di hadapkan pada keputusan yang sulit. Berbekal nilai uan yang tinggi sebenarnya banyak perguruan tinggi yang menawarinya program pendidikan berbiaya murah.  Jurusan Bahasa Inggris sebenarnya menjadi program studi yang sangat intan  idam idamkan, Namun karena masih memiliki dua orang adik yang masih duduk di bangku sekolah sepertinya keinginan  itu harus di pendam dalam dalam dulu saat ini.

“kak gimana rencanamu selanjutnya. Apakah kamu masih mau sekolah ?”

ujar ibunya saat menemani intan menonton televisi serial india yang menceritakan legenda pewayangan.

“Ndak tahu bu?” jawabnya singkat.

“ kalo kamu ingin bekerja kemarin saat ibu berjualan di pasar ada yang nawari kamu bekerja lho” lanjut ibunya. “ oh ya bu. Dimana ? jadi apa ? kapan ?” jawab intan sambil mengalihkan perhatian pada pembicaraan dengan ibunya.

“kemarin bu kartika yang punya restoran steak di jakarta menawari kamu siapa tahu kamu mau jadi karyawannya dia” ,

“ pertamanya sih jadi pelayan sambil diajari berbagai macam tugas, nanti setelah kamu bisa semua baru kamu akan dijadikan kasir karena kemarin ibu ceritakan nilai uan mu tinggi”

“ kalo ibu sih pinginnya kamu kerja nak, bantu ibu untuk membiayai sekolah adik adikmu” jelas ibunya.

Mendengar ucapan ibunya intan diam membisu seolah ingin menyudahi pembicaraan antara mereka berdua. Malam itu menjadi malam yang meresahkan pikiran intan, Mencoba untuk memejamkan mata namun semakin di paksa terpejam semakin sulit untuk tertutup. Masih terngiang Percakapan tadi malam dengan ibunya yang membuat pikirannya semakin kacau.

Hari ini aktivitas pagi intan di mulai dengan membantu ibunya membawa jualannya menuju pasar untuk berjualan tempe. Sebanyak 50 bungkus besar tempe di bawa menggunakan keranjang besar yang di tempatkan di sisi sepedanya yang di kayuh menuju pasar yang terletak tak jauh dari rumahnya.

Hari ini beda dengan hari hari biasanya mereka berjualan, matahari sudah berada tepat di atas kepala namun tempe yang ada di lapak ibunya masih bersisa separuh dari pertama kali mereka membawa dari rumah.

“Biasanya sebelum jam menunjukkan pukul 12.00 wib dagangan ibu sudah habis tapi hari ini berbeda ternyata menjadi seorang pedagang sangatlah sulit” gerutu intan dalam hati.

Sambil menunggu pembeli tempe yang semakin siang semakin sedikit pengunjung pasar tempat mereka  berjualan bahkan beberapa lapak penjual sudah tutup . di sela penantian mereka menunggu pembeli tampak seorang ibu cantik berjilbab mendatangi lapak mereka.

“assalamualaikum, koq masih banyak dagangannnya bu?” Tanya ibu berjilbab tadi.

“ walaikumsalam, koq siang bu iya nih masih ada separuh.”

“eh intan kenlkan ini bu kartika yang ibu kenalkan kemarin” Jawab ibunya .

“ini anak saya yang kemarin saya ceritakan, namanya intan” lanjut ibu mengenalkan intan.

“selamat ya intan kata ibumu kamu dapat nilai uan tertinggi di sekolah” kata sang ibu cantik berjilbab yang ternyata beliau adalah sosok ibu kartika yang mereka bicarakan kemarin.

“makasih bu” jawab intan singkat.

“ bagaimana bu apakah anaknya minat kerja di restoran steak milik ku ?” Tanya bu kartika mengingatkan topik yang pernah dibicarakan.

“saya mau bu bekerja di restoran ibu“ timpal intan memotong pembicaraan antara ibunya dengan bu kartika

“maafkan anak saya bu, kemarin sudah kami bicarakan namun intan sendiri yang menjawabnya”

“Alhamdulillah intan bersedia bu” lanjut ibunya

“ok kalo begitu besok mulai bekerja ya ini alamat nya, bu aku ambil semua tempenya deh” sambil menyodorkan kartu nama alamat restorannya berada ibu cantik berjilbab yang rapah pun meninggalkan mereka berdua dengan membawa tempe yang di beli dari ibu intan.

Selama perjalanan pulang intan dan ibunya tidak terlibat pembicaraan sepatah katapun, Ibunya pun tidak berani bertanya tentang perasaan intan   Seolah dia tahu perasan anaknya yang kurang bahagia dengan keputusan yang diambil oleh intan . Dalam perjalanan menuju pulang di balik diamnya intan mengayuh sepedanya pikirannya terlihat sedang memikirkan banyak hal.

“peristiwa siang ini tadi mungkin adalah jawaban allah atas pertanyaanku apa yang harus ku ambil terhadap jalan hidupku”.

“Di mulai dengan belum habisnya dagangan kami, sampai kedatangan bu kartika dengan memborong tempe buatan ibu”.

“Maka kuatur hati dan pikiranku, kubulatkan tekat untuk bekerja membantu ibu dan menyekolahkan adik adikku dalam otakku biarkan aku tidak sekolah namun adikku harus tetap maju sekolah untuk kehormatan keluarga ku” gumam intan dalam hati selama  perjalanan pulangnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun