Sahabat masih ingat lagu ini kan?
Bersinar kau bagai cahaya
Yang selalu beriku penerangan
Selembut sutra kasihmu kan slalu rasa dalam suka dan duka
Kaulah Ibuku.....
Cinta kasihku.....
Terimakasihku takkan pernah terhenti
Kau bagai matahari yang slalu bersinar
sinari hidupku dgan kehangatanmu
bagaikan embun kesejukan
hati ini dengan kasih sayangmu
betapa kau sangat berarti dan bagiku kau takkan pernah terganti
Kaulah IBUku.....
Cinta kasihku...
Terimakasihku takkan pernah terhenti
Kau bagai matahari yang slalu bersinar
Sinari hidupku dengan kehangatanmu...
Suatu hari, saat aku sedang facebook-an ada satu pesan masuk, ketika aku membukanya ada tulisan dari seorang akhwat tentang ibunya.
Begitulah sosok bidadari hatiku, telah terekam dalam bait-bait nada yang dilantunkan oleh Haddad Alwi dan Farhan.Ia adalah Ibu. Kuresapi bait demi bait, tanpa terasa pipiku telahbanjir oleh buliran-buliran suci. Aku hidup jauh dari ibu, merantau ke kota orang demi menyelesaikan study di salah satu universitas. Wajahnya kadangkala terus menyapa khayalanku, sesekali waktu ibu menelfon ku, ya tentu saja untuk mengetahui bagaimana keadaan anak gadisnya ini.
“Assalamualaikum, nak bagaimana kabarnya?” tanya ibu
“Alhamdulillah bu sehat, ibu?” tanyaku kembali.
“ibu juga sehat” balas ibu.
Percakapan aku dan ibu terus berlanjut, terkadang aku tidak suka dengan cara fikir ibu yang membuat jengkel hatiku, sampai nada tinggi dari lisan ku membuncah. Aku bantah juga kata-katanya, tak kuindahkan nasihat-nasihatnya. Meskipun hati kecilku sebenarnya sangat merindukannya. Namun, disela-sela kekesalanku padanya, dari awal menelfon terus terdengar suara batuk. Yah, ternyata saat itu ibuku sedang sakit batuk dan demam. Sontak hatiku menjerit-jerit, karena sebetulnya aku sangat takut kehilangan ibu. Aku sangat menyesal telah memperlakukan ibu sepeti tadi. Aku tahu ibu begitu mencintaiku, ia amat tangguh dalam mendidikku, ia wanita yang paling sabar sedunia, apapun miliknya yang aku sukai, ia relakan berikan agar aku merasa bahagia.
Ibuku wanita yang lembut hatinya. Satukalipun ia tidak pernah menghukumku, ibu tidak pernah kesal ataupun jengkel kepadaku. Jika aku pulang ke rumah, senyum cintanya tersimpul syahdu untukku. Sebenarnya setiapkali aku harus pulang lagi ke kampus, ia menangis, batinnya masih amat merindukanku, ia penuhi doa-doanya agar aku selamat sampai tujuan. Ucapan ibu yang selalu membekas di hatiku
“ya Allah, jauh sekali jarak antara aku dan anakku, aku ingin anakku berada di sini berkumpul bersamaku. Ah, tapi di sana anakku sedang belajar, aku sangat merindukannya.”
Sahabat dihadapannya aku sama sekali tak meneteskan air mata, namun aku beringsut menuju kamar, menangis sejadi-jadinya. Menyisakan sesak di dada. Ternyata begitu dalamnya kerinduan ibu kepadaku. Meskipun aku terkadang tidak menuruti keinginannya, tapi ia tetap mencintaiku menyayangiku mengahadapiku dengan kesabarannya.
Ibu ku wanita yang tegar, menghadpi gunjingan dari para tetangga dan cercaan yang terkadang melayang kepadanya dari orang-orang yang tak berhati. Mengahadapi komplik rumah tangga, meskipun aku sangat tahu batinnya mencekam sakit.
Ibuku taat pada Rabb-Nya. Saat bertubi-tubi cobaan menimpanya, ibu ku tidak kehilangan arah, seklipun pernah terbesit keinginannya untuk “bunuh diri”. Namun ia tahu kalau hal itu akan menyakitkan dirinya sendiri. Dengan keimanan ibadah yang khusyu doa yang ikhlas, ia mampu melewati masa-masa itu. Karena ia yakin Allah memberikan cobaan tidak diluar batas kemampuansetiap hamba-Nya. Kondisi keluarga bisa dibilang menengah kebawah, pernah saat ibu bersedekah kepada seorang nenek tua yang mampir ke rumah, padahal waktu itu keuangan nya sedang menipis. Dengan keikhlasan hatinya, ibuku memberikan beberapa lembar uang, diberi makanan dandibawakan satu plastik beras. Subhanallah! Di saat sempit pun ibu tetap bersedekah, hatinya tidak tega melihat si nenek tua tadi. Mungkin ibu teringat pada nenekku yang telah lama meninggal dunia. Tidak hanya sekali saja kudapati hal seperti itu. Aku belajar arti keikhlasan darinya, aku belajar untuk menyayangi sesama manusia darinya, ibuku cermin bagiku.
Nah, begitulah ibu. Selama nyawanya masih bersemayam dalam raga, jangan pernah kita abaikan dirinya. Aku hanya takut akan satu hal, jika kita masih seperti ini saja, sedangkan waktu akan menjemputnya dan ia pergi meninggalkan kita. Apakah kita tidak akan terluka seumur hidup akan kesalahan kita kepadanya? Kepada ibu yang telah peluh menyerahkan seluruh hidupnya untuk kita, buah hati tercintanya. Kita adalah anaknya yang akan terus ia sayangi di dalam hatinya, sekalipun nyawa taruhannya. Aku mencintaimu ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H