Tidak terasa Kompasianival 2020 usai. Sebagai bagian dari Kompasiana sebenarnya saya merasa senang dan sedih.
Senang, karena ternyata saya bisa bertahan menulis di Kompasiana sampai menjelang ujung 2020. Padahal, tahun 2020 ini banyak gonjang-ganjing, khususnya ketika pandemi melanda.
Namun, ternyata masih ada yang mengapresiasi apa yang sudah saya lakukan di Kompasiana. Meskipun, saya tahu kalau apa yang saya tulis di Kompasiana sebagian besar karena hobi dan gairah pribadi saja.
Bukan karena ingin memengaruhi pembaca. Kalau pembaca terpengaruh, semoga bisa mengambil yang positifnya saja.
Itulah yang membuat saya sebenarnya terheran-heran jika ada yang menominasikan saya di Best in Specific Interest. Memang, itu adalah keinginan saya untuk dapat memiliki satu bidang yang menonjol di dalam hal menulis, tetapi saya pikir tulisan orang lain masih lebih berdampak secara sosial dibandingkan tulisan saya.
Namun, tetap saja saya mengaku berterima kasih kepada orang-orang yang sudah percaya dengan kapasitas saya. Ini juga mengantarkan saya ke pengalaman yang baru, yaitu bersanding dengan orang-orang yang tentunya lebih hebat dari saya.
Saya tahu, semua orang pasti memiliki rintangan masing-masing. Itulah mengapa, saya juga dilema, karena di satu sisi sangat ingin berpartisipasi dengan kompasianer lain di Kompasianival 2020. Tetapi, di sisi lain hal itu akan membuat saya lupa dengan empati saya dengan apa yang sedang terjadi pada orang tua.
Saya pun akhirnya memilih tidak berpartisipasi di dalam keseruan Kompasianival 2020, yang mungkin tidak akan terjadi lagi dengan format seperti ini. Karena, semua orang pasti lebih ingin bertatap muka daripada berinteraksi secara daring.
Suatu harapan yang sebenarnya bukan karena saya pesimistis terhadap ruang berkreasi di Kompasiana, tetapi tentang apa yang akan terjadi di waktu selanjutnya. Itulah yang membuat saya cukup ragu akan dapat bertahan lama.