Saya sebenarnya bukanlah orang yang cepat mengetahui informasi seputar politik juga pemerintahan. Namun, karena saya cukup sering membuka laman Kompasiana, maka informasi seputar politik dan pemerintahan menjadi cukup terbaharui.
Tentu, saya ucapkan terima kasih banyak kepada penulis-penulis konten di Kompasiana yang selalu mengunggah tulisan seputar dua hal tersebut. Tanpa mereka, saya mungkin lebih kudet dari apa yang saya rasakan sekarang.
Dari sekian banyak informasi yang dibagikan, saya tentu tidak melewatkan kesempatan untuk mengetahui apa yang sedang terjadi pada salah seorang figur berpengaruh di Indonesia yang tidak lain adalah Megawati Soekarnoputri.
Bu Mega adalah salah seorang mantan presiden yang tentunya saya hargai, karena sebagai bukti bahwa Indonesia sudah mengakomodir kesetaraan hak perempuan di ruang publik, khususnya di kursi pemerintahan. Kini, beliau adalah sosok hebat yang berkecimpung di ranah politik.
Pengaruhnya masih besar, dan setiap apa yang beliau sampaikan, dapat menjadi perhatian bagi masyarakat. Termasuk juga bagi pemerintahan. Apalagi, pemerintahan saat ini (pusat/daerah) sangat dekat dengan partai yang "diasuh", yaitu PDIP.
Berdasarkan rekam jejak dan sepak terjang luar biasa itu, saya juga memperhatikan apa yang sedang banyak diperbincangkan oleh orang-orang yang melek politik saat ini. Rupanya, ada yang menggelitik untuk dibahas terkait pernyataan beliau.
Kurang-lebih, beliau menyinggung perihal peran alias sumbangsih kaum pemuda terhadap bangsanya. Apa yang beliau sampaikan, menurut saya berbau kesangsian dan pengharapan yang menjadi satu.
Sebagai orang yang masih "berkepala dua", saya berpikir apa yang dipertanyakan oleh Bu Mega ada benarnya. Tetapi, ini khusus dalam kacamata saya.
Saya yang masih "ideal" untuk mengucapkan Sumpah Pemuda pada setiap 28 Oktober, secara pribadi menganggap diri saya belum saatnya memikirkan negara. Idealnya, saya fokus membangun diri saya untuk berguna untuk diri saya terlebih dahulu.
Mengapa demikian?
Karena, saya bukan lagi seorang anak yang ketika ditanya cita-cita oleh guru, lalu menjawab ingin menjadi polisi, dokter, guru, dan lainnya. Cita-cita semacam itu pasti berawal dari pengharapan untuk dapat memberikan peran penting kepada negaranya.