Mohon tunggu...
Dessy Fatmawati
Dessy Fatmawati Mohon Tunggu... Tentor Kimia -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Share My Mind" (1) - Sebuah Ketidakmengertian

17 Juli 2018   13:41 Diperbarui: 17 Juli 2018   13:44 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tiwas tuku ninja jebule milih vespa.Tiwas dikira sehat jebule trimo gula. Eh?

Perbincangan perihal ini lumayan banyak menyambangi para ibunda. Titik persoalannya sama. Merasa tertipu dengan iklan dan sudah terlanjur mengakar bahwa SKM sama dengan varian susu yang lain, sehat dan bagus dikonsumsi rutin.

Komentar netizen beragam dari yang selow sampai yang ngegas. Dari informasi acak adul hingga runut dan ilmiah semua tumpah ruah. Hingga kita menyadari satu hal, betapa besar EFEK DARI SEBUAH KETIDAKMENGERTIAN. Sesuatu yang digembar-gemborkan baik, sehat, bagus untuk kesehatan ternyata tak lebih dari pemicu suburnya diabetes. Pelan tapi pasti secara massif menurunkan ketahanan kesehatan nasional.

Selain problem SKM, sadar atau tidak banyak orang yang masih menerapkan pola yang sama. Merasa cukup dengan informasi yang dimassifkan tanpa menelaah lebih dalam. Tanpa menelaah sampai tataran definisi sebenarnya bukan sekedar informasi yang bersifat marketing. Ini menyebabkan banyak misleading, tak kecuali kaum muslimin. Terjebak definisi iklan.

Era digital memang memudahkan cek dan ricek. Akan tetapi kemudahan ini selalu diikuti dengan kelimpahan informasi sampah. Silahkan cek di lingkungan di sekitar Anda. Lebih banyak mana yang memahami bahwa demokrasi sekedar musyawarah atau yang mendalami makna vox populi vox dei (suara rakyat suara Tuhan)?

Bahkan di kalangan aktivis hampir-hampir tidak mengkritik demokrasi dari asasnya. Demokrasi dipahami sekedar pengambilan keputusan atas kesepakatan/voting. Ini didukung dengan massifnya 'iklan' manisnya demokrasi, diamini para intelektual hasil objek definisi setiran barat.

Padahal musyawarah hanyalah sekedar 'pemanis' demokrasi sebagaimana iklan SKM yang menekankan 'susu' sebagai bagian dari marketing produk. Padahal titik kritis demokrasi adalah pada bagian vox populi vox dei (suara rakyat suara Tuhan). Prinsip ini meniadakan peran Tuhan (agama) dalam pengaturan kehidupan dan membebaskan manusia membuat aturan sesuai dengan kepentingannya. Analogi SKM, titik kritisnya ada di tingginya kandungan gula yang menyebabkan diabetes.

Dibalik banyak bunda yang merasa di-PHP-in SKM, para bunda akhirnya sadar bahwa kedalaman ilmu itu penting. Teliti sebelum membeli. Tidak meremehkan sesuatu hanya karena tidak dimasifkan oleh iklan secara sistemik. Memaksimalkan usaha, bahwa makanan/minuman yang dikonsumsi tidak cukup hanya halal tapi juga harus thoyib. Mulai mencari pengganti SKM, sebab susu yang sedikit dan gula yang banyak adalah karakter SKM yang nyaris tidak akan diubah.

Mendalami definisi itu penting. Menelaah suatu khazanah hingga mendalam itu wajib. Tidak menelan mentah-mentah definisi yang disodorkan menjadi krusial apalagi mengenai way of life. Bagaimana kehidupan dunia kita dari level individu, masyarakat dan negara diatur. Bukan sekedar mengikuti apa-apa yang dimasifkan oleh sistem.

Meski pemanis demokrasi (musyawarah) bisa menyenangkan kaum muslimin, demokrasi tidak akan pernah melepas asas vox populi vox dei (suara rakyat suara Tuhan). Karena memang demokrasi lahir dari usaha lepas dari aturan agama. Maka kecewa pada tokoh-tokoh, partai, ormas yang berjuang menggunakan wasilah  demokrasi adalah sesuatu yang pasti. Tinggal menunggu waktu. Kelelahan akan mengakomodasi aturan agama dalam aturan demokrasi akan mencapai titik jenuh dan kebuntuan. Itu pasti. Sebab demikian sesungguhnya desain demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun