Kesantunan selalu berkaitan dengan aspek-aspek kebahasaan. Akan tetapi, pada kenyataannya, hal tersebut tidak bisa lepas dari etika berbahasa. Dalam etika berbahasa, ada norma sosial dan sistem budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat. Etika berbahasa antara lain mengatur hal-hal “bahasa yang digunakan dalam waktu dan keadaan tertentu”, “kapan dan bagaimana kita bergantian berbicara”, dan “bagaimana kualitas suara dan sikap kita selama berbicara”.
Ciri kesantunan berbahasa juga dapat dilihat pada jenis kalimat dan struktur kalimat. Contoh jenis kalimat terdapat pada kalimat ini : “Perut saya sudah semakin keroncongan”, “Bagaimana, sudah siap makanannya?”, dan “Saya minta makan”. Ketiga kalimat tersebut sama-sama memiliki maksud ingin makan. Akan tetapi, dengan cara pengungkapan yang berbeda, derajat kesantunannya pun juga berbeda. Oleh karena itu, kalimat berita dan kalimat tanya dipandang lebih santun daripada kalimat perintah.
Contoh struktur kalimat yang mempengaruhi kesantunan berbahasa. Kalimat yang berstruktur lebih lengkap akan menyebabkan lebih santun daripada kalimat yang strukturnya pendek. Misalnya, “kakak mau makan sekarang? Kalau sudah siap, boleh juga” dan “Kakak mau makan sekarang? Ya”. Kedua kalimat tersebut memiliki makna yang sama tetapi kalimat yang pertama terkesan lebih santun daripada yang kedua.
Kesantunan tidak hanya ditentukan oleh unsur-unsur kebahasaan, tetapi juga oleh konteks berkomunikasi atau faktor-faktor nonkebahasaan seperti lawan bicara, tempat, waktu, dan topik pembicaraan. Ketika berbicara ke orang yang lebih dewasa, harus memakain bahasa yang lebih santun daripada yang seusia atau lebih rendah. Ketika berbicara dengan teman di rapat OSIS harus lebih santun dibandingkan di jalan. Ketika di rumah pada waktu acara keluarga, cenderung menggunakan bahasa yang lebih santun daripada situasi santai. Ketika membahas tentang keagamaan dan ilmu pengetahuan, kita dituntut untuk memilih kata-kata yang lebih santun dan bijak daripada topik hiburan.
Mari kita lihat ke beberapa negara tetangga kita tentang bagaimana mereka santun dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah penelitian terhadap kebiasaan berbahasa orang Jepang dan Amerika menunjukkan fakta-fakta berikut. Orang Jepang sering mengucapkan maaf dalam berbagai kesempatan, tidak bisa berbahasa lugas, tak pernah mau mengkritik orang lain, lebih menghindarkan diri dari konflik. Sedangkan orang Amerika selalu lugas dan langsung ketika membuat penolakan. Namun, pada saat-saat tertentu, orang Jepang dapat pula berbicara dan menolak secara lugas dan lansung seperti halnya orang Amerika. Hal ini karena mereka lakukan terhadap lawan bicara yang status sosialnya relatif lebih rendah daripada si pembicara.
Orang Thailand memakai bahasa yang tidak konfrontatif ketika membuat penolakan. Mereka selalu berusaha untuk menjaga keharmonisan dan menghindari konflik personal. Hal yang sama ditunjukkan oleh orang Sunda. Orang Sunda sangat mempertimbangkan keharmonisan tatanan masyarakat dan hubungan antarpribadi. Demikian pula dengan cara berkomunikasi orang Indonesia pada umumnya.
Kenapa santun itu seni? Karena banyak cara dan banyak kalimat yang dapat dituturkan agar kita dapat santun. Tinggal tergantung kita bagaimana cara menyampaikan santun tersebut sehingga menggunakan kreatifitas kita untuk berbicara santun. Jadi, menurut saya santun adalah seni. Semoga kalian senang dengan tulisan saya dan semoga bermanfaat! Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H