Kalau boleh meminjam istilah di dalam penuturan sosiologi, aksi demonstrasi adalah salah satu bentuk gerakan sosial. Gerakan yang mengoptimalkan kekuatan pada sektor modal sosial seperti yang juga diperkenalkan oleh Pierre Bourdieu (1986).
Salah satu gerakan sosial besar di Indonesia adalah gerakan sosial reformasi pada 1998. Perubahannya adalah sistem pemerintahan, lewat kelengseran seorang presiden yang telah memimpin negara sangat lama.
Pada zaman sekarang, gerakan sosial besar tidak harus sampai seperti itu. Karena, yang paling penting dari gerakan sosial adalah ketepatan tujuan dan dampak perubahan yang signifikan.
Itulah kenapa, ketika saat ini mulai jarang ada gerakan sosial yang turun ke jalan, menurut saya itu lebih baik. Karena, zaman sekarang upaya menuntut ketidakjelasan suatu peraturan atau sebuah peristiwa yang mengancam kenyamanan dan keamanan masyarakat, bisa disuarakan lewat diplomasi.
Kenapa begitu?
Karena, yang kita protes dan kritik adalah orang-orang senegara. Bahasanya masih sama. Adabnya juga kurang-lebih masih sama, maka akan lebih mudah untuk diajak duduk bersama dan berbicara dari pikiran ke pikiran untuk menemukan solusi bersama.
Jika diplomasi antarnegara bisa, kenapa diplomasi antarwarga negara senegara tidak bisa?
Apakah ada kebebalan dan ketulian yang kemudian harus diteriaki keras?
Jika begitu, bisa saja gerakan sosial harus dilakukan. Tetapi, dewasa ini, dan sudah berkali-kali terlihat, bahwa gerakan sosial yang berupa demonstrasi di jalan (long march) biasanya disusupi orang-orang tak bertanggung jawab.
Akibatnya, cekcok antara pendemo dengan aparat keamanan terjadi. Padahal, bisa saja awal dari demonstrasi itu hanyalah untuk memberikan keluh-kesah secara verbal langsung ke pihak yang dimaksud.