Hal ini juga terjadi di awal musim ini. Setelah mereka kehilangan Mario Gomez dan digantikan oleh Edson Tavares, praktis tidak ada kabar lainnya yang menarik untuk dibicarakan dari tim yang bermarkas di Stadion Segiri tersebut.
Inilah yang membuat Si Pesut Etam disebut silent fighter. Mereka tidak begitu membesarkan misi mereka ke media massa, padahal secara konsisten Sultan Samma dkk. selalu finish di posisi ke-7 selama dua musim terakhir.
Situasi "diem-diem bae" ini justru tidak seperti apa yang terjadi pada salah satu kompetitor di Liga 1 2020, Persikabo 1973. Betul, namanya adalah Persikabo 1973 setelah awalnya dikenal sebagai Tira-Persikabo akibat adanya merger dengan klub asal Kabupaten Bogor. Kini, Persikabo tidak perlu berkeringat seperti Persita di musim lalu untuk promosi ke Liga 1 musim ini.
Perjalanan unik itu adalah bagian dari pijakan revolusi klub yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI). Klub ini bahkan seperti "leluhurnya" Bhayangkara FC yangmana sering bergonta-ganti nama namun tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi mereka --berbeda dengan Bhayangkara FC yang juara di musim pertama Liga 1 2017.
Memang, di musim lalu publik penikmat sepak bola nasional sempat dibuat terkejut dan cukup kagum dengan gebrakan performa mereka di paruh pertama musim. Mereka sempat seperti Liverpool di musim ini yang tidak tersentuh kekalahan sejak pekan pertama.
Namun, kisah hebat itu segera berakhir ketika mereka dikalahkan oleh Bali United. Nahasnya, sejak itu mereka semakin mudah dikalahkan hingga posisi mereka terus melorot dan finish ke-15. Betul! Nyaris terdegradasi jika poin mereka (42) tak berjarak 9 poin dari peringkat 16, Badak Lampung FC (33).
Hal ini membuat kubu Tira-Persikabo gonjang-ganjing dan Rahmad Darmawan pun menjadi korbannya. Eks pelatih Persipura, Persija, dan Sriwijaya FC itu dipecat dan digantikan oleh Igor Nikolayevich.
Beruntung, nasib Igor tak seperti Edson Tavares yang disingkirkan ketika klub tersebut masih dapat diselamatkan dari jurang degradasi. Nasibnya juga terlihat lebih baik Seto Nurdiyantoro yang akhirnya pergi dari PSS padahal klub asal Sleman tersebut diantarkan ke posisi yang lebih baik dari PSM dan Persija di akhir musim.
Baca juga: Seto Nurdiyantoro ke PSIM