Menurut laporan BPS RI sepanjang 2021 ada 188 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang menjadi arena perkelahian massal antar pelajar atau mahasiswa. Jawa Barat menjadi Provinsi dengan lokasi kasus tawuran pelajar terbanyak, yakni terjadi di 37 Desa/Kelurahan. Diikuti Sumatera Utara dan Maluku dengan Masing-masing 15 Desa/Kel yang mengalami kasus serupa.
Selanjutnya KPAI RI mencatat sekitar 202 anak berhadapan dengan hukum akibat terlibat tawuran dalam rentang tiga tahun terakhir. Sekitar 74 kasus anak dengan kepemilikan senjata tajam. Kemudian sepanjang tahun 2022 sebanyak 54 anak berhadapan dengan hukum Diantaranya, anak sebagai pelaku tampil duduk di urutan kedua terbanyak dengan jumlah 13 anak. terdiri dari penganiayaan, pertengkaran, pengeroyokan, dan tawuran.
Yang terbaru, disalah satu Madrasah Aliyah (MA) Kabupaten Demak, Jawa Tengah, seorang siswa telah menganiaya seorang guru di sekolahan (25/09/2023)
Terakhir temuan data dari SETARA Institute ada 5 Kota paling Intoleran pada tahun lalu. Yaitu : 1. Cilegon (Skor 3,227), 2. Depok (skor 3,610) 3. Padang (skor 4,060) 4. Sabang (skor 4,257) 5. Mataram (skor 4,387) Adapun studi ini menetapkan 4 Variabel yaitu : Regulasi Pemerintah Kota, Regulasi Sosial, Tindakan Pemerintah, dan Demografi Sosio-Keagamaan. 8 Indikator diantaranya : Ada Tidaknya Kebijakan, Peristiwa Toleransi, Produk Hukum Pendukung Lainnya, Tindakan nyata terkait isu toleransi.
- Pekerjaan Rumah Pelaku Kebijakan dari Kabupatan/Kota Hingga Desa/Kelurahan
Fakta-fakta empiris yang terjadi di atas merupakan inkonsistensi aktualisasi Nilai-nilai Pancasila, yang kemungkinan dapat terus terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat, meski tidak dalam tempo yang cepat dan fundamental. namun ancaman pengaruh ideologi di luar Pancasila dan cara pandang tentang diri dan lingkungannya yang mengutamakan Simbol-simbol kelompok yang dapat merapuhkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia.
Apabila menunda memformulasikan aktulisasi Nilai-nilai pancasila yang diajarkan sejak dini dan secara Terus-menerus tentu akan berdampak pada terpuruknya aktulisasi Nilai-nilai pancasila di Kehidupan sosial masyarakat, masalah tersebut di atas bukan tidak mungkin akan menjadi bibit dari perpecahan antar suku, agama, ras, dan antar golongan yang ada.
Menyadari penjabaran di atas, menunjukan persoalan bahwa aktualisasi nilai-nilai Pancasila memiliki peran penting dalam meredam laju kriminalitas, menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan, ke bhinekaan di dalam kehidupan masyarakat.
Dari pandangan sederhana inilah pelaku kebijkan dari Kab/Kota hingga tingkat Desa perlu melakukan upaya penyusunan agenda, perumusan, pengesahan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan. agar masalah yang sudah teridentifikasi diatas dapat terselesaikan dan mencapai tujuan yang diinginkan. Karena upaya tersebut merupakan langkah strategis untuk memproteksi Ideologi Pancasila. Harapanya tentu tidak sebatas produk hukum saja, akan tetapi dapat juga menjadi lompatan kemajuan proses penyelenggaraan pemerintahan, lompatan prilaku yang mencerminkan pancasilais, dan masyarakatnya yang bewawasan kebangsaan.
Jika kita Merujuk pada Definisi kebijakan publik yang termasyur dari Thomas R. Dye (1978)Â Public policy is whatever governments choose to do or not to do. Kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh Pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Pada esensinya, definisi kebijakan publik menurut Dye. Bahwa pemerintah memiliki dua pilihan. Yang pertama, diamnya pemerintah akan menimbulkan peluang masalah baru. Kedua, bertindaknya pemerintah akan ada kemungkinan dapat meminimalisir masalah.