Setiap kejadian baru, selalu menuai pro-kontra. Dari pemilihan kepala negara, kepala daerah, kebijakan pendidikan, pembangunan tol, sampai yang sudah kita lalui, yaitu penggunaan masker juga sempat menuai pro-kontra.
Belum hilang di ingatan saya, bahwa penggunaan masker sempat menuai perdebatan. Dari yang menganggap akan mengganggu proses pernafasan, sampai menilai efektivitas produk tertentu dalam pembuatan masker yang tepat untuk menghadapi virus Corona (Covid-19).
Saya juga merupakan salah seorang yang sempat mengeluh terhadap penggunaan masker, karena masih kurang nyaman untuk berjalan beberapa ratus meter dengan menggunakan masker. Kebetulan, saya memulai langkah bermasker saat ada Corona dengan jenis masker kain, karena sempat ada kelangkaan masker.
Masker kain yang saya gunakan adalah masker yang sudah saya miliki jauh sebelum ada Corona. Cukup perlu diketahui, bahwa produk masker kain saat itu lebih tebal dari produk masker kain saat ini, yang bahkan sempat menuai perdebatan terkait jumlah lapisannya.
Padahal, masker kain saat zaman normal sudah dibuat dengan (sangat) tebal. Itu artinya, kalau Anda adalah orang berkacamata, pasti kacamata Anda akan berembun ketika sedang bernafas cukup berat. Ditambah jika Anda sedang berjalan jauh. Beuh!
Itu yang sempat membuat saya belum disiplin dalam menggunakan masker. Saya juga memilih jarang ke luar, agar tidak terlalu sering menggunakan masker. Bahkan, juga masih sering lupa tidak memakai masker.
Beruntung, di daerah sekitar saya bisa dikatakan aman, walau sudah mendengar pemerintah daerah/kota setempat memberlakukan PSBB. Jam malam pun sudah diterapkan di titik-titik rawan, yaitu di sekitar jalan-jalan besar.
Namun, saya baru mendengar sayup-sayup ada orang bercerita tentang seseorang yang meninggal karena positif Covid-19 (komorbid) sekitar paruh akhir tahun. Saat itu, saya sedang berbelanja di sebuah toko kelontong dan ada pembicaraan antara pembeli dan penjual yang (sepertinya) saling kenal.
Beruntung pula, saat itu saya sudah beradaptasi dengan masker. Sekitar Mei/Juni, saya sudah mulai rutin menggunakan masker. Itu seiring dengan saya membeli beberapa masker yang bisa diandalkan dan nyaman digunakan untuk berjalan-jalan.
Bahkan, ketika masih sekolah, saya juga sedikit terkena pengaruh gaya bermasker ketika sedang ada sebuah grup idola di Indonesia yang merupakan adaptasi dari grup idola di Jepang. Penggemarnya sangat identik dengan masker, serupa dengan orang-orang yang ada di Jepang.