Setiap menjelang akhir tahun, momen belanja besar-besaran mulai bertebaran. Tiap e-commerce berlomba memberikan agenda bertajuk Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas).
Harbolnas sering muncul di tiap tanggal cantik, seperti 10.10, 11.11, 12.12, dan mungkin ada lagi. Bagi orang yang suka belanja online bisa lebih tahu tentang momen semacam ini.
Bagaimana dengan saya?
Sebagai orang yang jarang belanja online, momen semacam ini seringkali hanya jadi iklan lewat saja. Menurut saya, ketika mau berbelanja yang diperhatikan bukan momennya, melainkan ketersediaan uang dan kebutuhan/keinginan.
Kebutuhan dan keinginan bisa menjadi satu kesatuan jika itu berupa hobi. Misalnya, hobi membaca buku. Hobi itu kemudian melahirkan objek yang (harus/ingin) dibeli, yaitu buku.
Berkaitan dengan orang yang hobi membaca buku, maka ketika ada momen harbolnas yang dipantau juga buku. Namun, apakah promo buku bisa sepopuler promo produk lain?
Saya sebenarnya juga bukan orang yang setiap hari membaca buku. Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, produk yang lebih sering saya beli selain food beverages adalah buku.
Hal itu kemudian membuat saya juga memantau hingar-bingar buku kala ada momen Harbolnas. Namun, dari pemantauan sekilas saya, promo buku cenderung adem-ayem.
Promosinya juga seringkali hanya mengandalkan pihak penerbit atau toko buku, bukan e-commerce-nya. Padahal, buku-buku itu juga bisa dibeli lewat e-commerce.
Begitu pula dengan pertumbuhan minat penulisan, semakin lama juga semakin banyak. Artinya, buku sudah bukan barang langka. Tetapi, dalam situasi seperti Harbolnas, mengapa buku tidak menjadi barang yang dipromosikan secara heboh, dan mengundang perhatian masyarakat?