Manusia ibaratnya sekeping koin, ada sisi baik dan buruk. Ada yang bertindak peduli sosial, ada juga yang tidak bertindak untuk sosial. Hal ini memang ada, dan terlihat semakin nyata saat corona melanda bumi, termasuk Indonesia.
Sebelum Indonesia mencapai 2000 lebih kasus corona, masyarakat Indonesia sudah mulai menunjukkan tampang tidak peduli sosialnya, dengan bukti aksi pemborongan APD.Â
Dari hand sanitizer yang langka. Masker medis mulai digunakan masyarakat sipil. Hingga, youtuber atau influencer juga mengenakan sarung tangan lateks. Duh!
Akibatnya, kelangkaan terjadi. Keadaan ini membuat masyarakat yang notabene tidak kebagian jatah menjadi geram. Namun, yang paling fatal tentu dampaknya kepada tim medis.
Karena, merekalah yang bakalan tak bisa menolak untuk bersinggungan dengan corona. Apalagi, mereka juga bukanlah manusia kebal corona, namun harus merawat pasien corona tanpa APD yang memadai.
Lalu, bagaimana dengan masyarakat umum?
Sebenarnya ada langkah alternatif ketika APD langka dan kebijakan WFH dari Presiden RI Joko Widodo tersampaikan kepada publik. Yaitu, social distancing. Menghindari kerumunan dan hanya keluar saat penting saja.
Jikalau masih bekerja tanpa WFH, maka rute keluar dari rumah tentu hanya ke tempat kerja. Atau, mampir sejenak ke SPBU. Bukankah itu sudah cukup?
Begitu pula jika ingin berbelanja kebutuhan sehari-hari, maka keluarlah ke tempat yang memang dituju, tidak perlu mampir-mampir. Bahkan, sebisa mungkin harus memilih tempat yang tidak terlalu ramai, seperti toko kelontong. Ini akan meminimalisir adanya kontak baik disengaja maupun tidak.
Baca juga: Cara Swalayan Hadapi Serbuan Konsumen Kala Pandemi (Irwan R Sikumbang)
Bahkan, sebelum minimarket maupun swalayan menerapkan sistem belanja dengan pengantrian, maka berbelanja di toko kelontong dapat diutamakan.Â