Ada suatu kebingungan bagi penikmat sepak bola Inggris ketika melihat apa yang terjadi pada Chelsea. Sempat terlihat akan tampil biasa saja, ketika sedang berada di masa awal musim. Namun, Chelsea perlahan memperlihatkan kapasitasnya sebagai klub yang perlu diperhitungkan dalam perebutan 4 besar klasemen di Liga Inggris (Premier League).
Hal ini dapat dibuktikan dengan keberhasilan mereka berada di posisi 4 besar sampai pekan 17 yang berlangsung ini. Namun, seiring berjalannya waktu kita dapat melihat bahwa Chelsea memang memiliki kesulitan saat tampil di depan publik sendiri.
Terbukti, mereka dikalahkan di Valencia di Stamford Bridge (18/9) dalam laga perdana Liga Champions 2019/20. Disusul dengan kekalahan di tempat yang sama dari Liverpool, 1-2 (22/9).
Chelsea juga hanya mampu menang tipis, 1-0 dari Newcastle United (19/10). Kalah di kandang lagi di Piala Liga dari Man. United 1-2 (31/10). Berimbang dengan Ajax, 4-4 di kandang (6/11) dan dilanjutkan dengan dua kekalahan kandang di Liga Inggris, dari West Ham dan Bournemouth dengan skor sama (0-1).
Apa yang sebenarnya terjadi pada Chelsea?
The Blues sebenarnya dapat disebut sebagai kuda hitam di Liga Inggris, bahkan di Liga Champions. Faktor pertama adalah karena pelatih, Frank Lampard.
Faktor kedua adalah komposisi pemain Chelsea yang sebagian mulai dihuni oleh pemain-pemain muda. Sebut saja Mason-Mount, Kourt Zouma, Andreas Christensen, Hudson-Odoi, Christian Pulisic, dan bomber Tammy Abraham.
Keenam pemain tersebut bahkan mulai mendominasi menit bermain di Chelsea yang membuat beberapa pemain senior harus rela duduk di bangku cadangan. Seperti Pedro dan Olivier Giroud.
Bahkan, di antara pemain muda tersebut juga saling bergantian bermain, seperti di laga terbaru melawan Bournemouth (14/12) di London. Hudson-Odoi harus bemain dari bangku cadangan, juga Pulisic yang harus keluar dari lapangan untuk diganti dengan Kovacic.
Persaingan internal ini sebenarnya bagus bagi strategi Lampard dan Chelsea, namun juga terkadang menimbulkan kesialan. Karena, sebagus apapun permainan yang dihadirkan Lampard dengan Chelsea, sewaktu-waktu mereka dapat dikalahkan karena faktor ketidakberuntungan. Salah satunya terjadi di laga tadi malam.
Hal ini juga terjadi saat menjamu West Ham yang mana mereka dikalahkan karena serangan West Ham yang mampu memanfaatkan kelengahan pertahanan Chelsea di awal-awal babak kedua. Di laga itu pula Chelsea sangat dominan, namun gagal mengalahkan lawannya.
Torehan itu bahkan masih lebih banyak dari Arsenal yang menghuni posisi ke-9 dan menjadikan tim asal London Barat itu sebagai tim penghuni 4 besar yang sudah mengalami kekalahan paling banyak.
Ini membuat penikmat sepak bola manapun juga masih geleng-geleng, karena bingung menentukan performa Chelsea. Karena, mereka hampir jarang bermain buruk, namun dalam segi hasil, mereka masih sulit untuk dikatakan maksimal.
Selain faktor pertahanan, mereka juga disebut-sebut masih minim dalam hal mentality dan leadership. Di lini belakang, hanya tersisa sang kapten, Azpilicueta dalam mengkoordinasi pertahanan dan memiliki rekam pengalaman tinggi di Chelsea. Namun ketika full back Spanyol itu over lap, Chelsea tidak memiliki pemain bertahan lainnya yang mampu mengkoordinasi pertahanan ketika harus menghadapi serangan balik.
Kelemahan ini akan mudah terlihat ketika Chelsea berhadapan dengan klub-klub di Liga Champions. Karena, di sana setiap klub akan berupaya tampil habis-habisan, sedangkan Chelsea masih cukup kesulitan untuk menjaga fokus, meski mereka sudah cukup mampu mengendalikan permainan di setiap pertandingan.
Maklum, sang manajer adalah mantan pemain tengah yang memiliki visi bermain bagus di masanya. Sehingga, tidak mengherankan jika permainan Chelsea (sebenarnya) dapat dikatakan bagus.
Lalu mengapa masih kalah?
Mereka saat ini terlalu bergantung pada produktivitas Tammy. Ketika pemain muda jebolan akademi Chelsea ini tidak bermain, maka permainan Chelsea menjadi kurang tajam (baca: efektif) dalam memanfaatkan kreasi peluang yang sebenarnya tidak sedikit.
Penyerang senior asal Prancis ini hanya akan berguna ketika tim bermain sangat kolektif dan percaya dengan kapasitasnya sebagai penanduk bola atas dan pemantul bola.
Sayangnya, sampai sejauh ini peran dari pemain tersebut kurang terlihat, karena Lampard sepertinya lebih cocok bermain dengan pemain depan yang lebih lincah, dan itu masih bergantung pada sosok Tammy.
Sebenarnya masih ada Michy Batshuayi. Namun, produktivitasnya masih kalah dengan Tammy. Sehingga, tidak ada salahnya bagi Lampard untuk memaksimalkan potensi Tammy.
Namun, dengan kepercayaan (baca: ketergantungan) pada Tammy, membuat Chelsea sulit menghasilkan kemenangan, bahkan juga ketika ada Tammy.
Baca juga:
Masa Depan Frank Lampard Masih Cerah (DeddyHS_15)
Lampard Bawa Chelsea ke 4 Besar (Hensa17)
Tim lawan juga pasti mulai tahu dengan sisi kelebihan Chelsea, sehingga mereka juga berupaya untuk meredam kelebihan tersebut dan membuat Chelsea seperti berada dalam  zona mengambang. Disebut hebat, belum.
Namun, disebut medioker juga tidaklah pantas. Sehingga, yang perlu dilakukan penikmat sepak bola Inggris saat ini hanya harus setia menunggu proses yang dilakukan oleh Lampard bersama para pemainnya di Chelsea sampai musim ini tuntas.
Tetap semangat Lampard!
Malang, 15 Desember 2019
Deddy Husein S.
***
Berita terkait:
Kompas.com dan Cnnindonesia.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H