Pernyataan ini mungkin menuai pro-kontra bagi pembaca. Namun, saya punya alasan untuk menyatakan bahwa La Nyalla bisa saja menjadi ketum PSSI lagi. Mengapa?
Karena, (menurut saya) manusia itu punya dua hal yang mendasar dalam kehidupannya. Pertama adalah peluang. Manusia hidup harus selalu memiliki peluang. Kedua adalah kebiasaan. Manusia selalu memiliki kebiasaan.
Dalam hal peluang, siapapun orangnya selalu berhak memilikinya. Kita tidak bisa melarang atau menutup peluang orang lain untuk hidup secara mutlak, dan ini berlaku juga dalam hal pemilihan ketum PSSI.
Siapa saja yang merasa dirinya pantas menjadi ketum PSSI tentu akan dipersilakan -dengan catatan lolos uji banding dengan caketum lainnya.
Alasan ini membuat saya tidak bisa menyatakan anti La Nyalla dan anti caketum lainnya. Hal ini juga tak lepas dari faktor kedua, yaitu kebiasaan. Menurut saya, manusia hidup dengan kebiasaan yang kemudian terbagi ke dua hal; perubahan dan pengulangan.
Perubahan, artinya setiap orang dapat berubah. Dari yang diidentikkan dengan tindakan kasar, bisa berubah menjadi orang yang dapat bertindak lembut.
Begitu pula jika seseorang pernah berbuat jahat atau melakukan kesalahan dalam setiap langkahnya. Maka, ada peluang besar bagi orang itu untuk berubah menjadi orang yang berbuat baik dan meminimalisir kesalahannya.
Situasi tersebut juga dapat berlaku ke situasi sebaliknya. Yaitu, perubahan dari orang baik menjadi orang jahat. Mungkin contoh paling populer saat ini adalah Joker.
Semua orang yang sudah menonton film dengan judul yang sama tentu akan menyatakan jika orang yang baik juga dapat berubah menjadi orang jahat.
Itulah yang membuat saya tidak terlalu fanatik dengan tokoh-tokoh publik yang selalu menebar kebaikan -walau saya cukup banyak menyimpan foto-foto figur publik.
Karena, bagi saya di balik tindakan mereka di ruang publik, saya hampir 90% tidak tahu-menahu kehidupan aslinya.