Lalu, Irja juga punya peran penting dalam menarik perhatian pemain bertahan lawan. Ketika para bek terlihat awalnya fokus ke Ezra Walian dan Witan, Irja mulai mencoba membawa bola lebih lama, agar pemain bertahan lawan mulai mengubah titik fokusnya.
Mungkin, dalam turnamen ini, Irja akan cukup sulit untuk mencetak banyak gol seperti yang dia lakukan di Liga 1 musim ini (2021/22). Tetapi, dalam kontribusi yang kompleks, Irja masih sangat memungkinkan untuk dibutuhkan Shin Tae-yong.
Ketika ada harapan bahwa Indonesia perlu menduetkan Ramai dan Witan di lini sayap Indonesia, saya justru berpikir bahwa Irja-lah yang bisa menjadi duet Witan di sektor ini. Mengapa begitu?
Karena, gaya bermain Ramai hampir 11-12 dengan Witan. Faktor usia yang sama-sama masih muda, membuat keduanya terkadang cenderung menghambur-hamburkan tenaga.
Itu yang menurut saya tidak bagus. Karena, turnamen ini hanya punya minimal empat laga.
Kalau satu di antara Witan dan Ramai cedera, Indonesia kehabisan stok pemain yang karakternya pengacak-acak pertahanan lawan. Itulah kenapa, Witan dan Ramai harus dimainkan dengan porsi yang berbeda.
Jika melihat faktor jam terbang di timnas, Witan lebih banyak dibanding Ramai. Maka, Witan paling memungkinkan untuk menjadi langganan tim utama
Ramai bisa dimainkan di babak kedua. Tujuannya adalah penyegaran di lini depan Pasukan Garuda, sekaligus menjadikan Ramai sebagai Kartu As baru.
Baca juga:Â Son, Kartu As Tottenham Lainnya
Tim yang ingin menang dalam fase-fase krusial, terutama dalam turnamen yang berjadwal singkat ini, sangat perlu adanya pemain yang menjadi Kartu As. Kartu As ini bisa ada sejak babak pertama, juga bisa ada di babak kedua.
Menurut saya, Indonesia sudah cukup punya stok pemain yang bisa menjalankan perannya sebagai pemain pengejut bagi lawan di babak pertama. Witan, Evan Dimas, Ricky Kambuaya, hingga Rachmat Irianto bisa menjadi kejutan.