Ketika banyak orang berbicara tentang kekalahan Real Madrid, Barcelona, dan disusul oleh kekalahan Juventus dini hari tadi (9/2). Kita sedikit menepikan laga lain yang sebenarnya tak kalah seru dengan laga Hellas Verona vs Juventus, yaitu Bayer Leverkusen vs Borussia Dortmund.
Sama-sama bertajuk epic comeback -seperti Verona vs Juve, Bayer Leverkusen justru mampu sungkurkan sang tamu dengan skor 4-3. Hasil ini seolah sudah menegaskan Bundesliga sebagai liga yang banyak menjanjikan parade gol di setiap laganya. Seru!
Empat hal itu kemudian menghadirkan emosi beragam. Kesedihan, kekhawatiran, hingga luapan teriakan karena berhasil mengatasi segala kesulitan dan permasalahan yang menghadang.
Leverkusen memiliki permasalahan, namanya Dortmund. Melalui segudang pemain berpengalaman dan kelas atas, Dortmund memberikan permasalahan bagi Lars Bender dkk. yang ingin menjadi tuan rumah yang pantas berpesta.
Leverkusen melawan. Mereka ingin membuktikan bahwa sebagai tuan rumah, mereka punya hak untuk memulangkan sang tamu tanpa membawa apa-apa. Kalaupun ada, itu tidak lebih sebagai cinderamata. Gol misalnya.
Bukan poin, apalagi kemenangan. Karena itu adalah kue parsel yang seharusnya dipersembahkan (tamu) kepada si tuan rumah. Artinya, Leverkusen harus meminimalisir kegagalan di kandangnya dan melimpahkan itu ke Dortmund.
Dortmund-lah yang akhirnya harus menunduk saat pulang, meski mereka sudah berupaya sangat maksimal. Memang begitu adanya. Dari gol Matt Hummels, bahkan gol Jadon Sancho yang dianulir, hingga gol Emre Can dan Guerrero. Sarat perjuangan dan emosi.
Benar! Gol kemenangan dikreasi dengan operan bola atas ke kotak penalti Die Borussien yangmana di sana sudah menunggu salah satu pemain jangkung yang siap menanduk bola ke gawang Burki. Gol! Lars Bender si kapten dan gelandang jangkar sukses mengantarkan Leverkusen meraih tiga poin.
Namun, selain kegagalan yang dibawa pulang oleh tim asuhan Lucien Favre, Dortmund juga membawa pulang hadiah kecil yang cukup berarti, yaitu gol. Salah satu gol yang dicetak Dortmund adalah dari kaki sang pemain baru, Emre Can.
Seolah pulang kampung, Can ternyata tidak gugup dengan permainan di laga tersebut. Dia langsung jadi starter dan mengisi posisi favoritnya; gelandang bertahan.
Di laga ini, Dortmund juga sudah mempercayakan pemain barunya Erling Haaland untuk bermain penuh. Menariknya, Haaland juga melakukan hal yang sama seperti Can. Mencetak gol di laga debutnya beberapa pekan lalu.
Saat itu, apa yang dilakukan Haaland sangat fenomenal. Karena langsung mencetak hattrick. Namun, apa yang dilakukan Can juga tak kalah fenomenal. (baca juga: Tiga Hal Penting bagi Haaland)
Bukan karena mencetak gol dari jarak jauh saja, melainkan momen selebrasinya yang sangat menyiratkan luapan emosi yang dia tahan di balik ketenangannya dalam mengawal lini tengah Dortmund. Ya, dia ingin membuktikan bahwa dirinya seharusnya layak diprioritaskan di tim yang sebelumnya dia bela.
Tim yang mana? Juventus atau malah Liverpool?
Sebenarnya, dua-duanya. Mereka adalah tim besar yang sebenarnya membutuhkan pemain seperti Can. Namun, sayangnya kedua klub besar itu sudah memiliki banyak pemain berkelas di posisi yang dapat dimainkan Can; gelandang bertahan dan bek.
Di Liverpool, Can tentu sulit menggeser menit bermain Virgil van Dijk, bahkan Joel Matip ataupun kini ada Joe Gomes. Ketika maju pun, Can harus bersaing dengan Jordan Henderson dan Fabinho. Apakah Can hanya berpikir soal meraih gelar saja tanpa pernah bermain?
Begitu pula di Juventus. Can tentu sudah merasakan manisnya gelar liga bersama La Vecchia Signora. Suatu hal yang belum dirasakan di Liverpool, saat itu. Tentu, dia tidak mampu memprediksi jika Liverpool akan berpesta di Liga Champions musim lalu (2019) dan di musim ini akan menyongsong trofi Premier League.
Dia seperti banyak pemain lainnya yang sedari kecil selalu ingin bermain bola. Sesimpel itu. Dia juga ingin tetap berada di lapangan, berkeringat, dan mencapai hasil dari apa yang sedang dia perjuangkan -tidak berpangku tangan pada rekannya.
Itulah yang membuat dirinya harus pergi, lagi. Menariknya, pelabuhannya adalah kompetisi yang pernah dia mainkan, Bundesliga. Disanalah dirinya membangun potensi untuk menjadi pemain pilihan pelatih-pelatih top, termasuk Jurgen Klopp yang juga merupakan alumni Bundesliga.
Sayangnya, kebersamaan Klopp dan Can di Liverpool tak berlangsung lama. Can pergi ke Juventus untuk mencari peruntungan, yaitu menit bermain yang lebih banyak. Tetapi situasinya tidak beda jauh. Khususnya di musim 2019/20 yangmana telah terjadi perubahan pelatih di Juve, Allegri digantikan oleh Sarri.
Pergantian ini bisa saja menjadi awal menurunnya menit bermain Can. Sebagai pemain yang sudah merasakan caps bersama timnas Jerman, jelas hal ini menjadi permasalahan besar. Dia harus kembali bermain reguler di klubnya, agar dapat dipanggil timnas di Euro Cup.
Inilah yang membuat Can akhirnya -dengan dilema- perlu pulang ke rumah. Walau tak harus membela klub yang sama, Bayern Munchen, Can dapat mencari pengalaman baru di rumahnya dengan membela klub baru, Dortmund. Unik!
Namun, apa yang dilakukan Can cukup bagus. Dia dapat membangun reputasinya kembali sebagai pemain yang lebih dewasa dan berpengalaman tinggi, karena pernah bermain di dua kompetisi luar Jerman. Dortmund tentu membutuhkan itu untuk membawa keseimbangan pada tim yangmana sedang mengolaborasikan antara pemain muda dan pemain berpengalaman.
Kini, Emre Can sudah patut kembali menjadi salah satu gelandang bertahan yang dapat diperhitungkan di pentas Eropa. Bahkan, bisa menjadi pilihan utama di timnas Jerman. Karena, dialah pemain yang masih muda (26 tahun) namun sudah pernah merasakan tiga kompetisi berbeda di Eropa.
Jadi, selamat bertarung lagi di atas lapangan, Can! Jangan berhenti untuk mencetak gol dengan tendangan-tendangan jarak jauhmu!
Deddy Husein S.
Tambahan:Â
Berita dari Indosport.com dan Highlight Bayer Leverkusen vs Borrusia Dortmund (9/2)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H