Kembali lagi membahas tentang webinar yang kali ini diadakan oleh Kompasiana dan berkolaborasi dengan Bank Indonesia (15/6). Secara pribadi, saya turut menyimak webinar ini karena hanya ingin tahu bagaimana penjelasan secara rinci oleh pihak BI terkait makroprudensial.
Beruntung, sebelumnya saya pernah menonton konten Kompasiana tentang Bank Indonesia yang disampaikan oleh COO Kompasiana, Nurulloh di Youtube. Ini membuat saya punya cukup bekal untuk menyimak materi yang lebih serius dari pihak Bank Indonesia.
Sebenarnya saat acara belum dibuka, channel Kompasiana yang menayangkan webinar itu juga menayangkan konten yang dibawakan Mas Nurulloh. Sampai akhirnya webinar resmi dibuka oleh pembawa acara, lalu dimoderatori oleh COO Kompasiana.
Hal ini dapat dilihat dari bagaimana beliau mengilustrasikan siklus ekonomi makro yang bisa juga terjadi pada ibu-ibu rumah tangga yang tentu basisnya adalah pengelola ekonomi mikro. Sampai bagaimana dampak dari aktivitas UMKM terhadap situasi ekonomi secara nasional.
Sekian banyak materi yang disampaikan oleh Bu Ita, saya memperoleh dua hal penting dalam menghadapi situasi ekonomi, khususnya secara faktual di sekitar kita.
Pertama, ketika sedang memiliki kenaikan ekonomi, sebut saja baru saja memperoleh gaji, maka jangan langsung berpikir bahwa esok pasti seperti saat ini. Artinya, ketika punya pendapatan, termasuk memperoleh kenaikan gaji ataupun memperoleh bonus, maka kita harus tetap mengontrol daya konsumtif kita.
Kedua, dalam situasi ekonomi nasional, semua orang berperan besar dalam menaikkan dan menurunkan grafiknya. Ini nantinya membuat kebijakan di puncak juga akan mengalami perubahan untuk menyesuaikan pula dengan apa yang sedang terjadi.
Poin kedua saya dapatkan ketika Bu Ita memaparkan sebuah grafik yang menunjukkan situasi ekonomi nasional pada 2008, 2012, dan 2013. Di situ saya memahami tentang dinamika kebijakan pada tubuh ekonomi nasional, ternyata juga dipengaruhi oleh aktivitas masyarakatnya.
Jika siklus ekonomi sedang tinggi, maka sistem akan diperketat, agar masyarakat tidak jor-joran dalam beraktivitas di bidang ekonomi. Sedangkan ketika siklusnya sedang rendah, maka sistem dilonggarkan, agar masyarakat masih tetap menggerakkan roda ekonominya.
Pikiran ini juga akan muncul ketika saya memperoleh bonus atau anggap saja ada pendapatan lainnya. Kemudian saya berpikir bahwa, "ah besok saya masih bisa makan kok". Padahal, saya tidak bisa memprediksi secara tepat, termasuk ketika covid-19 sungguh ada di Indonesia. Duh, siapa yang menyangka?
Namun ketika refleksi ini semakin kuat, justru saya tidak begitu sedih, karena Bu Ita juga menyampaikan bahwa covid-19 ini masih bisa dihadapi. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan kemajuan peradaban.
Saat ini jelas kita lebih akrab dengan hal-hal yang berwujud digital, maka itulah yang seharusnya dapat dioptimalkan. Memang kemudian saya cukup dilema untuk berkata, "untung covid-19 ini muncul ketika hape sudah semakin akrab di tangan kita".
Hal ini dikarenakan saya juga berpikir bahwa era digital bukan berarti masyarakat sudah cerdas dalam menggunakannya. Itulah mengapa ketika sudah ada pergeseran hidup ke serba digital, saya masih merasa ada banyak masyarakat yang kesulitan untuk beradaptasi khususnya ketika dipaksa berubah dengan adanya covid-19.
Hal ini juga tak hanya berlaku di kelas bawah. Di kelas atas pun demikian. Masih banyak regulasi yang keteteran dalam menghadapi pergeseran hidup secara paksa ini, karena kita memang belum bisa memprediksi dengan akurat.
Mbak Gina yang juga merupakan dokter ini ternyata bisa dikatakan berhasil sebagai seorang pebisnis meski juga merasakan dampak dari covid-19. Ada tiga pembelajaran yang dapat dipetik dari apa yang disampaikan oleh Mbak Gina.
Pertama, kita harus mencari prioritas. Ternyata saat pandemi, kesejahteraan adalah prioritas utama. Kita harus terjamin untuk bisa makan dan memenuhi kebutuhan lainnya.
Jika tidak, tentu omong kosong jika diharuskan untuk bisa keep fight dengan corona. Lha wong belum makan kok diajak perang?
Kedua, mampu berpikir positif. Artinya, saat ada pandemi yang sangat mengganggu banyak hal, kita seharusnya masih dapat menemukan hal-hal yang positif. Ibaratnya ada hujan yang deras, ada peluang juga untuk pelangi muncul.
Ketiga, mencari ataupun menjaga kreativitas. Sebenarnya ini sangat berkaitan dengan pemahaman kita tentang keberadaan era digital. Jika kita tidak hanya menganggap gawai bagus sebagai media hiburan, maka kita akan dapat membuat gawai yang kita miliki sebagai media berkreasi maupun menjaga eksistensi.
Menariknya dua poin itu dikukuhkan oleh Bu Ita ketika menanggapi proses Mbak Gina dalam menjaga bisnisnya kala pandemi. Menurut beliau, cara yang tepat untuk menghadapi pandemi adalah berpikir positif dan kreatif.
Ketika kita mampu berpikir positif, pasti nantinya akan ada kepingan-kepingan kreativitas yang nantinya sangat bermanfaat untuk menjaga eksistensi, khususnya di bidang finansial. Ini juga diperkuat oleh Mbak Gina yang merasa bahwa menjaga ekonomi sangat penting termasuk untuk para pegawai.
Pada skala prioritas, Mbak Gina mengaku lebih mengutamakan kesejahteraan pegawai dibandingkan hal lainnya. Misalnya, jika sebelumnya sangat fokus pada sektor pemasaran, maka kali ini perputaran finansialnya difokuskan ke pegawai.
Bagaimana dengan strategi pemasarannya?
Berhubung Mbak Gina adalah figur publik, maka dirinya bisa menjadi tumpuan dalam memasarkan produknya. Jika di masa normal, bisnisnya sangat terbantu oleh influencer ataupun peng-endorse lainnya, maka kali ini Mbak Gina-lah yang meng-endorse produknya.
Cara ini dilakukan dengan sistem live shopping yang membuat Bu Ita menangkap ini sebagai sisi kreativitas. Menurut beliau, Mbak Gina telah berhasil untuk berpikir positif dan mencari jalan keluar.
Pesan tersebut bisa saja belum mencakup semua materi yang disampaikan oleh dua narasumber tersebut. Namun bagi saya, tiga pesan itu sangat relevan untuk kita yang kemungkinan besar masih kadang semangat-kadang putus asa dalam menghadapi covid-19.
Tetap semangat dan selamat mencari webinar lainnya!
Mari temukan pesan-pesan yang bermanfaat!
Malang, 16 Juni 2020
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H