Indonesia selalu tak pernah kehabisan sosok-sosok fenomenal untuk diperbincangkan. Mereka yang fenomenal (entah sesaat atau selamanya) biasanya hadir silih berganti dengan berbagai hal yang dapat ditunjukkan kepada banyak orang. Ada yang menonjolkan sisi kontroversinya, sensasinya, prestasinya, hingga kisah inspirasinya. Belum selesai kita 'menikmati' sosok Mbak Inem yang kabarnya merupakan perempuan yang sangat peduli terhadap orang di sekitarnya. Kini, kita kembali menemukan figur-figur menarik pada 'orang daerah' lainnya lagi. Yaitu, duo pesinden asal Jawa Tengah; Apri-Mimin.
Sekilas, dari namanya, kita tidak akan menganggap pesinden ini memiliki hal yang unik ataupun istimewa sebagai pesinden. Begitu pula dengan suaranya yang pastinya bagus untuk sekelas sinden. Namun, bagaimana jika kita melihat sosoknya---fisiknya, secara langsung?
Adakah yang aneh?
Walau sebagai pesinden, rupanya Apri-Mimin bukanlah perempuan. Mereka berdua adalah laki-laki. Betul. Jika, kita melihat lehernya, sangat jelas ada tonjolan jakun. Begitu pula ketika mendengar suara dari salah satunya---Mimin saat berbicara biasa. Maka, kita akan mudah mendeteksi jika mereka adalah laki-laki. Apalagi Mimin.
Lalu, apakah kemunculan mereka dapat membuat Indonesia berada di masa krisis 'sex and gender'?
Tidak.
Membicarakan keduanya, kita tidak akan perlu fokus tentang jati diri mereka---apalagi jika sampai menyinggung tentang LGBT. Toh, publik sudah mengetahui (latar belakang) mereka berdua. Bahkan konon, ada yang sudah mengenal duo sinden ini jauh sebelum seterkenal saat ini. Sehingga, kita saat ini tidak perlu membahas tentang apakah mereka waria atau hanya seperti Hudson---penyanyi Indonesia yang mampu berperan sebagai penyanyi perempuan?
Apri dan Mimin seperti yang kita lihat di atas panggung, bahwa mereka memiliki fisik yang sedikit berbeda walau keduanya sama-sama mengenakan kostum perempuan (kebaya atau gaun) saat di panggung. Mimin lebih mudah dikenali sebagai laki-laki, apalagi jika melihat penampilannya saat tanpa riasan. Maka, kita akan menjumpai Mimin sebagai laki-laki tulen yang maskulin. Namun, bagaimana dengan Apri?
Apri yang kemudian kita ketahui bernama asli Panut ini rupanya cukup sulit untuk dideteksi sebagai laki-laki. Dari wajah, gestur saat aktif (bergerak), hingga gestur pasifnya (duduk/diam), kita seperti melihat dirinya sebagai perempuan pada umumnya. Apalagi ketika kita sudah mendengar suara emasnya yang melengking tinggi dan jernih. Maka, dengan menutup mata, kita akan memastikan bahwa Apri adalah perempuan. Namun, nyatanya Apri memang laki-laki.
Uniknya, gestur dan suara yang dimiliki Apri terlihat tidak dibuat-buat. Entah, apakah ini memang disebut sebagai perwujudan feminitas dari laki-laki yang secara alami muncul dan kemudian teraplikasikan pada sosok Apri. Jika, melihat rekam jejaknya di atas panggung (di beberapa video yang ada di Youtube) kita akan melihat gesturnya Apri sangat perempuan sekali. Tidak endel dan malah terkesan anggun---ketika berkebaya. Selain itu, secara wajah, dia memiliki mimik/ekspresi yang wajar saat diam maupun berbicara. Hal ini membuat kita akan lebih mudah menerima sosok Apri sebagai sinden/penyanyi (yang berperan) perempuan.
Melihat fenomena dari keduanya, khususnya Apri, kita berada di antara dua mata yang sama-sama memiliki hak menilai. Di satu mata, kita akan menilai bahwa laki-laki haruslah tetap menjadi laki-laki dan berperan sebagai laki-laki di manapun dia berada. Namun, bagaimana dengan bentuk yang ditampilkan oleh mereka berdua tersebut---khususnya saat berada di atas panggung? Maka, mata kita lainnya akan menilai bahwa sebenarnya sebagai manusia, kita memiliki hak untuk berperan sebagai siapapun dan apapun; selama hal itu ditujukan untuk hal yang positif.
Â
Untuk itulah, keberadaan figur-figur seperti Apri-Mimin ini sudah sepatutnya diapresiasi secara positif. Karena, di tengah badai permasalahan yang sedang ditimbulkan oleh banyak orang saat ini. Rupanya, masih ada orang-orang yang dapat menghibur kita dengan keistimewaan dan pastinya itu adalah berkah yang belum tentu dapat dimiliki oleh kita. Siapa yang bisa memiliki suara milik jenis kelamin yang berbeda? Apalagi saat menyanyi.
Selain itu, kehadiran Apri-Mimin di panggung hiburan Indonesia sepertinya akan menjadi penyadaran bagi kita bahwa semua orang berhak mengabdikan dirinya untuk berkarya. Selain itu, ada kunci yang dipegang oleh kedua figur ini yang kemungkinan tak banyak dimiliki oleh figur-figur lainnya. Yaitu, kejujuran. Sedikit atau banyak, kejujuran itu harus ada di setiap tindak-tanduk kita---apalagi dalam berkarir. Entah bagaimana sulitnya maupun berliku pada prosesnya, namun, ketika kita dapat konsisten dan mengembangkan kapabilitas kita. Maka, kejujuran itu akan membuahkan hasil yang positif bagi diri kita pada akhirnya.
Bisa diterka-terka jika perjuangan awal dari Apri-Mimin untuk bisa seperti saat ini bukan diraih dengan proses yang mudah. Apalagi jika itu bersangkutan pada 'sex and gender'. Perlu diingat bahwa Indonesia adalah negara yang sangat sensitif dengan hal-hal yang semacam itu. Wajar saja, karena Indonesia memiliki kultur 'peduli' dengan sesamanya. Saking pedulinya, kehidupan orang lain seringkali dikorek sampai mengelupas dan membuat orang tersebut terluka.