Mohon tunggu...
Declardo Wicaksana
Declardo Wicaksana Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa SMA Kolese Kanisius

Kurangi Distraksi, Perbanyak Aksi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kolese Kanisius dan Kisahku sebagai Kanisian

16 September 2024   16:22 Diperbarui: 16 September 2024   16:42 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kolese Kanisius, tak terasa ini adalah tahun terakhir saya sebagai seorang Kanisian di kelas 12. Pengalaman selama 5 tahun sudah membentuk saya menjadi pribadi yang berbeda sejak pertama kali saya masuk di Kolese Kanisius. Setiap masanya Kanisius selalu melahirkan kontributor-kontributor bangsa yang selalu mempunyai peran penting dalam perkembangan nusa dan bangsa, salah satu yang menjadi idola saya adalah Soe Hok Gie, beliau adalah aktivis pada zaman orde lama yang merupakan alumni Kolese Kanisius. Gie menunjukkan kepribadian yang tegas, kritis, rendah hati, berhati nurani tinggi dan berjiwa pemberontak terhadap ketidakadilan. Beliau berperan penting dalam demo mahasiswa di orde lama sebelum jatuhnya rezim Soekarno. Terlalu banyak tokoh tokoh yang lulus dari sekolah Kolese ini dan menjadi seorang yang berguna bagi masyarakat untuk disebutkan, namun mereka selalu mencerminkan bagaimana seharusnya seorang pemimpin bertindak. Peduli, berjiwa besar, mempunyai integrasi, mempunyai kemampuan intelektual tinggi dan mau melayani sesama. Pemimpin bukan hanya seorang yang memberikan perintah perintah namun pemimpin yang benar adalah pemimpin yang mampu menciptakan pemimpin-pemimpin yang baru. 

Saya menjadi Kanisian pertama kali saat saya masuk sebagai anak SMP Kelas 7 di Kolese Kanisius, Malas adalah kata yang paling cocok untuk menggambarkan saya selama kelas 7. Saya belum bisa menemukkan formula untuk bisa bertahan di Kanisius di kegiatannya yang padat dan tugas yang bertubi-tubi. Dulu kami mengenal istilah "Cannonball Moment", istilah tersebut diambil dari kisah santo Ignatius Loyola sang pendiri Ordo Serikat Jesus. Dimana ketika ia ditembak kakinya dan harus dirawat disitulah ia menemukkan Tuhan dan bertobat. Saya mengalaminya waktu Kelas 8, ketika Bapak saya meninggal dunia karena Covid. Saya terpukul, saya sempat menjadi Introvert dimana saya tidak mau bergaul dengan orang lain dan lebih memilih untuk menyendiri. Dari situlah saya mulai menemukkan kedamaian dan Bagaimana karena peristiwa ini relasi saya dengan Tuhan menjadi diperbaiki. Tuhan hadir didalam orang orang terdekat saya terutama Ibu, Adik dan Segenap Keluarga besar. Saat itu kami rutin mengadakan Rosario via Zoom Meeting, bersama keluarga besar setiap minggunya. Tak lupa kami selalu menyempatkan waktu untuk mengobrol untuk menceritakan pengalaman kami dan mendoakan Bapak saya. Dari peristiwa Ini Saya mulai bangkit, saya benar benar menjadi pribadi yang ambisius, fokus dan mempedulikan sesama. Saat itu saya berpegang teguh dengan 4C + 1L. Kepribadian ini terus saya lanjutkan sampai sekarang ini dimana saya sebagai kelas 12 sedang berjuang untuk mendapatkan kursi PTN di Kampus kampus ternama di Indonesia. 

Kolese Kanisius selalu  mempunyai tradisi dan metode yang sama dalam mendidik para siswanya, salah satu slogan yang menekankan akan pernyatan tersebut adalah " Give Us Your Boy and We Will return Him as a Man", sebuah slogan yang mempunyai makna yang sangat dalam. Kanisius selalu menjadi pilihan yang terbaik dalam mendidik siswanya, ditambah lagi semua siswa Kanisius yang merupakan Laki-laki. Bagi sebagian orang hal ini memang aneh, tapi bagi saya ini adalah kebijakan tepat dimana kami bisa lebih fokus dalam mengenali diri lebih dalam tanpa adanya gangguan dari lawan jenis. Saya sangat menikmati waktu-waktu saya selama di Kolese Kanisius, tetapi tentunya Kanisius selalu mempunyai tradisi yang tak akan saya lupakan selama hidup saya yaitu "Examen Conscientiae" sebuah kegiatan untuk berdoa dan merenungkan semua kejadian baik atau buruk di hari tersebut, serta menuliskah harapan dan semangat kita untuk hari selanjutnya. Pengalaman ini sudah menjadi kebiasaan bagi saya pribadi, sebuah pengalaman yang mahal dan tidak bisa ditemukkan dengan uang. Examen sudah diterapkan di banyak kegiatan bagi saya seorang Kanisian, terutama di masa SMA ini, saya merasa jauh lebih tenang ketika sedang menulis apapun yang saya rasakan. Bagi saya pengalaman Examen Conscientiae adalah bagian penting dari tradisi Ignatian yang tidak boleh hilang walaupun nanti saya sudah lulus dari Kolese Kanisius. 

Aspek pergaulan dan Sosial juga tidak boleh ditinggalkan di Kolese Kanisius, Sebagai seorang Kanisian saya adalah pribadi yang mudah bergaul dan Kolese Kanisius adalah tempat yang sangat cocok bagi mereka-mereka yang mau mencari teman, relasi serta pergaulan. Saya aktif sebagai gitaris di band Crowd Control, saya aktif bermusik di Kanisius untuk mengembangkan bakat. Dari sinilah saya menemukkan banyak musisi-musisi lainnya di Kanisius. Saya juga aktif bergaul dengan semua orang di Kanisius. Sudah menjadi tradisi setiap angkatannya pasti akan terbagi menjadi beberapa lingkaran pertemanan ada yang paling besar dan ada lagi yang bercabang-cabang, ada juga beberapa kubu yang terpisah karena secara psikologis manusia memang tidak bisa bersosialisasi dengan semua pergaulan pasti akan selalu ada lingkaran pertemanan yang lebih dalam. Namun, lepas dari pernyataan itu semua Kanisian adalah satu angkatan. Kanisius juga terkenal tentang bagaimana kompak dan solidnya suatu angkatan untuk tumbuh bersama-sama. 

Dari 2 aspek diatas, menurut saya sudah sangat cukup untuk memberikan bagaimana situasi lingkungan di Kolese Kanisius ini, saya bukanlah Kanisian yang suka untuk memberikan pernyataan yang panjang tetapi kosong atau dengan kata lain dikenal dengan istilah "mengecap". Saya dibentuk bukan hanya untuk menuliskan suatu karangan 1000 paragraf ataupun karangan dengan 10.000 kalimat, namun saya dididik untuk bisa mengkaji suatu pengalaman dengan pemikiran yang kritis dan tajam serta bisa menemukkan sisi refleksi didalam hal itu. Saya hanya berharap Kanisius selalu mempunyai tradisi dan memproduksi alumni-alumni yang akan berperan terhadap kemajuan bangsa, semuanya harus dipertahankan di masa yang akan datang terutama masa dimana manusia sudah hidup berdampingan dengan AI (Artificial Intelligence), Kanisius akan selalu menjadi bagian penting dalam hidup saya. Sekolah Kolese Kanisius harus selalu bertahan di badai zaman teknologi yang semakin ganas dalam mempertahankan esensi-esensi kepemimpinannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun