Bagi para penikmat olah raga, apalagi sepakbola, pasti sudah tidak asing lagi dengan keberadaan kartu kuning dan kartu merah. Benar. Ganjaran yang diberikan oleh wasit kepada pemain maupun pelatih yang melakukan pelanggaran berlebihan dan layak untuk diberikan sanksi berupa kartu kuning ataupun kartu merah.Â
Sebenarnya mereka yang melakukan pelanggaran, juga tidak langsung mendapatkan kartu. Terkadang masih diberikan peringatan sekali. Namun, ketika pelanggaran yang dilakukan sudah keras dan lebih dari sekali, maka, kartu kuning bisa tercabut dari saku wasit. Bahkan, ada pelanggaran-pelanggaran tertentu yang bisa membuat kartu merah langsung terangkat ke udara.
Biasanya, kartu merah muncul ketika pelanggaran itu sudah tidak bisa ditolerir oleh wasit. Sehingga si pemain ataupun bahkan pelatih bisa pergi dari lapangan. Itu terjadi bukan karena semata-mata karena pemain atau pelatihnya ingin melakukan pelanggaran tersebut. Khususnya bagi pelatih. Biasanya pelatih yang terkena kartu merah adalah pelatih-pelatih yang beraksi berlebihan dalam memprotes keputusan wasit, ataupun ketika pelatih tersebut dinilai membuat provokasi yang dapat merugikan lawan secara tidak fair-play.
Hal inilah yang saat ini sedang disorot. Yaitu protes.
Protes adalah suatu hal yang kadangkala harus dilakukan oleh semua orang. Tidak hanya bagi figur-figur di dunia olah raga, namun juga orang-orang sipil atau masyarakat. Di masa demokrasi yang semakin membesar seperti saat ini, maka, tidak asing lagi bagi kita untuk melihat banyak orang berupaya menyuarakan pendapatnya atau aspirasinya. Dari yang awalnya masih melalui koridor yang baik (birokrasi dan negosiasi), sampai ke hal yang tak lagi dapat dikontrol. Yaitu protes (demonstrasi).
Protes dapat terjadi ketika kekecewaan terhadap suatu hal yang dapat membuat pihak-pihak tertentu merasa dirugikan. Sama halnya dengan pemain sepakbola yang memprotes wasit. Bisa saja hal itu terjadi karena bagi si pemain, keputusan itu sangat merugikan timnya. Namun, selayaknya yang sudah kita ketahui, bahwa sesuatu yang dilakukan secara berlebihan juga tidak baik, bahkan bisa sangat merugikan.Â
Khususnya bagi tim, bagi orang lain, bagi orang-orang yang masih sangat membutuhkan orang tersebut. Sama seperti di sebuah tim sepakbola. Kehilangan satu pemain di dalam lapangan, bisa membuat pengaruh yang signifikan terhadap permainan tim. Komposisi pasti berubah, dan kebutuhan ataupun kepentingan timnya menjadi berubah pula.
Kita ambil satu contoh saja dari sekian banyak aksi protes ataupun kartu merah yang terjadi di dunia sepakbola. Yaitu, saat laga sarat emosional yang terjadi di Camp Nou beberapa saat lalu. Di laga besar yang mempertemukan si tuan rumah, Barcelona dengan tim asal Madrid lainnya, Atletico Madrid.Â
Melalui pertandingan yang berjalan cukup alot, Barcelona akhirnya dapat keluar sebagai pemenang. Skor 2-0 sudah cukup untuk mengandaskan perlawanan Atletico dan membuat posisi El Barca di puncak klasemen La Liga Spanyol cukup solid.
Di antara beberapa momen yang terjadi di laga tersebut, ada momen di mana Diego Costa diusir wasit. Ya, kartu merah yang datang di saat tim masih sangat membutuhkan keberadaannya untuk dapat memberikan teror kepada duet Pique-Lenglet di jantung pertahanan Barcelona.Â
Terbukti, pasca diusirnya Costa, lini serang Atletico mulai kurang agresif dalam menekan pertahanan. Meski ada Alvaro Morata, namun, karakter penyerang Spanyol lainnya itu tidaklah sama dengan Costa yang tak hanya mampu bertarung secara teknis namun juga secara non-teknis. Artinya, kartu merah Costa sangat merugikan bagi Atletico di laga itu. Terlepas dari dua gol lawan, tetap saja Atletico akan punya cukup asa, jika mereka masih bermain dengan 11 pemain.