Dracaena Marginata
Sumber Gambar :Â Blog Pipimerah
Selepas sholat Isya Firman merapihkan sajadah dan ujung karpet yang kurang lurus, kemudian memadamkan lampu didalam masjid. Di luar tanpak kang Inin sahabat sekaligus rekan kerjanya telah menunggu, seperti biasa mereka akan ke Pos Ronda untuk melihat pengumuman dan daftar berkas yang perlu diantar kepada warga besok pagi.
"Kang Inin, antar saya ke tempatnya Ranti dulu yaa, sebentar saja" Firman menyentuh pundak kang Inin. "Hah.. mau ngapain ? Seharusnya saya yang minta antar. Wah.. bahaya nih mas Firman. Â Kemarin ke rumah Mahar, sekarang mau kerumah Ranti", dengan muka kusut Inin menjawab. "Yah..sebentar saja kok ya,..tolong. Â Saya cuma mau bertanya saja, bukan yang aneh-aneh" dengan tenang dan tersenyum Firman membujuk kang Inin. "Oke deh.. kalau macem-macem bisa senasib sama Bocing" dengan berat hati kang Inin memenuhi permintaan sahabatnya.
Setiba didepan rumah Ranti, Firman meminta kang Inin yang mengetuk dan meminta ijin bertamu. Meski sebelumnya terjadi aksi dorong mendorong dan saling melotot dalam senyum, akhirnya Inin terpaksa berdiri didepan pintu, setelah Firman mengetuk pintu lalu melompat dibelakang Inin. "Assalamu'alaykum" keduanya tampak kompak dalam mengucapkan salam. "Wa'alaykum salam. Sebentar yaa" terdengar jawaban Ranti dari dalam rumah.
"Eh.. kang Inin, loh.. eh.. sama mas Firman, ayo silahkan masuk" Ranti tampak terkejut atas kedatangan kang Inin dan Firman. "Mbak Ranti,  mohon maaf sebelumnya, kami datang malam hari. Yang pertama kami mengumpulkan kopi dan gula untuk di Pos Ronda, ada kan mbak ??" Firman membuka pembicaraan dengan tenang Kang Inin, langsung memandang sahabatnya dengan pandangan melotot dan cermberut. "Yah.. kalau sekedar ngumpulin kopi danj gula sih.. saya sendiri, atau bang Ibay kan juga bisa.  Lagi pula Mommy, mbak Jingga, Acik, dan Mbak Asih selalu memperhatikan kopi dan makanan di Pos Ronda. Payah nih Firman", batin Kang Inin. "Oh... ada mas.  Kok tumben nih pakai ngumpulin gula kopi, biasanya kan warga sendiri yang mengantar ke sana, sambil melihat pengumuman atau karya-karya warga" sambil menyodorksan dua bukus kopi kemasan ukuran seperempat kilo dan  setengah kilo gula, Ranti mengernyitkan dahinya. "Yang kedua anu mbak...sebenernya ini yang utama. Tahu tidak kenapa Mahar tadi tidak ke masjid ? Kemarin dia menyanggupi ketika saya ajak untuk sholat berjamaah di Masjid", dengan sedikit gugup Firman hanya mengambil dua bungkus kopi kemasan, karena gula di pos ronda masih banyak.
Sejenak, tampak kang Inin dan Ranti saling bertatapan, kemudian keduanya memandang Firman.
"Eh.. hmm ada yang salah ?" Firman nampak gugup "Maaf mas Firman, saya tidak tahu. Mungkin, Mahar tidak mau mengganggu hubungan.. .." kalimat Ranti terhenti, sambil melirik pada kang Inin. "Menggangu hubungan? Saya kan mengajaknya ke Masjid. Apa ada yang salah ya ?", dengan mengernyitkan dahinya Firman merasa ada sesuatu yang aneh. "Hmm.. sudah malam. Sebaiknya kami segera ke Pos Ronda, terimakasih kopinya mbak Ranti, kami pamit dulu", Firman bangkit dan mengajak kang Inin ke Pos Ronda.
==========*##*==========
Pagi hari ketika hendak mengambil surat yang akan diantarkan ke warga Desa Rangkat, Firman bertemu Acik. Â Acik terlihat tak acuh ketika berpapasan dengan Firman. "Assalamu'alaykum Acik, selamat pagi" sapa Firman dengan ramah. "Wala'alaikumsalam. Pagi" dengan pendek Acik menjawab. "Maaf Cik, Acik kenapa ? Apa ada yang salah pada saya ?" Firman berusaha mencari tahu "Ah.. enggak mas. Maaf ya. Saya sedang banyak masalah. Itu saja kok. Maaf saya ada tugas dari pak Kades Hans yang harus diselesaikan" Acik menjawab singkat dan pergi meninggalkan Firman yang bingung.
Hari ini Firman mengantarkan surat sambil berjalan kaki. Kang Inin harus mengantar berkas penting yang berisi karya rekap Karya Warga ke Kecamatan dengan sepedanya. Sepenjang perjalanan, Firman memikirkan kejadian yang dialaminya mulai tadi malam. "Mengapa seolah ada yang aneh ya? Tadi malam kang Inin dan Ranti, pagi ini Acik. Hmm.. apa salah saya?" sambil memasukkan surat kecil ke kotak surat didepan rumah mbak Enggar, kang Ade S, mas Bowo, dan Dewa yang berdekatan, Firman membatin dan berusaha memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Didepan rumah pak Odi, Â Firman berhenti sejenak. Kemudian melihat jajaran rumah yang tersusun rapih, rumah Dwee, Babeh Helmi, Citra, Devi, El Fietry , mas Edi Dalang, Kembang, Kayana, Kutu Kata, mas Lala, Marissa, Relly, Rena, Selsa dan Vianna. Sambil menarik nafas panjang, dia pun memasukkan surat kecil ke kotak surat didekat pagar. Dia melewati beberapa rumah yang belum dipasang kotak surat. "Surat-surat kecil ini hanyalah pesan untuk memberikan motivasi pada warga, mungkin warga lebih banyak yang mengambilnya di Pos Ronda" batin Firman memperhatikan rumah warga yang tidak ada kotak surat didepan rumahnya.