Sebenarnya apa yang salah dengan permainan Arema FC di dua laga awal musim ini?
Pertanyaan ini terlintas ketika melihat hasil pertandingan yang berlangsung tadi malam (22/5) di Stadion Segiri, Samarinda. Bermain di kandang Borneo FC, Arema lagi-lagi gagal membawa satupun poin untuk pulang ke Kanjuruhan di pekan ketiga nanti. Hasil yang buruk bagi salah satu tim kandidat juara Liga 1 musim 2019 ini. Karena, dua kekalahan beruntun menjadi hasil yang harus mereka terima.
Apa yang membuat skuad asuhan Milomir Seslija tak berkutik di laga ini?
Jika disebut tak berkutik, tentu saja tidak fair, karena, Arema FC tidak pernah absen dalam meneror pertahanan Borneo melalui skema tiga penyerang yang mereka tampilkan baik di babak pertama maupun babak kedua. Namun, di sini ada beberapa hal yang membuat Arema FC kesulitan untuk dapat bermain seperti di pertengahan musim terakhir musim lalu dan apalagi di Piala Presiden 2019. Apa saja?
Pertama, di musim ini Arema FC kembali memiliki seorang striker asing setelah di musim lalu, mereka tidak memiliki penyerang asing ataupun penyerang lokal rasa asing seperti Cristian Gonzales. Kini, Arema dapat berlega hati karena berhasil mendatangkan penyerang yang sudah tidak lagi perlu diragukan kapasitasnya sebagai pencetak gol. Yaitu, Sylvano Comvalius.
Bahkan, pergerakan transfer ini dibilang sebagai pemulangan dari sosok yang berhasil menjadi topskor di Liga 1 musim 2017 saat berseragam Bali United. Maka, keberadaan Comvalius akan seperti yang diharapkan oleh publik Indonesia di musim tersebut. Yaitu, kembali melihat ketajaman Comvalius di Liga 1 musim ini bersama Arema FC.
Memang, Comvalius sukses langsung mencetak gol untuk Arema di laga pekan pertama. Namun, di laga kedua ini, Comvalius hadir seperti pemain yang 'dikorbankan' untuk tak berbuat banyak. Dijadikan sebagai target-man di laga ini, Comvalius seperti tak mampu melepaskan diri dari kawalan ketat duet palang pintu tinggi besar milik Borneo FC, Jan Lammers dan Javlon Guseynov.
Ketidak-berkutikan Comvalius ternyata tidak dipahami oleh rekan-rekannya yang justru tetap menggunakan taktik konservatif---ketika bermain dengan target-man seperti Comvalius. Yaitu, bermain dengan bola-bola silang. Padahal apa yang dilakukan oleh Arema tersebut sudah dapat dipastikan mampu diantisipasi oleh pertahanan Borneo FC. Inilah yang membuat Arema FC gagal berkembang di pertandingan ini.
Faktor kedua adalah Borneo bermain dengan duet pemain belakang yang bertipikal kuat duel udara. Uniknya, mereka 'hanya' bertarung dengan Comvalius yang dibiarkan sendirian di depan oleh Arema. Ini yang membuat Borneo tidak terlalu kerepotan, meski acapkali mereka juga gugup ketika Arema mulai memainkan bola-bola pendek untuk menusuk pertahanan Borneo.
Namun, sayangnya Arema tidak membaca situasi tersebut. Khususnya pelatih Milo yang tidak berani berjudi dengan menarik keluar Comvalius di babak kedua. Justru Milo menarik keluar Ricky Kayame dan memainkan pemain bertipikal sama seperti Kayame, Rivaldi Bouwo. Sehingga, tidak ada perubahan taktik di sini di kubu Arema untuk bermain antitesis dengan taktik Mario Gomez.