Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Para Srikandi Aksara Berupaya untuk Eksis (Artikel Spesial untuk Workshop Penulisan Komalku Raya)

20 April 2019   17:00 Diperbarui: 20 April 2019   17:05 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster acara dari Komalku Raya. (Dok. Panitia Komalku Raya)

Berlanjut ke faktor kedua, yaitu jenis tulisan.
Penulis perempuan lebih identik pada karya sastra---novel dan puisi. Sedangkan laki-laki dapat menulis segala jenis karya tulis. Dari karya sains sampai karya sastra, penulis laki-laki mampu hadir dan menjaga ruang itu dari dulu hingga sekarang.
Namun, seiring berjalannya waktu, karya tulis sastra juga semakin banyak dilahirkan oleh penulis laki-laki. Uniknya, pola menulis di bidang sains juga dilakukan saat menulis karya sastra. Tidak sedikit, penulis laki-laki melakukan riset, observasi dan survey secara langsung saat proses menulis. Hal ini yang membuat karya sastra dari penulis laki-laki juga variatif---tidak hanya ingin curhat, dan inilah yang lebih diinginkan oleh pembaca.

Terkadang pembaca akan lebih memilih konten yang variatif daripada yang monoton. Karena, tidak sedikit pula terdapat pembaca yang ditemukan memiliki tingkat kebosanan yang tinggi. Sehingga, daripada menghilangkan kebiasaan membaca, maka lebih baik melakukan penjelajahan dalam mencari bacaan-bacaan yang menarik dan variatif.

Permintaan ini yang kadangkala kurang 'dituruti' oleh penulis perempuan. Karena, misi dari beberapa penulis perempuan terkadang hanya fokus dalam upaya mencari hiburan. Baik itu diwujudkan dalam bentuk karya maupun dalam visi berkaryanya.

Tidak jarang, penulis perempuan menjadikan aktivitas tulis-menulis hanya untuk menghapus kepenatan. Sebagai selipan dalam rutinitas yang padat dan membosankan. Termasuk juga hanya bagian dari pelarian terhadap 'kebisingan' yang terjadi di sekitarnya. Maka, tidak mengherankan pula jika tulisan-tulisan yang terlahir terlalu bersifat internalistik/subjektif, dibandingkan mengungkap realitas yang objektif.

Dari sini, kita mulai memahami mengapa penulis perempuan tidak begitu 'terlihat'. Walau sebenarnya mereka ada. Bahkan, tidak sedikit yang kita temukan tentang penulis-penulis perempuan yang hebat dan karyanya bahkan mendunia dan melegenda. Salah satunya J.K Rowling dengan novel serial Harry Potter-nya.

Lalu, bagaimana dengan faktor rentang waktu---durasi produktivitas?

Seperti yang diungkap sebelumnya, bahwa penulis laki-laki terkadang menjadikan tulis-menulis sebagai profesi/bagian terpenting dalam karirnya. Bahkan, yang menjadikan tulis-menulis sebagai hobi saja bisa membuat metode penulisannya dengan sangat profesional. Maka, dari situ, kita bisa melihat bahwa penulis laki-laki cenderung lebih serius dalam upaya menghasilkan tulisan dibandingkan perempuan. Mengapa?

Karena, mindset penulis laki-laki cenderung ingin menjadikan tulisannya adalah bagian dari kehidupannya yang penting. Maka, setiap karyanya harus dibuat dengan proses yang matang. Sehingga, tidak mengherankan jika penulis laki-laki bisa memiliki ruang tersendiri sebagai 'kantor' untuk menulis. Tidak hanya ruang, namun juga waktu. Penulis laki-laki selalu berupaya memberikan waktu tersendiri untuk menulis. Tidak secara acak dan sembarangan. Karena, apa yang mereka tulis terkadang tidak 100% mengandalkan internalistiknya namun juga hasil dari observasinya. Sehingga, tidak mungkin untuk menulis dengan waktu yang sembarangan, atau 'tergantung mood'.

Hal ini yang kadang berbeda jika dibandingkan dengan penulis perempuan. Karena, mereka biasanya memiliki pekerjaan lain yang utama dan kadangkala juga jauh dari jangkauan dunia tulis-menulis. Untuk itulah menulis bukanlah hal yang utama. Berbeda dengan penulis perempuan yang memang menjadikan tulisan sebagai 'nafas kehidupannya'. Biasanya cara kerjanya akan mirip seperti penulis laki-laki. Namun, hal semacam ini tidak banyak. Mengapa?

Karena, perempuan tidak memiliki waktu yang lama untuk 'sendiri'. Biasanya selepas masa pendidikan, perempuan akan segera bekerja dan menikah. Inilah yang membuat rentang waktu kreatifnya akan lambat-laun berkurang. Meskipun mereka tetap produktif, namun bentuk produktivitasnya akan berbeda atau bukan dalam bentuk tulisan. Hal ini yang membuat penulis perempuan tidak mampu bertahan untuk terus menulis. Sedangkan salah satu kesuksesan penulis laki-laki adalah bertahan dalam waktu yang lama. Bahkan dari muda sampai kakek-kakek pun ada yang masih tetap menulis.

Berbeda dengan perempuan. Penulis perempuan cenderung lebih fokus melakukan pekerjaan lain yang lebih nyata. Salah satunya adalah merawat dan mendidik anak. Hanya sepersekian persen dari ibu-ibu tersebut yang mampu meluangkan waktunya untuk menulis. Inilah yang kemudian disebutkan sebelumnya, bahwa penulis perempuan menulis sebagai hiburan saja. Bukan suatu keseriusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun