Timnas Indonesia turut memanfaatkan jeda internasional FIFA dengan menjalani pertandingan uji coba melawan Timnas Afghanistan di Stadion Gloria Sports Arena, Antalya, Turki. Uji coba ini dalam rangka persiapan timnas asuhan Shin Tae-yong ke Piala AFF 2021.
Di atas kertas, Indonesia berada di bawah peringkat Afghanistan. Namun, di atas lapangan, permainan Evan Dimas dkk tidak di bawah lawan.
Justru, Indonesia cenderung mampu bermain dengan penguasaan bola yang tinggi. Mereka tidak gentar menghadapi permainan simpel Afghanistan yang sepertinya sudah mengantisipasi perkembangan permainan Indonesia.
Itu bisa dilihat dari permainan Afganistan yang cenderung pasif di awal laga, sedangkan Indonesia berupaya mengontrol jalannya pertandingan. Ini bisa saja karena evaluasi dari laga uji coba melawan Afghanistan pada 25 Mei 2021.
Saat itu, Indonesia kebobolan cepat di menit ketujuh, dan harus tertinggal 3-0 dari Afghanistan. Ini yang perlu dihindari para pemain Indonesia di laga ini, agar mereka tidak lagi merusak sendiri ritme permainan yang ingin mereka bangun.
Babak pertama pun dilalui Indonesia dengan cukup baik, walau masih ada banyak kekurangan. Kekurangan itu adalah efektivitas serangan.
Indonesia yang mengandalkan trio Dedik Setiawan, Egy Maulana Vikri, dan Witan Sulaeman di lini serang, sebenarnya punya beberapa peluang. Dedik punya dua peluang, dan Witan punya satu peluang.
Namun, peluang-peluang itu masih gagal menemui sasaran. Padahal, Indonesia sebenarnya cukup kesulitan menembus pertahanan lawan. Maka, seharusnya mereka tidak menghamburkan peluang itu seperti yang dikatakan komentator, Bung Kusnaeni saat jeda.
Pada babak kedua, Indonesia kembali tampil dengan mengambil inisiasi serangan. Serangan dari kanan dan kiri diupayakan, termasuk dari tengah.
Namun, pertahanan Afghanistan masih sigap. Mereka juga masih bermain praktis dalam bertahan dan memanfaatkan postur tubuh yang besar untuk beradu badan dalam merebut bola.
Itu yang membuat beberapa kali, para pemain Indonesia tidak mendapatkan tendangan bebas. Salah satu pemain yang terlihat apes adalah Dedik yang sejak babak pertama terus mendapatkan tantangan adu badan dari bek-bek Afghanistan.
Pilihan Shin Tae-yong sebenarnya tepat dalam memilih Dedik. Karena, postur badannya sedikit lebih tinggi dan lebih besar dari Kushedya Yudo, sehingga dia masih bisa bertarung dengan bek lawan.
Hanya saja, beberapa kali wasit menganggap itu masih sebatas 'body charge' bukan sepenuhnya pelanggaran.Â
Kalau kita sering menonton pertandingan sepak bola di English Premier League, kita paham seperti apa kira-kira adu badan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran.
Tentu saja, bagi pendukung timnas Indonesia itu menyebalkan. Karena, bisa saja dari sekian adu badan itu ada yang sebenarnya sudah cenderung pelanggaran.
Namun, apa yang sudah ditetapkan wasit, pemain tidak bisa terus menggerutu. Mereka harus langsung bangkit dan bertarung lagi.
Itulah yang ditunjukkan para pemain Indonesia. Mereka terus berupaya bermain sesuai taktik maupun situasi permainan di lapangan.
Kemudian, Shin Tae-yong juga membuat pergantian pemain dengan menarik keluar Egy, Dedik, dan Evan. Pemain yang masuk adalah Irfan Jaya, Ezra Walian, dan Kadek Agung.
Pergantian itu juga membuat perubahan kapten tim, yang awalnya diemban Evan kemudian diamanahkan ke Asnawi.Â
Sebenarnya, Asnawi sempat terlihat sudah kurang bugar setelah berduel di sisi sayap kanan. Namun, dengan ban kapten melingkar di lengan, dia seperti kembali mempertahankan determinasinya.
Afghanistan juga melakukan pergantian pemain. Salah satunya memasukkan Omid Popalzay.
Pemain ini yang kemudian terlihat seperti memberi angin segar kepada permainan Afghanistan yang sebenarnya cenderung stagnan. Namun, Popalzay yang sebenarnya adalah gelandang, seperti mendapatkan instruksi untuk bermain sebagai penyerang bayangan dari lini kedua.
Dua kali Popalzay menebar ancaman ke gawang Muhammad Riyandi dengan memanfaatkan bola silang dari sisi kiri, atau sisi kanan Indonesia. Sampai peluang ketiga yang dia dapatkan berhasil menjadi gol.
Gol yang dirayakan dengan sukacita, karena ini seperti pertandingan yang sangat berarti bagi Afghanistan. Ditambah, ini juga digelar dalam kalender FIFA, maka siapa yang menang akan punya torehan kumulasi poin yang mungkin bisa mengubah peringkat.
Sedangkan, bagi timnas Indonesia, ini adalah kejutan yang mengecewakan. Mereka sebenarnya tampil cukup berimbang atau malah cukup banyak mengambil inisiasi serangan, namun harus kebobolan di menit 85.
Lima menit akhir ditambah lima menit tambahan waktu ternyata tidak cukup untuk Indonesia menyamakan kedudukan. Skor pun tetap 1-0 untuk kemenangan tim asuhan Anoush Dastgir.
Lalu, apa yang membuat Indonesia harus kalah lagi dari Afghanistan?
Sebenarnya, jika dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya, Indonesia cenderung sudah lebih siap dalam memainkan pertandingan ini.Â
Mereka tidak grogi di awal laga, dan mereka juga bisa membangun serangan serta menciptakan peluang berbahaya di babak pertama.
Hanya saja, penyakit boros peluang masih ada di lini depan tim Indonesia. Nahasnya lagi, lini keduanya juga terlihat kurang berani membawa penguasaan bola sampai di dekat kotak penalti dan menempati ruang-ruang kosong di area pertahanan lawan saat menyerang.
Sehingga, permainan Indonesia saat menyerang cenderung konservatif. Hanya mengandalkan tiga penyerangnya untuk membongkar pertahanan lawan di dalam kotak penalti.
Pada babak kedua, sebenarnya lini kedua sudah mulai mendukung lini serang untuk maju. Baik saat menyerang maupun bertahan dengan garis tinggi.
Namun, yang membuat Indonesia kemudian harus kalah adalah kehilangan kelugasan dalam bertahan. Ketika Elkan Baggot keluar karena cedera, cara bertahan Indonesia yang awalnya praktis dalam mengantisipasi serangan balik Afghanistan atau pun serangan silang dengan memanfaatkan sisi sayapnya, menjadi kurang praktis.
Keunggulan dalam duel bola transisi, alias intersep dari tengah lapangan menurun. Pertahanan menjadi cepat mundur dengan menciptakan garis bertahan rendah dan tidak ada pemain yang bertugas sebagai pemotong aliran bola.
Rachmat Irianto sebenarnya sering melakukan tugas itu. Tetapi, di lini belakang tugas itu juga dijalankan dengan baik oleh duo Fachruddin dan Elkan.
Ketika Elkan digantikan oleh Victor Igbonefo, aksi tersebut mulai kurang terlihat. Sebenarnya, memasukkan Victor bukanlah kesalahan.
Sebelum ada Elkan di timnas, memang Victor yang menjadi rekan duet Fachruddin. Dan dia adalah salah satu pemain kunci kemenangan Indonesia melawan China Taipei, sekaligus juga fasih dalam urusan potong-memotong aliran bola transisi.
Hanya saja, kali ini Victor sedang apes. Dirinya sempat kehilangan kewaspadaan yang nahasnya langsung menjadi hukuman bagi pertahanan Indonesia.
Itulah kenapa, selain Indonesia boros peluang, Indonesia juga tidak beruntung di laga ini. Mereka sudah berupaya memperbaiki poin-poin tertentu dari laga sebelumnya, namun ada poin-poin lain yang datangnya tidak terduga maupun masih menjadi pekerjaan rumah bagi timnas Indonesia.
Baca juga: Kunci Penting Timnas Indonesia ke Kualifikasi Piala Asia 2023
Harapannya, laga ini menjadi pembelajaran. Bukan hanya karena kalah lalu berupaya memperbaiki kesalahan, tetapi juga harus melihat sisi-sisi mana yang harus dikembangkan dan dipertahankan.
Bagi kita, kekalahan timnas Indonesia adalah kunci untuk menguak kelemahan. Tetapi, bagi lawan kita, terutama Timnas Myanmar yang akan menjadi lawan di laga uji coba selanjutnya, mereka akan mencari juga sisi-sisi kelebihan timnas kita.
Jadi, yang diharapkan adalah timnas kita masih bisa menemukan sisi kelebihan selain kekurangan untuk diperbaiki menjelang laga uji coba melawan Myanmar nanti (25/11). Tetap semangat, Indonesia!
Malang, 17 November 2021
Deddy Husein S.
Tersemat: Bolasport.com
Terkait: Kompas.com, Bolanet, Sindonews.com.
Baca juga: Timnas Indonesia Kalah, tapi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H