Mohon tunggu...
DEDDY RAHMAT
DEDDY RAHMAT Mohon Tunggu... -

Tidak terlalu suka dengan aturan birokrasi. Marginal class, demikian kata sebagian orang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aku Ingin Menjadi "Teroris"

25 Juni 2011   02:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:12 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika mendengar kata teroris..yang terbayang dalam otak kita pastilah seorang berjenggot lebat yang membawa ransel berisi bom lengkap dengan detanatornya dan siap diledakkan di tempat yang telah ditentukan...dibungkus dalam kerangka jihad fisabillillah terhadap Amerika dan segala antek-anteknya...teroris seakan menjadi pembenaran atas semua kezaliman yang dilakukan oleh "kelompok kapitalisme"...

Tulisan ini tidak akan memperdebatkan apakah teroris benar ato salah...terserah lah..itu mah urusan para pakar terorisme yang sudah banyak berdebat di media massa selama ini..tulisan ini hanya mencoba melihat teroris sebagai manusia biasa ato dalam bahasa kerennya "memanusiakan teroris"..ato bisa juga "menteroriskan manusia"...

Sebagai manusia, yang namanya teroris pastinya punya alasan untuk melakukan apa yang dianggapnya sebagai sebuah kebenaran...yang menarik adalah mereka mampu merancang ide dan gagasan yang mereka punya menjadi sebuah action..menjadi sebuah tindakan nyata yang berimplikasi kepada banyak pihak - sekali lagi - terlepas dari benar dan salahnya tindakan yang mereka lakukan. Hal ini jarang sekali kita lihat dilakukan oleh para pemimpin bangsa ini ato oleh orang-orang yang memegang kuasa atas hajat hidup orang banyak di negeri yang kita cintai ini...terlalu banyak ide yang dibuat, segala macam rencana yang dikonsep, banyak rapat, seminar, sosialisasi dan diseminasi dan segala macam istilah yang dilakukan, segala bentuk aturan dan payung hukum disusun...namun begitu mencapai tataran implementasi...sebagian besar menjadi seperti macan ompong...tak bergigi...sehingga rakyat malah menjadi bingung...mana yang harus diikuti...

Para teroris menyusun rencananya dengan sangat matang, sampai pada hal-hal detail mereka pelajari, segala kemungkinan untuk melaksanakan segala aksi mereka rangkum, mereka olah sehingga menghasilkan sebuah keputusan sampai ke tingkatan detik..pun mereka dengan gagah berani merealisasikan ide yang mereka punya tanpa kenal takut lagi...tanpa pernah berpikir bahwa  apa yang mereka lakukan justru akan membahayakan banyak pihak yang cenderung tidak terlibat...sebuah keyakinan yang menurut sebagian orang brutal dan sadis..

Namun, kebrutalan dan kesadisan mereka selayaknya menjadi sebuah pelajaran besar bagi kita semua..bahwa sebuah ide dan gagasan harus bisa direalisasikan sampai ke tingkat implementasi...kalo hanya dirumuskan dan dipikirkan gag bakal ada yang jalan...sebuah rencana yang baik harus bisa diimplementasikan dengan baik kemudian dievaluasi untuk perbaikan di masa berikutnya...begitulah hingga dampaknya akan menyentuh masyarakat sampai ke tingkat yang paling bawah...

At least..terlepas dari teroris benar ato salah, para teroris mengajarkan pada kita sebuah sikap bahwa sebuah ide atau gagasan sekecil apapun harus bisa menjadi sebuah tindakan...negara ini gag pernah kekurangan orang pintar..namun jika kepintaran itu tidak menjadi sebuah tindakan maka semuanya akan menjadi sia-sia...harus ada orang yang berani menjadi bomber dan memencet detanator sehingga ide untuk meledakkan Indonesia ke arah yang lebih baik tidak hanya menjadi rencana yang berputar-putar dari meja ke meja para birokrat...

Kesimpulannya marilah kita semua menjadi "teroris" yang bisa meledakkan pikiran kita agar mampu memberikan sesuatu untuk bangsa ini...mari berpikir..mari mengkonsep...dan mari bertindak...sekecil apapun yang kita lakukan pasti akan membawa implikasi yang nyata...

Rene Descartes : Saya berpikir maka saya saya ada...

Imam Samudra : Saya bertindak membom maka saya ada

Selamat belajar menjadi "teroris"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun