Tidak ada comeback di semifinal yang mempertemukan Valencia dengan Arsenal (10/5). Wakil Spanyol yang tersisa di kompetisi Eropa ini---setelah Barcelona tersingkir di semifinal Liga Champions, gagal menundukkan si tamu asal London Utara, Arsenal. Sebagai tim yang tertinggal secara agregat tentunya mendorong mereka untuk mengikuti jejak Liverpool dan Tottenham Hotspur yang berhasil melakukan comeback di Liga Champions.
Secara matematis, Valencia memang unggul di pertandingan yang digelar di Estadio Mestalla tersebut. Namun, ada satu hal yang menghalangi upaya mereka untuk comeback. Yaitu, kurang memiliki akurasi dalam memanfaatkan peluang menjadi on target.
Hal ini menjadi perbedaan yang mendasar dengan permainan Arsenal yang lebih praktis dan membiarkan si tuan rumah mendominasi permainan. Bahkan akurasi passing Valencia sangat bagus, selain catatan ball possesion yang tinggi. Namun, akurasinya ketika menuju garis terakhir pertahanan The Gunners, mereka terlihat mengalami kebuntuan.
Hal ini juga tidak lepas dari penampilan Arsenal yang mampu bertahan dengan cukup baik. Memang, dua gol yang dilesakkan oleh Valencia dapat membuat catatan pertahanan Arsenal buruk. Namun, jika melihat catatan jejak Arsenal di laga-laga sebelumnya, Arsenal memang kurang memiliki catatan bagus dalam hal menjaga gawang mereka untuk tidak kebobolan, apalagi di laga tandang. Meski demikian, Arsenal tahu akan kekurangan tersebut. Oleh karena itu, Arsenal memilih untuk mengimbanginya dengan permainan praktis dalam membangun serangan.
Jika melihat statistik pertandingan, kita bisa melihat bahwa Arsenal tidak banyak menyerang pertahanan Valencia. Namun, secara efektivitas, Mesut Ozil dkk perlu berbahagia, karena mereka mampu mencetak 4 gol dari 5 shots on target. Luar biasa, bukan?
Inilah yang menjadi batu sandungan yang sangat besar bagi Valencia di laga ini. Mereka hanya bisa mendominasi permainan namun gagal untuk bertahan dengan baik. Harapan comeback-pun akhirnya buyar ketika PR mencetak gol mereka tidak semakin berkurang, justru semakin bertambah.
Gol kedua Arsenal yang dicetak oleh Alexandre Lacazette pantas disebut sebagai gol 'killing the game'. Karena, dengan Arsenal mencetak 2 gol tandang, maka, Valencia harus mencetak 3 gol atau lebih (skor harus minimal 5-2) untuk dapat menyingkirkan Arsenal. Tentu ini bukan pekerjaan mudah bahkan nyaris mustahil, karena dengan permainan praktis, Arsenal tetap bisa membagi fokus antara bertahan dengan menyerang.
Inilah yang membuat Valencia gagal total di leg kedua ini. Diperparah lagi dengan gelontoran 2 gol tambahan dari Aubameyang yang sekaligus mencatatkan namanya tiga kali di papan skor alias hattrick. Arsenal melaju dengan sangat meyakinkan ke partai puncak, menyusul dua klub Premier League lainnya di final kompetisi Eropa.
Arsenal akan menjadi salah satu dari dua klub Inggris (Chelsea juga memastikan lolos melalui adu penalti) yang akan juara UEFA Europa League seperti Liverpool dan Tottenham Hotspur yang salah satunya juga dipastikan akan membawa trofi Liga Champions ke Inggris.
Di laga semifinal ini, Valencia harus menerima kenyataan bahwa mereka memang belum bisa menjadi suksesor Sevilla dan Atletico Madrid yang sukses di kompetisi Liga Eropa. Catatan ini juga mengacu pada permainan mereka yang terlalu terbuka, membuat tim yang memiliki prosentase serangan yang tinggi, dapat dipastikan akan mampu menyerang dan menciptakan peluang. Nahasnya, tim yang dihadapi oleh Si Kelelawar Hitam adalah Arsenal dengan duet maut di lini depannya, Aubameyang dan Lacazette.
Bersama dua striker subur tersebut, Arsenal sukses menggagalkan misi comeback Valencia di tanah Spanyol.