Kebakaran yang melanda Kampung Adat Tarung, Kelurahan Sobabwawi, Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, pada  Sabtu, 7 Oktober 2017, sekitar pukul 16.00 Wita yang lalu meninggalkan duka, peristiwa  tersebut telah menghanguskan 28 rumah dan dua rumah ibadah bagi warga penganut kepercayaan Marapu.
Kebakaran tersebut tidak hanya memusnahkan bangunan di kampung yang termasuk salah satu destinasi wisata di Sumba Barat itu, tetapi juga memusnahkan harta benda dan alat produksi masyarakat adat di dalamnya, tidak terkecuali alat tenun sebagai alat produksi utama pembuatan tenun ikat.
Tenun ikat di dalam masyarakat adat Sumba, merupakan warisan budaya turun menurun, motif-motifnya  yang kaya akan makna mengenai simbol kehidupan masyarakat adat Sumba serta menggambarkan bagaimana hubungan masyarakat dalam siklus kehidupan mereka, baik kelahiran, pernikahan bahkan kematian.
Tenun ikat dalam masyarakat Sumba, selain dipergunakan sehari-hari, juga merupakan perlengkapan penting dalam  upacara adat.
Dengan semakin tertariknya masyarakat luar Sumba terhadap kain tenun ikat ini tenun ikat, Â Sumba memiliki nilai ekonomi,. Â Sehingga,kain tenun Sumba bukan lagi hanya sebagai bagian budaya masyarakat Sumba,tetapi menjdi salah satu sumber ekonomi masyarakat Sumba, terutama perempuan adat Sumba.
Karena kain tenun ikat Sumba ini dibuat melalui tangan-tangan terampil Nona dan Mama Humba, dimana proses pembuatan kain ikat Sumba ini umumnya memang dikerjakan oleh perempuan, mulai dari pembuatan corak dalam teknik ikatan tertentu, pewarnaan hingga penenunan.
Kain tenun ikat dibuat dengan rasa cinta yang mendalam bukan hanya kepada budaya tetapi kepada alam yang sangat terlihat dari motif hingga prosesnya pembuatannya yang alami. Meski telah terjadi pergeseran dari pelenggap upacara adat menjadi salah satu sumber ekonomi, hasil penjualan kain ini pun dipergunakan untuk menghidupi kehidupan keluarga.
Melalui pembuatan kain, perempuan adat Sumba menunjukkan keberdayaanya bahkan dalam sumber mata pencarian. Dengan skill yang mereka dapatkan secara turun temurun ini, merekabukan hanya menjaga keberlangsungna budaya, alam yang mereka cintai tetapi juga menjaga keberlangsungan kehidupan perekonomian keluarga mereka.
Dengan terjadinya peristiwa kebakaran di Kampung tarung oktober yang lalu, menjadikan kegiatan menenun di masyarakat adat Kampung tarung ini terhenti total akibat terbakarnya semua alat produksi tenun ikat.Meski demikian, hasrat mereka untuk tetap menenun pasca kebakaran tetap besar, sebagaimana disampaikan  Mama Lawwedan dan Mama Yuli bahwa mereka tetap ingin menenun hanya saja terkendala tidak ada benang dan alat tenun.
Keresahan  mereka ini  ditanggapi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Sumba,bekerja sama dengan Samdhana institute serta Sumba Hospitality Foundation, dengan memberikan bantuan berua  alat tenun kepada 28 mama Sumba Kampung Tarung.Â
Bantuan ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama diberikan 10 set alat tenun pada bulan Desember 2017 dan hari ini , 8 Februari 2017, Â diserahkan 18 set alat tenun.