Gazing through the window at the world outside (Menatap pada dunia luar lewat jendela)
Wondering will mother earth survive (Berpikir apakah bumi akan bertahan)
Hoping that mankind will stop abusing her sometime. (Berharap suatu saat nanti manusia akan berhenti menyiksanya).
Penggalan lirik lagu berjudul Dreamer milik Ozzy Osbourne di atas adalah gambaran bagaimana keadaan bumi kian tidak baik. Bencana alam, polusi udara, perubahan iklim dan emisi karbon---untuk sebatas memberi contoh---menjadi momok yang sangat menakutkan. Pelakunya siapa lagi kalau bukan kita, manusia, yang sering kita klaim sendiri sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia.
Selama berabad-abad manusia telah mengambil begitu banyak dari alam hingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang begitu parah. Jangan lagi berdiam diri. Sudah saatnya  kita mengambil tindakan, baik secara individu maupun kolektif. Semua demi anak-anak dan cucu-cucu kita sebagai pewaris bumi di masa yang akan datang.
Gaya Hidup Sustainable Ala Pandemi Covid-19.
Masa pandemi Covid-19 memang menyisakan sejumlah cerita kelam. Banyak dari kita yang kehilangan sanak saudara. Ada yang bahkan tidak punya kesempatan untuk memakamkan anggota keluarga yang meninggal dunia akibat terpapar Covid. Tak sedikit pula dari antara kita yang kehilangan mata pencaharian. Dipecat dari tempat bekerja atau usaha yang harus gulung tikar. Anak-anak sekolah pun turut terkena imbasnya karena mengalami learning loss.
Orang-orang tua dulu sering berpesan: 'selalu ada hikmah di balik setiap bencana.' Di balik cerita-cerita sedih karena virus corona, pada sisi berbeda, pandemi Covid-19 sebetulnya pernah membawa kita kepada cara-cara hidup yang mendatangkan kebaikan pada semesta.
Saat berbagai negara melakukan lockdown atau pembatasan sosial berskala besar (PSSB) sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona, saat itu pula ramai berseliweran foto-foto di jagad maya yang menampilkan langit yang sangat biru dan bersih. Termasuk di sejumlah kota besar di Indonesia.
Tak hanya langit biru nan cerah. Data AirVisual pada 07 April 2020 menunjukkan indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) di Jakarta berada di angka 37 alias bagus. Padahal, seperti yang kita ketahui, Jakarta adalah salah satu kota yang selama ini sangat tercemar udaranya. Sebagai informasi, rentang skor 0-50 bermakna kualitas udara bagus, 51-100 berarti moderat, 101-150 berarti udara tidak sehat bagi orang yang sensitif, 151-200 artinya tidak sehat, 201-300 maknanya sangat tidak sehat dan 301-500 ke atas menunjukkan keadaan yang berbahaya.
Birunya langit dan membaiknya kualitas udara selama masa pandemi diakibatkan oleh rendahnya tingkat mobilitas manusia khususnya dari segi penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak. Artinya, walaupun dengan keadaan terpaksa, ternyata kita mampu memperbaiki kerusakan alam---sesuatu yang selama ini kita anggap pekerjaan maha sulit!