Aneh rasanya, jika penamaan bentuk suatu peninggalan bangunan bersejarah bagi Bangsa ini, ada yang manganggapnya dan menyebutnya, "bentuknya Monumen Nasional (Monas) dan Masjid Istiqlal, yang hanya menyesuaikan selera pemimpin pada jaman itu" apalagi pernyataan ini dari orang yang terkemuka (seorang anak bangsa, yang merupakan pemimpin, orang nomor satu diprovinsinya)
Lisan yang asal ucap dari paradigma berpikir yang keliru, jika menyebut bentuk bangunan yang dimaksud tersebut di atas, merupakan hanya selera pemimpin pada zaman itu "kenapa Monas dan Istiqlal bentuknya begitu? karena itu selera pemimpin pada zaman itu, ungkapnya"
Apa mungkin pendapat yang dimuat media tersebut atas dasar emosi belaka.
Semestinya seorang pemimpin itu menyampaikan asumsinya secara lisan ataupun tulisan dengan Kata-kata yang sejuk, tidak ambiguitas (perbedaan penafsiran teks, yang menyebabkan ketidakjelasan atau kebingungan) dan tidak membuat orang yang mendengar dan membacanya keliru memahami subtansi dari lisanya tersebut.
Bukan tidak mungkin dapat menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat yang mengetahuinya.
"Di karya yang mana Bung Karno mengatakan bahwasanya bentuk dari bangunan Monas, Masjid Istiqlal dan Jakarta hari ini adalah berdasarkan selera dari beliau, sejak kapan pemimpin ini bertemu dengan Bung Karno?
Sehingga mengeluarkan pernyataan yang seperti itu"
Makna dari bentuk tugu Monas dan Masjid Istiqlal
MONAS, yang dibangun di era Presiden Soekarno. bentuk tugu ini memliki arti yang sangat bermakna, bukan sembarangan bentuk yang hanya mengikuti selera pemimpin pada zaman itu. tugu yang dimahkotai lidah api dan dilapisi lembaran emas, melambangkan semangat perjuangan yang Menyala-nyala dari Rakyat Indonesia.
Pembangunanya dimulai pada Tanggal 17 Agustus 1961.