Itulah yang terjadi di semifinal leg kedua antara Liverpool vs Barcelona dini hari tadi (8/5). Kemenangan 4-0 Liverpool atas Barcelona sukses mengandaskan mimpi Messi dkk untuk meraih treble winners musim ini. Menyakitkan bagi Barcelona dan pendukungnya---Barcelonistas. Namun, menggembirakan bagi Liverpool dan pendukungnya---Liverpudlian.
Bermain di kandang sendiri, rupanya membuat Liverpool sangat ingin memberikan yang terbaik untuk para pendukungnya. Mereka tidak ingin tersingkir begitu saja. Skenarionya sudah sangat jelas. Mereka harus mencetak minimal 3 gol untuk memaksakan laga menjalani waktu tambahan extra-time 2x15 menit, lalu mencari gol ke-4. Atau di plan A adalah mereka harus mencetak 4 gol langsung dan dengan catatan tebal bahwa mereka tidak boleh kebobolan, satu gol pun!
Rencana A dan B sudah sangat jelas bagi Liverpool ketika mereka memang ingin lolos ke final. Namun, mereka diprediksi juga akan bersedia menerima hasil minimal, yaitu tersingkir secara terhormat alias menang meski tidak lolos. Itulah rencana ketiga atau plan C. Intinya, mereka ingin menang.
Target itulah yang membuat Liverpool tanpa Mo Salah dan Roberto Firmino tetap berupaya yakin bahwa hasil akhir pertandingan akan dihadapi dengan permainan yang sudah mereka persiapkan sebelumnya.
Persiapan pertama yang ingin mereka lakukan adalah mencetak gol cepat.
Taktik ini sebenarnya selalu dilakukan oleh tim yang berposisi sebagai tim non-unggulan. Mereka ingin mencuri keunggulan dan kemudian mencoba membuat tim lawan keluar menyerang sedangkan mereka akan melakukan compact-defense.
Kebetulan, di laga ini Liverpool meski merupakan tim tuan rumah, namun kekalahan 3-0 atas Barcelona di leg 1 membuat Jordan Henderson dkk harus bertindak sebagai underdog. Hal ini yang membuat mereka ingin mencuri perhatian (terhadap lawan) dengan cara mencetak gol lebih dahulu dan melihat situasi terbaik untuk membangun serangan balik cepat dan akurat.
Gol cepat ternyata memang terwujud untuk kubu The Reds. Divock Origi yang di laga sebelumnya (lanjutan Premier League) juga menjadi pahlawan bagi Liverpool, kembali muncul sebagai pencetak gol pertama di laga ini. Liverpool langsung unggul 1-0 sebelum pertandingan berjalan 10 menit.
Keunggulan ini bertahan sampai babak pertama berakhir dan bagaimana dengan Barcelona?
Mereka tidak bermain efektif di laga ini, dan mereka sepertinya juga memiliki rencana dan persiapan sendiri. Entah apakah gagal atau memang tidak ingin segera dilakukan sedari babak pertama. Namun, strategi Barcelona di laga ini dapat dikatakan tidak berhasil.
Karena, sebagai tim yang ingin memastikan menjejak final dengan dua kaki, seharusnya mereka juga punya target utama. Yaitu, mencetak gol tandang. Dengan keunggulan 3-0 dan kemudian mampu mencetak satu gol tandang, maka, Liverpool akan memiliki PR yang lebih banyak lagi; 5 gol harus dicetak.
Inilah yang tidak terjadi di Barcelona dan Messi cs terlihat arogan dengan terus menunggu perkembangan dari permainan si tuan rumah. Inilah yang membuat Juergen Klopp dapat menjalankan taktik keduanya di babak kedua. Yaitu, keluar menyerang mencari gol selanjutnya.