Beberapa waktu lalu, penulis menuliskan tentang kembalinya Miljan Radovic ke Persib*, meski bukan sebagai pemain. Radovic kembali ke Persib untuk menjadi pelatih baru Persib, menggantikan Mario Gomez yang menjadi pelatih Hariono dkk di musim 2018. Namun, ternyata keberadaan Miljan Radovic tidak memberikan dampak positif---seperti saat dirinya menjadi pemain---terhadap permainan Persib yang sebelumnya sudah bagus ketika berada di arahan Mario Gomez.
Bahkan, Radovic di awal pekerjaannya sebagai pelatih Tim Maung Bandung langsung memberikan berita heboh. Bukan karena dia mendatangkan mantan pemain klub besar di Eropa selayaknya manuver transfer Persib terhadap keberhasilan mereka menggaet Michael Essien beberapa waktu lalu.
Tanpa meremehkan kualitas Srdjan Lopicic, namun, kehadiran Lopicic ke Persib pasca Radovic resmi menjabat sebagai pelatih tim Maung Bandung itu, langsung menuai reaksi negatif di kalangan pendukung Persib. Dimulai dari aksi trending topic di media sosial sampai kemudian di tribun stadion ketika Persib bermain. Para pendukung Persib memprediksi bahwa nasib Persib tidak akan lebih baik ketika cara kerja Radovic seperti itu---merekrut pemain berdasarkan kedekatan personal.
Inilah yang juga menjadi sorotan bagi penulis saat itu (silakan baca di artikel sebelumnya dengan link ada di akhir artikel ini). Sebagai penikmat semi amatir sepakbola, penulis mengakui bahwa insting pendukung sepakbola terkadang lebih bagus daripada 'indera penciuman' seorang pelatih. Apalagi bagi pelatih yang belum memiliki rekam jejak panjang sebagai pelatih.Â
Sebagai pelatih, Miljan Radovic adalah sosok yang masih hijau dibandingkan Mario Gomez, bahkan pelatih milik Persija di musim lalu, Stefano 'Teco' Cugurra. Artinya, untuk membesut sebuah tim besar seperti Persib, seharusnya tidaklah main-main dalam menentukan siapa pelatihnya (bukan hanya karena kedekatan antara tim manajemen dengan mantan pemainnya).
Memang, ini tidak seratus persen kesalahan Radovic. Karena, Radovic tentunya tidak bisa menolak untuk kembali ke klub yang pernah dibela dan pendukungnya Persib saat itu sangat mendukung Radovic untuk menjadi pelatih Persib. Namun, harapan hanya akan menjadi harapan ketika realisasi ternyata tidak seindah harapan.
Itu terbukti dari kerja pertama Radovic yang langsung menuai kontroversi bagi pendukung maupun penikmat sepakbola nasional secara netral. Publik penggila bola (gibol) Indonesia mengamini fakta di lapangan bahwa permainan Lopicic sudah berada di ambang batas akhir karirnya sebagai pemain profesional. Sejak dikenal bermain bagus di Persisam (Borneo FC) dan kemudian terlihat lebih moncer di Persela, Lopicic pada akhirnya tidak mampu mengingkari peredupan karirnya.
Memang, Lopicic diprediksi masih bisa bermain dan mungkin diandalkan oleh klub yang dibelanya. Namun, klub itu tidak seharusnya Persib Bandung. Karena, klub yang pernah menjadi kampiun Liga Indonesia itu tentunya lebih mengharapkan pemain yang sangat segar dan dapat menunjang kualitas mumpuni dari strikernya, Ezechiel N'Douassel.
Beruntungnya, Persib berhasil mendatangkan pemain tengah naturalisasi yang dikenal memiliki kualitas individu yang ciamik, Esteban Viscarra. Sehingga, seandainya Lopicic tenggelam, Viscarra akan lebih diidamkan untuk dapat memberikan permainan maksimalnya. Namun, sepakbola masa kini adalah bagian dari bisnis, dan bisnis selalu identik dengan perhitungan untung-rugi. Bersediakah Persib merugi karena merekrut pemain yang diprediksi tak akan banyak terpakai tenaganya?
Jawabannya tidak.