Skema ini sebenarnya mirip dengan babak pertama. Namun, uniknya, malah tingkat efektivitasnya menurun dibandingkan babak pertama.
Di babak pertama, momen bola mati terlihat menakutkan bagi Chelsea, karena ada Soyuncu yang terlihat berbahaya dalam menanduk bola di udara. Namun, di babak kedua, Leicester seperti kehilangan cara itu.
Mereka sempat terlihat seperti menghindari skema duel bola atas di dalam kotak penalti lawan. Namun, itu malah membuat Leicester seperti terlihat kehilangan konsep.
Sebenarnya, apa yang dimau Leicester?
Sebagai tim yang bermain bertahan biasanya akan berupaya memanfaatkan situasi bola mati untuk mendapatkan peluang. Tetapi, kalau mereka tidak mampu memanfaatkan situasi bola mati untuk mengreasikan peluang, itu adalah masalah besar dan menjadi tanda tanya.
Apakah berarti pertahanan Chelsea memang bagus, atau Leicester yang sedang berupaya mencari cara lain untuk mencetak gol?
Tanda tanya itu kemudian seperti dijawab dan bahkan dikejutkan dengan tendangan roket Youri Tielemans dari luar kotak penalti. Tendangannya berhasil meluncur deras menghujam pojok atas kanan gawang Kepa Arrizabalaga.
Dengan kelonggaran itu, ada peluang bagi pemain Leicester untuk dapat mencoba melakukan tendangan spekulatif. Mengingat penjaga gawangnya adalah Kepa, maka ada potensi bahwa tendangan yang akurat ke gawang Chelsea dapat berbuah gol.
Skema itu terbukti, walau itu bukan sepenuhnya karena ketidakmampuan Kepa menjangkau bola yang meluncur kencang. Itu sebenarnya juga tanggung jawab bek-bek atau pemain Chelsea lain yang tidak terlalu cepat menyadari adanya bahaya.
Para pemain Chelsea seperti tidak menyadari bahwa para pemain Leicester sedang memeragakan pertahanan garis tinggi. Artinya, apa pun bisa terjadi kalau pemain Leicester mampu mengefektifkan peluang terbatas yang dimiliki.