Lalu, bagaimana untuk survive dari kebiasaan curhat di medsos?
Memang, sampai sejauh ini tidak banyak tulisan yang berkaitan dengan keresahan pribadi yang muncul sebagai tulisan. Tetapi, itu sudah menjadi bagian dari cara menangkal keinginan untuk curhat di medsos.
Justru, inilah yang saya sukai ketika mampu berkarya dengan tulisan sekalipun itu tak menyangkut hal-hal pada diri saya. Karena, ketika saya sudah menghabiskan waktu untuk menulis sesuatu biasanya jatah untuk memikirkan masalah yang saya alami akan berkurang.
Hasilnya, saya lebih mendekati sebagai sosok yang bodo amat dan go ahead. Itulah yang saya butuhkan, karena saya tahu bahwa tipikal orang seperti saya akan sulit untuk bersikap bodo amat.
Ketika sedang dirundung masalah yang bertubi-tubi, terkadang sikap ini diperlukan. Tujuannya agar tubuh dan pikiran tidak rapuh. Jika sampai demikian, tentu akan sangat negatif dampaknya.
Langkah saya untuk membuat kebiasaan curhat di medsos berkurang hingga (nyaris) hilang sepenuhnya adalah dengan cara-cara sedemikian rupa. Memang, ini belum tentu worth it bagi Anda, tetapi saya menemukan kebenaran bahwa apa yang dilakukan secara berlebihan meski itu untuk tujuan yang baik, tetap saja akan menjadi tidak baik.
Curhat di medsos memang bisa menjadi salah satu obat penawar rasa sakit--mental. Tetapi sama halnya dengan minum obat dengan melebihi dosis yang dianjurkan, akan membuat tubuh menjadi ketergantungan dan lebih rapuh dibandingkan sebelumnya.
Bagaimana jika kemudian ada orang yang menjadi adiktif terhadap perhatian itu? Karena, tak bisa dipungkiri bahwa akan ada orang yang menjadi haus terhadap perhatian, dan ia akan terus membuat curhatan-curhatan di medsos sampai orang lain menganggapnya sebagai toxic.
Jadi, selama Anda bisa berusaha dalam menghadapi segala permasalahan, lebih baik hadapi dengan tindakan ala silent reader. Saya pun belajar dari kebiasaan orang-orang di grup obrolan yang hanya diam tapi--saya duga--membaca dengan seksama. Alangkah indahnya jika itu juga dilakukan untuk menghadapi masalah.