Embun diatas Daun (Sumber almuhkamat.wordpress.com)
Dengan langkah yang mantap, pagi itu Firman menuju rumah pak Windu. Firman merasa harus mengakhiri kegalauan dan kecamuk dihatinya. Dia yakin, pak Windu akan dapat memberikan jalan keluar terbaik pada masalah yang dihadapinya.
Pukul 05:45 pagi, Firman telah membuka pagar rumah pak Windu, terdengar kesibukan telah terjadi di rumahnya. Sambil tersenyum, Firman mengetuk pintu, dan mengucap salam, "Assalamu'alaykum". Tak lama terdengar suara wanita membalas salam dengan nada yang ragu dan bergetar dari dalam rumah, "Wa..wa'alaykumsalam". Firman nampak tertegun mendengar suara salam itu, kemudian tersenyum.
Cukup lama Firman menunggu pintu dibuka, hingga dia duduk di kursi yang ada di teras rumah, sambil memandang embun yang membasahi bunga-bunga dan rumput di taman yang ditata dengan sangat baik dihalaman rumah pak Windu. Senyumnya semakin lebar, tasbihpun terucap dengan perlahan dari bibirnya.
Balasan salam pak Windu yang tidak terlalu keras, membuat Firman kaget. Meski tersenyum, Pak Windu terlihat memandangnya dengan heran penuh selidik. Firman bangkit dan mencium tangan pak Windu. Keduanya terdiam sesaat, lalu pak Windu mempersilahkan Firman ke ruang tamu.
"Bagaimana kabar Umi Rere dan anak-anak, Firman?" Pak Windu memulai pembicaraan. "Terakhir saya bertemu, mereka baik-baik saja Pak. Umi Rere, alhamdulillah lolos seleksi pendataan Guru Honorer Daerah, dan menempati rumah dinas sekolah"
"Terakhir bertemu ? Kapan ? Bukannya kamu telah menikah dengannya ?", pak Windu cepat bertanya "Tidak pak Windu. Kami memang telah merencanakan dengan matang, bahkan resepsi sederhana kami persiapkan serta undangan pun telah kami tebar. Tetapi Tuhan berkehendak lain", Firman menerangkan dengan tenang, tidak tampak perasaan bimbang atau ragu.
"Maksudnya bagaimana ? Mengapa tidak jadi", Pak Windu bertanya dengan wajah serius.
"Karna saya membatalkannya pak Windu. Saya mencintai anak-anak Umi Rere. Tapi dihati saya ada orang lain. Saya sampaikan hal tersebut pada Umi Rere" Firman menghentikan pembicaraannya, lalu membuang napas pendek, sambil tertunduk. "Umi Rere kecewa dan marah pada saya saat itu. Tapi setelah saya jelaskan, akhirnya dia mengerti. Saya tidak mau ada dusta. Saya menyukai anak Umi Rere, bukan Umi Rere. Ada wanita lain dalam hati saya, sebelum saya mengenal Umi Rere"Â Firman menjawab, sambil beberapa kali mengambil nafas panjang.
Dari dalam kamar, Asih menyimak pembicaraan pak Windu dan Firman. Air matanya mengalir deras, tanpa tahu mengapa.
Bersambung....