Difavoritkan.
Itulah yang biasanya terjadi ketika sebuah klub sepakbola terdapat pemain bintang. Apalagi pemain berlabel Ballon d'Or. Seperti Juventus, yang musim ini diperkuat oleh peraih Ballon d'Or lima kali, Cristiano Ronaldo. Suatu hal yang menarik dan membuat para penikmat bola mulai menerka-nerka perjalanan Si Nyonya Besar bersama Cristiano Ronaldo.
Tidak hanya di kompetisi domestik. Perjalanan Juventus juga dinantikan kehebatannya di kompetisi Eropa. Pertanyaan publik tentang mampukah Juventus kembali ke final Liga Champions juga mengemuka. Kehadiran Cristiano Ronaldo bisa menjadi salah satu faktor keoptimisan tersebut.
Hal ini bisa dilihat ketika Juventus berhasil come back di laga perebutan tiket 8 besar dengan Atletico Madrid. Mereka yang di leg pertama kalah, akhirnya mampu membalikkan keadaan saat giliran menjadi tuan rumah di leg kedua.
Pertemuan Juventus dengan Ajax di babak 8 besar juga diprediksi bukanlah hal berat bagi Juventus. Namun, Ajax berhasil menunjukkan bahwa mereka bukanlah tim penggembira di Liga Champions. Mereka ingin bermain.
Hal ini yang membuat Ajax berhasil mengandaskan Real Madrid dan kini (di babak 8 besar) berhasil memukul mundur Juventus di Italia.
Juventus kalah di leg kedua babak 8 besar (17/4). Uniknya, mereka kalah di kandang sendiri dan membuat asa untuk menggapai final kandas. Agregat 2-3 harus membuat publik Turin kecewa. Namun, hasil ini bisa diprediksi jika kita kembali mengingat bagaimana Ajax dapat meruntuhkan Real Madrid juga di kandang Madrid. Di Santiago Bernabeu, Ajax berhasil melumat Modric dkk dengan skor telak (1-4). Luar biasa!
Inilah yang terjadi ketika kita kembali menyaksikan laga penting bagi Ajax. Mereka ingin kembali mengalahkan tim tuan rumah dan tetap bertahan di kompetisi Liga Champions musim ini. Satu hal yang dapat menjadikan alasan keberhasilan mereka menekuk dua tim besar itu adalah faktor permainan kolektif mereka yang cukup sulit untuk dihentikan. Khususnya dalam membangun serangan.
Seluruh pemain Ajax membagi peran untuk dapat membuat serangan mereka dapat sampai ke pertahanan lawan dan mengancam gawang lawan. Situasi ini cukup jarang terjadi jika tim ini adalah tim besar (selevel Juventus dan Real Madrid). Mereka biasanya cukup mudah untuk diprediksi tentang siapa yang akan menjadi eksekutor peluang, dan siapa yang akan 'melayani'.
Ambil contoh di Juventus. Kita bisa melihat bahwa peran Cristiano Ronaldo di musim ini cukup berbeda dengan apa yang dia jalani saat bersama Real Madrid. Di Real Madrid, CR7 (julukan Cristiano Ronaldo) tidak hanya menunggu bola namun juga mencari bola. Sedangkan di Juventus, dia tidak banyak terlibat dalam membangun serangan dari bawah. Karena Juventus memiliki banyak pemain berkualitas dan (berkemampuan) merata di lini tengah, sehingga Cristiano tidak perlu repot-repot berakselerasi. Hal ini yang menjadi suatu hal yang sangat kontras dengan Ajax.
Ajax memiliki tiga-empat pemain untuk punya kesempatan mengeksekusi peluang. Dari peluang tendangan bebas sampai tendangan pojok dieksekusi oleh pemain-pemain yang berkeahlian di momen itu. Untuk itulah, para pemain Juventus kesulitan untuk menjaga pemain Ajax secara terus-menerus. Nahasnya, ketika pemain Juventus (khususnya lini belakang) mulai kehilangan konsentrasi, maka pemain-pemain Ajax bisa memanfaatkan itu dengan menempatkan diri di belakang atau di luar jangkauan pengawasan pemain bertahan Juventus.