Saya tidak berani menuduh Anda pernah melakukannya, tetapi saya mengakui jika pernah melakukannya. Berdasarkan apa yang saya alami itu, saya belajar untuk menguranginya. Mengapa?
Pertama, ada yang bilang curhat di medsos berarti yang kamu rahasiakan dari teman yang ada di depan matamu justru sudah diketahui orang lain. Bahkan, jumlah orang yang mengetahuinya bisa saja lebih banyak dari jumlah teman yang ada di depan matamu.
Jadi, untuk apa menyimpan rahasia lagi?
Kedua, curhat di medsos itu buat kamu ketagihan. Efeknya seperti kamu melepaskan unek-unek ke teman yang ada di depan matamu. Plong!
Tetapi, sama halnya dengan curhat ke temanmu, curhat di medsos juga akan menimbulkan dampak lain, seperti ada yang mencibirmu. Jika dicibir teman saja masih baper, apalagi dicibir oleh orang yang cuma kenal di medsos. Pilih mana?
Ketiga, curhat di medsos seperti kamu menulis diary. Ketika hendak mengungkap isi hati di medsos, bayangkan saja jika kamu sedang membuka buku diary dan hendak menumpahkan segala perasaan yang mengganjal di pikiranmu itu.
Mengasyikkan? Betul sekali. Tetapi, bukankah lebih aman jika itu terjadi di buku diary? Karena, siapa pula yang akan mau membaca tulisan tanganmu yang belum tentu bagus?
Tiga hal itu menunjukkan bahwa curhat di medsos tidak sepenuhnya bagus dan tepat untuk dilakukan. Tetapi, saya sebagai orang yang pernah melakukannya juga merasakan adanya dampak positif tentang hal itu.
Seperti perasaan lega yang langsung hinggap ketika curhatan itu terunggah. Begitu pula ketika curhatan itu terbaca orang lain. Harapannya, ada yang akan memperhatikan dan menanggapi.
Selain itu, ketika curhatan sudah tereksplorasi, beban di pikiran akan berkurang. Di saat seperti itu mental akan tumbuh lagi dan siap untuk menghadapi permasalahan baru. Artinya, curhat di medsos juga bisa dianggap sebagai pengobatan mental secara mandiri.
Abaikan dulu tentang saran untuk datang ke psikolog atau yang sejenisnya. Karena, bukankah orang di sini masih sulit untuk menjangkau jasa semacam itu? Apalagi kalau sampai dianggap gila hanya karena ketahuan telah mengunjungi klinik kejiwaan. Padahal, cuma menumpang curhat, loh!
Tetapi, orang lain jelas tidak peduli dengan itu. Rata-rata kepedulian muncul karena tahu, bukan sebaliknya. Hanya, di sisi lain, tidak banyak orang yang tegar untuk terus membuat konfirmasi apalagi klarifikasi.
Ada alasan lagi yang membuat curhat di medsos bisa menjadi jalan ninja. Yaitu, adanya anggapan bahwa tidak mudah menemukan teman yang pandai menyimpan rahasia orang lain. Sekalipun sudah diwanti-wanti, terkadang rahasia itu bisa terkuak baik secara sengaja atau pun tidak.
Inilah yang membuat saya saat itu berpikir bahwa sekalian curhat di medsos saja daripada ke teman. Kalau jatuh, sekalian saja luka seluruh badan, daripada sedikit-sedikit.
Ditambah, belum tentu juga ketika bercerita ke teman, lantas mendapatkan timbal-balik yang sesuai harapan. Lebih baik tidak mengharap sekalian, karena sudah dipastikan jika curhat di medsos akan sangat jarang untuk ditanggapi. Kecuali orang yang curhat di medsos tersebut jarang melakukannya.
Satu hal lagi yang bisa mendorong saya untuk curhat di medsos adalah ketidakmampuan saya untuk membuka perbincangan. Orang yang ingin curhat biasanya sebisa mungkin mampu memulai arah pembicaraan. Bukankah dia yang butuh?
Sama halnya dengan orang yang hendak pinjam uang. Tidak mungkin dia diam saja lalu ada orang baik hati dan sedang punya uang lalu menawarkan diri untuk meminjami uang ke orang tersebut. Itu lawak!
Logika ini juga berlaku dalam hal curhat. Berhubung saya sulit untuk mengungkap unek-unek dalam bentuk verbal, maka pelarian saya adalah dengan curhat di medsos. Mengapa tidak dengan bentuk chat ke teman?
Ada dua jawaban yang pasti ketika orang yang hendak curhat harus ke temannya melalui chat. Pertama, rata-rata teman pasti akan mengajak ketemuan dan mengobrol langsung. Kedua, tidak semua teman pandai merangkai kata-kata dalam bentuk tulisan, ditambah harus membaca chat yang panjang.
Pasti si teman akan memilih jalur telepon dan itu akan menjadi permasalahan yang serupa bagi si pencurhat yang notabene tidak sanggup mengeluarkan kata-kata dalam bentuk verbal. Harus bagaimana?
Permasalahan ini yang membuat curhat di medsos pernah saya lakukan. Bahkan, bisa saja terkadang masih saya lakukan. Itulah mengapa saya membatasi diri untuk tidak sering membuka medsos, karena salah satu alasannya adalah itu.
Ketika ada orang lain yang curhat di medsos, biasanya saya juga akan terpancing untuk melakukan hal yang sama. Itulah yang membuat saya jarang membuka medsos. Saya takut penyakit lama kambuh lagi, dan itu hanya buang-buang kuota.
Lalu, bagaimana untuk survive dari kebiasaan curhat di medsos?
Memang, sampai sejauh ini tidak banyak tulisan yang berkaitan dengan keresahan pribadi yang muncul sebagai tulisan. Tetapi, itu sudah menjadi bagian dari cara menangkal keinginan untuk curhat di medsos.
Justru, inilah yang saya sukai ketika mampu berkarya dengan tulisan sekalipun itu tak menyangkut hal-hal pada diri saya. Karena, ketika saya sudah menghabiskan waktu untuk menulis sesuatu biasanya jatah untuk memikirkan masalah yang saya alami akan berkurang.
Hasilnya, saya lebih mendekati sebagai sosok yang bodo amat dan go ahead. Itulah yang saya butuhkan, karena saya tahu bahwa tipikal orang seperti saya akan sulit untuk bersikap bodo amat.
Ketika sedang dirundung masalah yang bertubi-tubi, terkadang sikap ini diperlukan. Tujuannya agar tubuh dan pikiran tidak rapuh. Jika sampai demikian, tentu akan sangat negatif dampaknya.
Langkah saya untuk membuat kebiasaan curhat di medsos berkurang hingga (nyaris) hilang sepenuhnya adalah dengan cara-cara sedemikian rupa. Memang, ini belum tentu worth it bagi Anda, tetapi saya menemukan kebenaran bahwa apa yang dilakukan secara berlebihan meski itu untuk tujuan yang baik, tetap saja akan menjadi tidak baik.
Curhat di medsos memang bisa menjadi salah satu obat penawar rasa sakit--mental. Tetapi sama halnya dengan minum obat dengan melebihi dosis yang dianjurkan, akan membuat tubuh menjadi ketergantungan dan lebih rapuh dibandingkan sebelumnya.
Bagaimana jika kemudian ada orang yang menjadi adiktif terhadap perhatian itu? Karena, tak bisa dipungkiri bahwa akan ada orang yang menjadi haus terhadap perhatian, dan ia akan terus membuat curhatan-curhatan di medsos sampai orang lain menganggapnya sebagai toxic.
Jadi, selama Anda bisa berusaha dalam menghadapi segala permasalahan, lebih baik hadapi dengan tindakan ala silent reader. Saya pun belajar dari kebiasaan orang-orang di grup obrolan yang hanya diam tapi--saya duga--membaca dengan seksama. Alangkah indahnya jika itu juga dilakukan untuk menghadapi masalah.
Memang, sesekali curhat di medsos bukan hal tabu. Bahkan, boleh sekali untuk dilakukan. Karena, itu akan membuat orang lain tahu kalau Anda juga manusia--punya masalah juga.
Tetapi, jangan sampai lupa untuk memamerkan pula keberhasilan Anda saat survive. Karena, orang lain juga butuh melihat Anda berhasil bangkit dari keterpurukan. Siapa tahu Anda akan menjadi inspirasi bagi orang lain yang merasa mengalami hal yang sama.
Stay healthy and positive, guys!
Malang, 14-15 Juli 2020
Deddy Husein S.
Terkait:
Suara.com, Tirto.id, Antaranews.com, Fimela.com, Halodoc.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H